Sabtu, 26 Maret 2022

Taman Baca (ke-30)


Taman Bacaan Masyarakat adalah suatu lembaga pendidikan yang mampu menyediakan berbagai bentuk bahan belajar yang dibutuhkan oleh masyarakat itu sendiri.(1) Pengertian ini mengandaikan bahwa taman baca atau taman bacaan masyarakat atau dikenal dengan TBM merupakan sebuah lembaga yang memberikan pelayanan literasi kepada masyarakat. Sebagai pusat layanan literasi, fungsi TBM memiliki peran yang sangat positif dalam rangka memberikan layanan informasi yang meliputi berbagai hal tentang ilmu pengetahuan, sosial budaya, hukum, ekonomi, hukum, lingkungan, dan informasi lain yang dibutuhkani masyarakat.

Dalam Peraturan Dirjen PAUD DIKMAS Kemdikbud Nomor 35 Tahun 2017 dijelaskan bahwa TBM adalah tempat penyelenggaraan pembinaan kemampuan membaca dan belajar, sekaligus sebagai tempat untuk mendapatkan informasi bagi masyarakat. Berdasarkan jenis layanan kegiatan,  Di dalam perraturan tersebut, TBM terbagi menjadi dua jenis yaitu, TBM statis dan TBM dinamis. TBM statis adalah TBM yang keberadaannya di suatu daerah tertentu sebagai pusat layanan kegiatan literasi. Sedangkan TBM dinamis adalah TBM yang layanan kegiatan literasinya dilakukan bergerak dari satu titik ke titik yang lain.

Sebagai pusat layanan informasi sebagai, TBM harus benar-benar menjadi sumber informasi yang memilki peran menciptakan masyarakat yang literasi dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan mendukung pelaksanaan pembangunan nasional dan dimanfaatkan oleh masyarakat.(2) 

TBM, dengan demikian, bukan sekadar sebagai sebuah lembaga literasi yang hanya memiliki kemampuan menyediakan sumber belajar. Pada pundak para pengelola TBM, terdapat tanggung jawab untuk menumbuhkan semangat dan kebiasaan literasi mendasar pada masyarakat. Literasi mendasar yang dimaksud adalah membaca. TBM memiliki tanggung jawab  untuk membangun budaya baca.

Membangun budaya baca dalam kehidupan masyarakat bukanlah hal yang mudah. Upaya mendorong tumbuhnya kebiasaan dan budaya baca tidak semudah membalik telapak tangan. Diperlukan upaya serius dan konsistensi penyelenggara TBM. Satu hal yang menarik adalah adanya gagasan tentang peran TBM lebih dari sekadar membangun budaya literasi. Lembaga literasi ini juga sejatinya dapat melakukan pemberdayaan ekonomi masyarakat. Melalui kerjasama dengan lembaga terkait (pemerintah maupun swasta) TBM dapat membekali masyarakat melalui pelatihan atau kursus yang berorientasi kepada industri kreatif yangdapat membantu Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).(3)

Mengelola TBM membutuhkan komitmen, konsistensi, dan kesungguhan. Sebagaimana pengelolaan sebuah lembaga pada umumnya, TBM juga membutuhkan managemen yang baik dan dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, pengelola TBM biasanya ditangani oleh orang-orang yang memiliki kepedulian terhadap kegiatan literasi. Mereka benar-benar dimotivasi oleh keinginan tulus untuk menyediakan layanan kebutuhan literasi kepada masyarakat. Hal ini dapat dipahami mengingat TBM merupakan lembaga nirlaba yang mengabaikan keuntungan fiansial atau material.

Bambang Purwanto, nara sumber dalam Pelatihan Menulis PGRI gelombang 23-24 dengan tema "Mengelola taman Baca", menegaskan bahwa pendirian taman baca biasanya dimulai dengan inisiatif sendiri dan bersifat kekeluargaan. Untuk itu, sebelum membuka taman baca harus didahului dengan diskusi bersama keluarga (istri/suami, anak-anak, dan anggota keluarga lainnya). Jika kesepakatan dengan keluarga sudah tercapai, langkah selanjutnya adalah mengumpulkan buku dan tempat penyimpanannya. 

Bambang Purwanto, yang dikenal dengan Mr.Bams, merupakan pengelola sebuah TBM yang berpusat di rumahnya Lebak Wangi. TBM itu sudah berjalan 10 tahun. Pada awal pembentukannya, Mr.Bam, menggunakan kepiawaian mendongengnya untuk menarik anak-anak berkumpul di rumahnya. Sebelumnya, Mr. Bam sudah menyiapkan bacaan yang di pajang di tempatnya mendongeng. Rupanya siasatnya berhasil, Anak-anak tidak saja tertarik dengan dongeng Mr. Bams tetapi juga dengan buku-buku yang dipajang di sekitar tempat mendongeng.

Dalam perjalannan waktu, TBM tersebut terus berkembang. Beberapa penghargaan pernah diperoleh. Ini tentu bukan sebuah kerja santai dan asal-asalan. TBM memerlukan niat tulus, jalinan kerjasama antar komponen, memiliki visi dan misi yang menarik sehingga mampu menumbuhkan kesadaran literasi masyarakat sekitar dan, terutama, anak-anak sebagai penentu arah kehidupan berbangsa di masa depan. 

Lombok Timur, 26 Maret 2022


Rabu, 23 Maret 2022

Blog sebagai Sarana Pembelajaran (ke-29)


Dalam pertemuan sebelumnya materi tentang blog sudah pernah menjadi diskusi dalam kegiatan belajar menulis gelombang 23-24 PGRI. Blog adalah website berupa media online yang berisi konten dalam bentuk artikel, video, dan foto yang dikelola oleh seorang blogger atau beberapa penulis sekaligus. (1) Pengertian blog ini mengandaikan bahwa seseorang dapat mengelola (membuat, menyimpan, dan menyebarkan) informasi dalam bentuk teks, gambar, dan film sesuai dengan kebutuhan.

Informasi yang dituang ke dalam blog dengan sendirinya tersimpan selama pemilik blog tidak menghapus informasi tersebut. Di sinilah fungsi blog sebagai media penyimpanan. Dalam fungsi ini, blog memiliki tingkat keamanan yang terjamin jika dibandingkan dengan penyimpanan dengan menggunakan teknik konvensional dengan perangkat hardware seperti flashdisk atau hardisk. Artinya, data yang tersimpan dalam blog tidak akan terjamah virus sebagaimana yang sering terjadi pada penyimpanan konvensional.

Dalam dunia pendidikan, blog telah menjadi salah satu alternatif media pembelajaran, Guru, sebagai pemimpin pembelajaran di kelas, dapat membuat materi pelajaran di dalamnya. Guru dapat membuat tulisan sederhana dengan menyertakan gambar dan video yang relevan. Lebih dari itu guru juga dapat menggunakan blog sebagai sarana menuangkan ide secara tertulis.

Dalam blog guru dapat menuliskan banyak hal. Tidak saja tentang materi pelajaran melainkan juga tentang lini masa proses pembelajaran. Guru dapat membuat catatan tentang proses dan alur proses pembelajaran dengan berbagai pengalaman yang tentunya tidak sama setiap saat. Setiap hari akan selalu ada pengalaman unik dalam proses pembelajaran yang dapat dijadikan bahan evaluasi untuk merencanakan proses pembelajaran berikutnya.

Blog sebagai media yang dapat dijadikan ruang menulis pada dasarnya sama dengan menulis pada kertas. Bahkan menulis di blog jauh lebih nyaman tinimbang teknologi literasi berbasis kertas. Sebagaimana menulis dengan menggunakan media digital, seseorang tidak perlu mencoret bagian yang salah tulis, menghapus unsur kata yang keliru, atau tidak perlu mencari cairan typo untuk menutupi tulisan yang memerlukan perbaikan. Blog, pada saat yang sama, tidak harus diakses melalui laoptop atau komputer. Tuan dan Nyonya dapat menggunakan gawai lain berupa smartphone atau tablet sejauh terhubung dengan jaringan internet. Satu hal yang luar biasa adalah, seorang blogger dapat mengakses blognya tanpa dibatasi ruang dan waktu.

Blog sebagai sebuah fasilitas yang memungkinkan seseorang menuangkan pikiran dan pengalamannya dapat dijadikan sebagai sarana belajar menulis. Dalam blog seseorang dapat belajar merangkai kata, menyusun kalimat, dan membuat struktur paragraf yang padu dalam satu kesatuan utuh.

Menulis, dalam Bahasa Inggris semakna dengan kata writing, merupakan aspek paling sulit. Anggapan ini sebenarnya timbul karena karena budaya menulis masih di dominasi kaum akademia atau pegiat literasi. Untuk itu budaya menulis perlu ditumbuhkan sejak dini agar kecakapan ini dapat berkembang sejalan dengan perkembangan siswa. Untuk menumbuhkan budaya menulis itu tentu saja harus dimulai dari budaya menulis pada guru. Apabila guru tidak memiliki budaya dan kemampuan menulis, dapat dipastikan hampir mustahil budaya dan kemampuan menulis pada siswa dapat tebentuk. 

Dalam konteks belajar Bahasa Inggris, menulis atau writing pada level elementary, dapat dimulai dengan topik umum dan  cara mendeskripsikan topik tersebut. Disarankan juga dengan menggunakan google translate untuk membantu mengerti isi dari reading atau bacaan. Setelah itu siswa dapat diminta menceritakan kembali dengan bahasa mereka sendiri.

Pada level begginer (pemula), mereka membuat kalimat dalam bahasa Indonesia dengan struktur kalimat SPOK (Subyek, Predikat, Obyek dan Kata keterangan). Kalimat itu kemudian dapat diterjemahkan dengan google translate untuk mengetahui bahasa Inggrisnya. Mereka belajar menganalisa tulisan mereka sendiri juga memperhatikan kalimat bahasa Indonesia dan bahasa Inggrisnya.

Blog pada siswa SD atau SMP dapat dijadikan sarana belajar menulis. Mereka dapat memiliki blog namun dengan pendampingan orang tua atau kakak-kakaknya yang mengerti blog dengan segala etika bersosial media.  Jika perlu yang mengetahui passwordnya hanya orang tua atau kakak-kakaknya yang dapat diandalkan. Walau blog milik pribadi namun konten yang di tulis khusus untuk belajar atau menyampaikan pendapat yang tidak menyinggung siapapun.

Jika keluarga rata-rata awam teknologi informasi, guru bisa membantu siswa dengan bertatap muka via daring atau bertemu langsung dengan para orang tua dan mengajarkannya cara membuat blog dengan etika bersosial media. Guru bahasa Indonesia dan bahasa Inggris dapat menggunakan blog untuk mengajarkan reading dan writing. Jika speaking dapat melalui zoom atau whatsApp call. Penggunaan blog sebagai sarana pembelajaran adalah salah satu alat untuk mengajar atau belajar.

Tidak saja guru Bahasa Indonesia atau guru Bahasa Inggris, guru mata pelajaran lain juga sebaiknya melengkapi diri dengan kemampuan menulis. Karena menulis memang aktivitas mendasar dalam proses pembelajaran. Tentang media yang digunakan tergantung pada kemampuan seorang guru untuk menggunakannya. Pilihlah media yang dianggap mudah untuk meningkatkan ilmu dengan berbagi kebaikan dengan murid-murid, rekan kerja, dan banyak orang.

Lombok Timur, 23 Maret 2022

Kamis, 17 Maret 2022

Resume Mendunia (Pertemuan ke-25 BM PGRI Gelombang 23-24)


Resume "go international" mungkin padanan frase yang tepat jika ditranslate ke dalam bahwa Inggris untuk resume mendunia. Entahlah. Saya berusaha mencari tahu makna tema pertemuan ke-25 belajar menulis yang berlangsung tanggal 14 Maret 2022. Saya mencoba mengais residu materi pertemuan itu pada WAG dan beberapa resume peserta pelatihan.

Secara umum resume mendunia itu merupakan resume yang tidak saja dapat dipahami oleh pembaca pada komunitas masyarakat pemakai bahasa tertentu dalam lingkup terbatas. Akan tetapi, tulisan itu harus dapat dicerna oleh pembaca di berbagai belahan planet bumi. Ini berarti bahwa tulisan atau naskah itu harus menggunakan bahasa yang digunakan oleh penutur bahasa yang berlaku secara internasional. Sejauh ini bahasa internasional itu adalah Bahasa Inggris. 

Resume, dalam Bahasa Inggris, resume dapat dimaknai sebagai dokumen yang digunakan oleh seseorang untuk memberikan informasi tentang latar belakang, kemampuan atau skill dan prestasi atau yang kita kenal juga dengan Curriculum Vitae. Dalam pengertian yang berbeda, resume juga dapat diberikan batasan sebagai ringkasan dari sebuah tulisan panjang. Ringkasan itu berisi inti sari dari sebuah tulisan. Dengan kata lain dapat juga disebut dengan penggambaran sebuah tulisan secara garis besar. https://bit.ly/3w9lr8o

Penguasaan bahasa sesorang berbeda beda. Youtuber Fiki Naki mampu berbicara dalam bahasa Inggris, Rusia, Jerman, Spanyol dan Romania secara paripurna. Saya sendiri hanya mampu menggunakan bahasa Sasak (Lombok) dan bahasa Indonesia. Perbedaan penguasaan bahasa itu akan secara niscaya membuat seorang pembaca dapat memahami sebuah tulisan dalam bahasa yang berbeda. 

Seorang penulis Indonesia bisa saja membuat sebuah tulisan (dengan bahasa Indonesia tentunya) dalam bentuk yang rapi, lengkap, panjang, dan detail. Tulisan itu disajikan dalam gaya bahasa yang khas, mudah dipahami, dan menarik. Akan tetapi, ketika tulisan itu berada di tangan pembaca dari daratan Eropa atau benua Amerika yang sehari-hari tidak menggunakan bahasa rumpun Melayu, bisa dipastikan tulisan itu akan menjadi sesuatu yang tidak lagi menarik. Tentu saja karena pembacanya tidak memahami isinya kecuali jika sudah diterjemahkan ke dalam bahasa yang digunakan oleh pembacanya. Pembaca Eropa dan Amerika akan mengalami diskomunikasi sebagaimana saya mengalami diskomunikasi saat membaca sebuah tulisan dalam bahasa Jepang.

Era teknologi memberikan kemudahan bagi warga dunia dalam berbagai aspek kehidupan. Teknologi informasi tidak saja memberikan kemudahan akses informasi karena sebarannya yang mampu meretas batas negara, melampaui bentang samudera, atau melompati ketinggian gunung. Teknologi informasi juga memberikan kemungkinan setiap orang melakukan penerjemahan informasi yang diterima dalam bahasa yang tidak dipahami,

Kemudahan di atas didukung oleh berbagai aplikasi digital yang dapat menjalankan kerja terjemahan. Aplikasi itu secara otomatis bekerja membuat terjemahan dari satu bahasa ke bahasa lainnya. Aplikasi populer yang sering digunakan adalah Google Translate,, U Dictionary, Webster Online Dictionary, dan Oxford online Dictionary. Dengan aplikasi atau tools ini seseorang tidak perlu mencari penerjemah untuk memahami bacaan. 

Penulis yang memiliki ambisi agar karyanya dapat dibaca oleh pembaca international dapat menggunakan tools di atas. Satu hal yang patut dicatat bahwa penggunaan alat penerjemah tersebut tentu bukan satu-satunya pendukung. Agar penyebaran tulisan dapat menjangkau lintas bahasa dan negara, penulis perlu memperhatikan hal lain yang bersifat mendasar, yaitu, 1) membuat tulisan dalam bahasa sendiri, 2) belajar terjemahkan sendiri, 3) jika kesulitan, minta bantuan ahli untuk menerjemahkan, 4) bangun International Network, dan 5) konsisten mengeksplor kemampuan bahasa kita.


Jumat, 11 Maret 2022

Poin Buku pada Kenaikan Pangkat (pertemuan ke 24)


Jaringan alam maya benar-benar tidak bersahabat. Membuka WA melalui laptop seperti membuka gerbang kehilangan anak kunci gembok. Saya baru bisa mengakses jaringan secara normal pada pukul 21.43 wita. Inilah kendala hidup dengan fasilitas jaringan seadanya. Saya di ambang keputusasaan menghadapi kondisi seperti ini.

Dengan tertatih saya memasuki ruang pertemuan WAG belajar menulis PGRI gelombang 23-24. Pertemuan sudah sampai pada sesi tanya jawab. Saya mencoba menelusuri jejak pertemuan dari awal. Akhirnya flyr kegiatan saya temukan telah tertimbun gundukan pesan narsum dan dialog.

Dr. H. Imran Rosidi, M.Pd. Beliau pemateri pertemuan. Moderatornya seorang alumni belajar menulis gelombang 8, Mr. Bams. Mudah-mudahn saya tidak keliru. Nama lengkap moderator adalah Bambang Purnomo.

Pemateri atau narasumber, berdasarkan data yang dibagikan moderator, adalah anggota tim penilai kenaikan pangkat pusat dr Gol IVb ke atas dan koordinator tim penilai kenakan pangkat guru/ks Jatim. Narsum juga seorang guru dan dosen. Beliau juga memiliki pondok pesantren. Sejumlah jabatan pada berbagai organisasi juga berada di pundaknya. 

Saya tidak dapat membayangkan bagaimana beliau mengatur waktu menjalankan tugas sebanyak itu. Butuh kemampuan di atas rata-rata mengelola waktu untuk menjalani kehidupan seperti itu. Rupanya beliau satu dari banyak orang di negeri ini yang memiliki talenta seperti itu. Dengan sejumlah tugas dan tanggung jawab yang diembannya, narsum juga seorang penulis dengan sederet karya yang teah dihasilkannya.

Materi malam ini lebih mengarah kepada angka kredit untuk karya tulis bagi guru ASN. Namun demikian, bukan berarti guru non-PNS dapat mengabaikan materi ini. Hal ini tentu saja banyak informasi penting laing yang dapat diperoleh peserta tentang dunia tulis menulis.

Sebagaimana dipahami di kalangan guru PNS bahwa salah satu persyaratan kenaikan pangkat pada golongan tertentu adalah harus mengikuti kegiatan pengembangan diri (PD), membuat publikasi ilmiah (PI), dan menyusun karya inovatif (KI).

PD atau pengembangan diri diperoleh dari kegiatan kolektif guru (KKG, MGMP) dan diklat fungsional guru. Tidak semua diklat fungsional berpeluang mendapatkan penilaian. Hal ini sangat tergantung pada lembaga penyelggara diklat. Penyelenggara diklat tersebut biasanya dilaksanakan oleh perguruan tinggi, lembega resmi diklat, dan organisasi profesi guru. Pengajuan nilai angka kredit pada pengembangan diri, harus disertai dengan laporan kegiatan pengembangan diri yangg dilampiri surat tugas dari atasan dan sertifikat.

Penilaian angka kredit selain PD adalah PI atau Publikasi Ilmiah dan KI atau karya Ilmiah. PI terdiri dari 10 jenis, yang terdiri dari 1) presentasi di forum ilmiah, 2) Laporan hasil penelitian (PTK), 3)  tinjauan ilmiah 4) tulisan ilmiah populer, 5) artikel ilmiah, 6) buku pelajaran, 7) modul/diktat, 8) buku dalam bidang pendidikan, 9) karya terjemahan, dan 10) buku pedoman guru. Untuk KI (Karya Inovatif) ada 4 jenis yaitu, 1) eknologi tepat guna, 2) alat pelajaran/peraga/praktekum, 3) pengembangan penyusunan standar, pedoman, soal, dan sejenisnaya pada tingkat nasional, dan 4) karya seni.

Ada asumsi yang bekembang bahwwa syarat kenaikan pangkat guru golongan III dan IV dengan melakukan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Satu hal yang perlu diketahui bahwa hal ini mulai berlaku untuk ASN yang mengalami mutasi dari golongan III ke golongan IV dengan catatan tidak harus dengan mengajukan laporan PTK tetapi bisa dengan PD atai PI di atas.

Terkait dengan buku, jenis yang dapat dinilai adalah 1) Buku hasil penelitian, 2) Buku pelajaran, 3) Buku bidang pendidikan, 4) Buku terjemahan, 5) Buku kumpulan puisi, buku kumpulan cerpen, dan buku novel. Buku lainnya bisa dalam bentuk modul dan terjemahan.

Pada buku antologi puisi yg bisa dinilai apabila berjumlah minimal 20 puisi setiap penulis dg nilai AK 2 dan apabila lebih dr 40 puisi dg nilai AK 4 dan memiliki ISBN. Sdangkan antologi cerpen, minimal 5 cerpen dengan nilai AK 2 dan lebih dr 10 cerpen dengan AK 4.

"Pada prinsipnya, naik pangkat itu mudah dengan syarat memiliki kemampuan menulis dan meneliti," pungkas narsum mungkin sambil tersenyum.

Lombok Timur 11 Maret 2022



Kamis, 10 Maret 2022

Menulis Autobiografi (Pertemuan ke-23)

 Hidup adalah rangkaian kisah


Suparno,  S.Pd.,M.Pd. lahir di Magetan,  25 Juli 1966, lulusan D3 86  IKIP Surabaya,  S1 Wima Madiun , S2 Unipa Surabaya. Ini adalah sebagian biodata narsum pada pertemuan ke-23 belajar menulis PGRI. Pertemuan di bawah otoritas moderator Kak Ros ini bertajuk "Menulis Autobisografi"
Yang saya hormati Bapak Ibu narasumber di WA grup penulis yang saya hormati Bapak Ibu beserta penulis yang luar biasa yang saya hormati yang pertama Mari kita memanjatkan rasa syukur kita kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta'ala atas rahmat Hidayah kesehatan keselamatan yang dilimpahkan kepada kita semua sehingga pada hari ini kita bisa menyelenggarakan pembelajaran menulis yang kedua semoga shalawat dan salam tetap terlimpahkan kepada Uswah Hasanah kita Rasulullah Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam keluarga sahabatnya pengikutnya hingga kita semua 

Paragraf di atas adalah rangkaian kalimat pembuka narsum yang terekam dengan fitur voice typing. Fitur ini berfungsi menuliskan secara otomatis pesan suara melalui google document yang tersedia dalam google workspace for education yang dapat diakses melalui akun belajar.id yang diberikan secara gratis kepada satuan pendidikan di bawah naungan Kemendikbud Ristek. Kalimat pembuka tersebut tersimpan dalam file https://bit.ly/3hQYzST.

Peserta pelatihan sudah berada pada sepertiga bagian terakhir kegiatan belajar menulis. Saya melihat semangat peserta makin menyala. "Ambisi" peserta menerbitkan buku solo terus memuncak. Saya membayang kebanggaan yang menjulang menyentuh langit jika nanti peserta berhasil menggoda penerbit untuk mencetak serakan resume yang telah berubah bentuk menjadi buku.

Saya sendiri mengalami semacam kemunduran semangat sejak pertemuan ke-20. Saya selalu terlambat mengumpulkan resume pada tiga pertemuan terakhir. Kondisi ini sebenarnya disebabkan oleh beberapa pekerjaan di sekolah yang sifatnnya sangat mendesak. Di samping itu, ada juga urusan keluarga yang membuat saya harus terlibat di dalamnya. 

Sebagai bagian dari kehidupan sosial, saya juga harus memperlihatkan empati atas meninggalnya salah satu warga sekaligus kerabat dekat di kampung. Tradisi tahlilan sampai sembilan malam mengharuskan saya meninggalkan meja komputer setiap kali harus berhadapan dengan jadwal pertemuan belajar menulis. 

Sementara di lokasi tahlilan, kebiasaan yang berlaku sejumlah warga tidak langsung pulang. Mereka terpasung dalam obrolan dari satu topik ke topik lain sebagai bentuk takziyah untuk keluarga yang mengalami musibah. Pada titik ini, saya selalu ikut terpasung di rumah duka mengambil bagian dari obrolan itu. Saya  merasa tidak nyaman untuk pulang lebih dulu. "Takut tidak dibukakan pintu", adalah seloroh pamungkas di kalangan para suami kalau melihat salah seorang di antara kami pulang duluan.

Lalu apa urgensinya menulis autobiografi? Narsum menulis,

"Cerita   orang orang hebat itu  menginspirasi, KH Usairon  mengatakan  cerita orang orang sholih itu meningkatkan iman, oleh karena itu eman  rasanya kesuksesan yang Bapak Ibu raih apabila tidak ditulis dalam  biografi. Agar bisa menginspirasi orang lain. Menginspirasi keluarga  dan keturunan kita."

Saya memaknai penggalan materi yang disampaikan narsum di atas bahwa di balik perjalanan hidup seseorang selalu ada pengalaman yang meninggalkan jejak positif. Kehidupan dengan alur paling datar sampai hidup penuh konflik yang dialami seseorang, selalu ada kemungkinan dinamika yang dapat dijadikan pelajaran.

Hidup adalah rangkaian cerita, jalinan kisah, atau rentetan pengalaman seseorang atau sekelompok orang dalam interaksinya dengan orang lain, hubungannya dengan alam, bahkan komunikasi dengan dirinya sendiri. Tidak seorangpun lebih memahami dirinya selain dirinya sendiri. Maka penting untuk membuat lukisan tentang perjalanan hidup itu dalam sebuah kanvas  autobiografi atau otobiografi.

Autobiografi adalah catatan riwayat hidup yang ditulis oleh diri tokoh sendiri. Autobiografi tidak hanya dapat ditulis oleh orang-orang tersohor atau tokoh-tokoh besar. Orang biasa pun juga dapat menuliskan autobiografinya sendiri. https://bit.ly/3vPadWG. Artinya setiap orang dapat mengisahkan dirinya sendiri jika mampu menarasikannya dengan baik.

Autobiografi secara uumum memiliki ciri yang sama dengan karya prosa pada umummnya. Ada tokoh, alur cerita, sudut pandang, latar belakang (situasi, tempat, dan waktu), konflik dan berbagai unsur sastra lainnya. Hal yang membedakannya dengan karya sastra fiksi adalah terletak pada kisah nyata perjalanan hidup, memperkenalkan tokoh, bertujuan memotivasi orang lain. Autobiagrafi bisa ditulis oleh tokoh itu sendiri atau orang lain.

Jika anda melamar suatu pekerjaan,  atau dipromosikan ke jenjang pangkat  yang lebih tinggi,  buku  biografi  bisa disertakan dan itu menjadi  nilai plus bagi anda. buku biografi juga sebagai syarat penting di bidang pendidikan

Tahapan dalam penyusunan autobiografi adalah 1) penentuan judul, 2) Latar belakang kelahiran, pendidikan dan pekerjaan, dan 3) Hasil Karya atau Prestasi yang dimilikinya.


Lombok Timur, 10 Maret 2022

Selasa, 08 Maret 2022

Menulis Saat Sakit (Pertemuan ke-22 BM PGRI)

 


Pertemuan ke-22 belajar menulis PGRI seperti menyaksikan kisah dongeng. Alur ceritanya penuh dengan keajaiban. Saya dan semua peserta seolah berada dalam sebuah pentas teater dengan tokoh berjiwa pejuang, pantang menyerah, tidak tunduk belaka terhadap kegetiran yang dihadapinya.

Tema pelatihan sekilas terlihat ringan, seringan sakit kepala karena terlambat minum kopi. Saya membayangkan kata sakit yang disematkan pada tema pelatihan ini hanya sekitar flu, sakit gigi, atau meriang. Ternyata dugaan saya mengalami distorsi, perkiraan saya tidak seperti yang saya pikirkan.

Setelah Pak Dail Maruf, moderator kegiatan pelatihan, memberikan memberikan kesempatan kepada Pak Suharto untuk berbagi pengalamannya dengan membeberkan perjalanan hidupnya yang luar biasa.

Suharto, M.Pd, nama lengkap narsum, jika digambarkan sebagai tokoh utama dalam sebuah prosa fiksi adalah tokoh "antagonis".  Dalam pengertian konvensional, tokoh antagonis dimaknai sebagai tokoh jahat dalam sebuah cerita. Akan tetapi, dalam konteks kajian fiksi, Nurgiyantoro mendeffinisikan tokoh antagonis sebagai tokoh yang memiliki karakter penantang terhadap sebuah situasi yang tidak sesuai dengan keinginan dan harapannya. Tokoh antagonis dengan demikian tidak selalu dapat dimaknai sebagai tokoh jahat tetapi juga dapat diandaikan sebagai tokoh baik. Sang penantang adalah sang pemberontak yang bisa jadi juga seorang pejuang yang berusaha mengubah kondisi kehidupan diri dan orang lain ke arah yang lebih baik.

Saya melihat sisi antagonis dari kisah hidup Cang Ato. Dalam kondisi fisik dalam ketidakberdayaan, Cang Ato tetap memiliki kekuatan menantang kegetiran hidup yang menderanya. Ini sesuatu yang luar biasa. Cang Ato mampu menantang dan mengalahkan rasa sakit dengan cara yang sangat elegan. Menulis. Suatu kisah langka ditemukan dalam realitas sehari-hari. Butuh kekuatan dan semangat hidup membaja untuk melewati jalan hidup seperti yang dilalui Cang Ato. Sebagai seorang ayah, dalam ketidakberdayaan sekalipun, beliau menyadari tanggung jawabnya sebagai pemimpin keluarga. Beliau tetap berfikir memiliki tanggung jawab menafkahi keluarganya.

Kisah Cang Ato kalau boleh dapat dihubungkan dengan sebuah judul novel klasik mahakarya Sutan Sati "Sengsara Membawa Nikmat". Kesengsaraan dalam rundungan rasa perih, kelumpuhan, dan kepedihan fisik maupun mental tidak membuatnya putus asa. Dengan mengandalkan gerakan lemah jemarinya beliau terus menuangkan pengalaman hidupnya, menyusun kisahnya sendiri, tanpa peduli kisahnya dibaca orang atau tidak. Semua itu dilakukannya sebagai media atau alat pengubur setiap inchi rasa sakit yang dideritanya. Menulis, bagi Cang Ato, merupakan peredam rasa sakit, pengalih kesadaran dari harapan sia-sia untuk sembuh, dan penutup luka dalam yang terus menganga dalam waktu yang lama.

Apa yang dilakukan Cang Ato di luar dugaannya. Perjalanan hidupnya mampu "menawan" perasaan peserta dan bisa jadi semua orang yang mendengarnya, Kisah hidupnya mendapat simpati dan empati dari banyak orang. Beliau mendapati dirinya dalam kerumunan orang-orang yang memberikan semangat hidup. Kisah hidupnya kemudian berhasil diterbutkan menjadi buku.

Cang Ato telah mengisnpirasi banyak orang bahwa hal paling penting dari hidup ini adalah kesabaran, semangat juang, dan kesadaran bahwa hidup ini dinamis. Pernyataan paling klasik adalah "roda terus berputar".

Selasa, 08 Maret 2022


Minggu, 06 Maret 2022

Belajar Menulis PGRI

 



Menulis merupakan salah satu keterampilan berbahasa. Dalam ilmu linguistik, menulis secara sederhana diartikan sebagai kegiatan menuangkan ide secara tertulis yang bertujuan memberikan informasi kepada seseorang atau sekelompok orang.

Menulis, pada banyak orang, acapkali dipersepsikan sebagai kegiatan yang sulit dan dipercaya merupakan keterampilan bawaan. Persepsi ini bisa jadi setara dengan persepsi banyak orang tentang sulitnya pelajaran matematika, kimia, atau fisika. Banyak orang bisa berbicara tanpa jeda tetapi kehilangan kata-kata saat diminta menulis. Pikiran dan jemarinya kaku ketika kegiatan berbicara diganti dengan menulis.

Sebagai keterampilan bawaan, menulis dipercaya sebagai keterampilan yang melekat begitu saja tanpa proses belajar. Anggapan ini mengandaikan bahwa keterampilan menulis tidak dapat dipelajari atau dilatih. Menulis bagai sebuah kesaktian yang diwarisi seorang tokoh pendekar dalam cerita dongeng secara turun temurun tanpa latihan khusus.

Pada dasarnya, keterampilan menulis sama dengan keterampilan lainnya. Diperlukan proses belajar agar keterampilan menulis itu berkembang. Dibutuhkan latihan serius dan konsisten agar kemampuan itu dapat dicapai. Seseorang harus terus berlatih menata kata dan menyusun kalimat agar kemampuan menulisnya terasah. 

Menulis memang tidak saja membutuhkan kemampuan berfikir tetapi juga kemampuan berimaginasi. Seorang penulis harus mampu menggunakan kekuatan imaginasinya dalam membuat narasi tentang pikiran dan pengalamannya.

Nurgiyantoro, dalam buku Teori Pengkajian Fiksi, menjelaskan bahwa keterlibatan daya imaginasi penulis tidak saja dalam proses penulisan karya fiksi tetapi juga dalam tulisan yang mempergunakan data dan peristiwa faktual seperti surat kabar dan majalah. Imaginasi dalam pandangan Nurgiyantoro bukan semata-mata sesuatu yang bersifat khayali atau rekaan belaka. Imaginasi juga sekaligus “kemampuan mencipta”. Pada titik ini, kemampuan mencipta sesungguhnya melibatkan proses kreatif yang tentu saja membutuhkan kemampuan berfikir.


Uraian di atas merupakan sebagian kecil materi yang saya peroleh dari pelatihan belajar menulis daring asuhan Wijaya Kusuma atau Om Jay. Sebuah kelas menulis gratis melalui aplikasi Whatsapp. Mungkin banyak orang memiliki keraguan bahwa pelatihan dengan menggunakan aplikasi WA tidak efektif atau capaian tujuan tidak optimal.

20 hari pertama saya belajar banyak hal dari pelatihan tersebut. Salah satunya, keberhasilan pelatihan bukan tergantung pada kemewahan dan kecanggihan media yang digunakan. Pelatihan belajar menulis PGRI membuktikannya. Kegiatan ini telah berhasil melahirkan penulis-penulis muda. Bahkan  di antara penulis itu mulai karier menulis saat usianya 55 tahun.

Apa kuncinya? Ternyata menulis itu sangat tergantung pada motivasi internal seseorang. Kemauan yang kuat, komitmen dan konsistensi, dan motivasi diri adalah kunci keberhasilan.

Dalam proses belajar itu saya bertemu dengan banyak orang dari berbagai penjuru tanah air dengan latar belakang sosial, budaya, dan agama yang beragam. Berada dalam kelas menulis itu, saya seakan berjumpa dengan orang-orang berambut keriting sampai berambut lurus atau berada dalam sebuah ruang bersama rekan-rekan tanah air dengan logat khas daerah masing-masing.

Namanya saja belajar menulis. Untuk melatih kemampuan menulis peserta harus praktek membuat tulisan. Tugas menulis yang diberikan tergolong sangat sederhana. Tugas menulis hanya terkait dengan materi pelatihan yang disampaikan setiap narasumber. Peserta pelatihan tidak dituntut untuk membuat tugas berat dengan mencari ide populer atau tema-tema yang tengah digandrungi publik.  Konsep pelatihan seperti ini membuat peserta mengikuti pelathan seolah tanpa beban. Saya sendiri (mungkin juga peserta lain) merasa membuat tugas menulis seperti menulis notulensi hasil rapat. Ini sesuatu yang bagus untuk meletakkan pondasi kemampuan menulis.

Peserta menikmati pelatihan karena diberikan kebebasan untuk membuat tugas resume dengan gaya penulisan masing-masing peserta. Peserta juga diberikan kebebasan mengembangkan materi resume dengan sumber tulisan selain materi dari narasumber, baik yang bersumber dari informasi tercetak maupun sumber informasi digital dengan cara googling. Ketika dunia pemdidikan dijejali pikiran dengan konsep merdeka belajar, proses belajar menulis PGRI telah melakukannya dengan sangat baik.

Peserta juga tidak dituntut membuat tulisan dengan menggunakan prosedur penulisan baku. Peserta tidak harus mulai dengan menentukan topik atau tema tertentu, lalu membuat kerangka tulisan, dan mengembangkan kerangka itu menjadi tulisan utuh. Tidak. Peserta hanya membuat resume materi pelatihan pada setiap pertemuan. Sesederhana itu.

Satu hal yang luar biasa adalah sikap saling memotivasi antar peserta. Sikap ini terlihat dari tanggapan tulisan antar sesama peserta. Tidak saja motivasi antar sesama peserta, narsum juga meluangkan waktu membaca tulisan peserta dan memberikan tanggapan terhadap tulisan tersebut.

Rerata narsum yang dihadirkan merupakan orang-orang yang berpengalaman dalam dunia tulis menulis, penerbitan naskah, sampai pendistribusian hasil karya yang telah diterbitkan. Uniknya lagi sebagian narasumber ternyata alumni belajar menulis tersebut. Kelompok narsum terakhir ini bahkan telah berhasil menerbitkan buku. Luar biasa.

Akhirnya saya hanya bisa menulis tanpa karya yang layak diterbitkan.

Lombok Timur, 06 Maret 2022

Sabtu, 05 Maret 2022

Penulis Buku Mayor (Pertemuan ke-21 BM PGRI)


Belajar menulis makin menuju mumpuni. Bagaimana tidak narasumber yang dihadirkan rerata memiliki kompetensi mumpuni di bidangnya. Pada pertemuan ke-21, o4 Maret 2022, Narsumnya tidak kalah mumpuni. Namanya saja JOKO IRAWAN MUMPUNI. Sang Diirektur penerbitan Andi itu langsung terjun berbagi ilmu kepada peserta. Pejabat tertinggi dalam penerbit skala mayor itu bersedia meluangkan waktunya untuk terlibat membersamai peserta pelatihan yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Dua puluh kali bumi berkeliling mengitari pusat tata surya merupakan rentang pengalaman yang sangat panjang menjalani dunia penerbitan dan penulisan.

"...teknologi informasi berkembang pesat seperti sekarang ini; orang hanya mengenal penerbit Mayor dan penerbit Minor, masing-masing punya pendapat masing-masing apa yang membedakan penerbit mayor dan penerbit minor. Namun semua pendapat itu merujuk pada satu kesimpulan yang pasti yaitu Jumlah terbitan buku pertahun penerbit mayor jauh lebih banyak dibanding penerbit minor. berapa jumlahnya? masing-masing punya pendapat sendiri."

Demikian narasi pembuka materi pelatihan yang disampaikan Pak Mumpuni, sesaat setelah moderator mempersilakannya mulai mengambil-alih jalannya pelatihan. Ribuan penerbit di Indonesia, menurut narsum, hanya sedikit yang dapat menyandang penerbit mayor. Penerbit Andi merupakan salah satu dari sedikit penerbit mayor itu.

Persepsi penulis tentang penerbit mayor jauh lebih bergengsi dan membanggakan tinimbang penerbit minor atau penerbit indie. Persepsi ini muncul karena naskah karyanya akan dikelola lebih profesional. Penerbit mayor secara umum memiliki fasilitas penerbitan yang lebih baik, mempunyai modal yang lebih besar, percetakan, dan sumber daya manusia dengan jangkauan pemasaran yang lebih luas.

Namun demikian, hasil karya seorang penulis tidak bisa dengan mudah dapat diterbitkan pada penerbit mayor. Hasil karya yang dapat diterbitkan harus melalui seleksi yang ketat. Penulis harus bersaing dengan sejumlah besar penulis lain untuk menjadi pemenang sehingga karyanya dapat diterbitkan. Penerbit ANDI, misalnya, harus melakukan seleksi tulisan antara 300 sd 500 naskah. Dari semua tulisan tersebut,  hanya 50 sd 60 judul saja yang bisa masuk mesin cetak. Sisanya dikembalikan kepada  penulis atau ditolak. Hal ini membuat penulis memilih alternatif lain dengan menggunakan jasa penerbit indie.

Kepada peserta, narsum memberikan kesempatan  untuk melakukan refleksi diri tentang kondisi psikologis masing-masing terhadap level kepercayaan diri untuk menawarkan karyanya terhadap penerbit mayor.

Narsum mencoba mempersuasi peserta dengan menulis, "saya yakin semua sudah ada di lavel paling atas... hanya kurang PD atau kurang nekad aja sehingga karyanya nggak muncul muncul."

Penerbitan adalah badan usaha yang berorientasi profit dengan melibatkan banyak pihak yang semuanya penting. Narsum memberikan gambaran melalui skema tentang posisi penerbit sebagai berikut.


Skema di atas, dalam pemahaman saya, menunjukkan bahwa penerbit bagai titik pusat tata surya. Penerbit bagai segumpal bintang mahabesar yang dikelilingi oleh sejumlah besar planet. Planet-planet itu terdri dari pengarang/penulis, agent pustaka, penerjemah, seniman, dan pemodal (bank, investor). Ada juga lembaga pembeli (sekolah, perpustkaan, dll), penyalur atau pedagang, komunitas literasi, distribusi masal, penjual dengan langganan, eksportir. Semua unsur itu mengerucut kepada pemakai buku perorangan.

Seluruh jaringan kepenerbitan di atas jika disederhanakan akan membentuk skema seperti berikut ini.
dalam skema lain penerbitan itu semacam rantai makanan dalam dalam sebuah ekosistem. namun demikian, hubungan dalam skema itu tidak sekejam persitiawa makan memakan. Empat unsur itu (penulis, penerbit, penyalur, dan pembaca) memiliki hubungan timbal balik yang saling menguntungkan atau simbiosis mutualisme.

Dalam dunia penerbitan, sebagaimana dunia bisnis pada umumnya, tentu saja banyak hambatan. Faktor penyebabnya lebih sering disebabkan oleh sikap individual yang membentuk karakter kolektif. Sikap itu menyangkut minat baca dan menulis serta apresiasi hak cipta. Semua faktor tersebut menyebabkan rendahnya sikap dan budaya literasi di Indonesia jika dibandingkan dengan negara tetangga.

Terkait dengan kriteria penerbit yang dapat dipercaya, narsum menyebutkan beberapa indikator. Penerbit memiliki visi dan misi yang jelas, bisnis core lini tertentu, pengalaman, jaringan distribusi yang luas, fasilitas percetakan yang mandiri, keberanian mencetak jumlah eksemplar, dan kejujuran dalam pembeyaran royatlti.

Bagi penulis, penerbitan memberikan nilai positif berupa kepuasan, reputasi, karier, dan keuntungan royalti atau uang. Jika karya penulis diterbitkan penerbit mayor akan ada kepuasan, ada gengsi, dan status sosial. Di samping itu penulis juga akan memiliki Reputasi, sebuah citra yang mengambarkan kelas, kemampuan, dan kualitas dirinya sebagai penulis. Reputasi itu pada akhirnya akan sangat mendukung karier kepenulisannya sekaligus kompensasi materi yang diperolehnya melalui karyanya.

Selanjutnya narsum membawa peserta kepada materi sekitar kriteria naskah yang diterima atau ditolak, Paling tidak kriteria naskah berdasarkan kemungkinan untuk diterbitkan terbagi dalam kuadran. Pertama, tema populer dan penulis pepuler. Ke dua, tema tak populer dengan penulis populer. Ke tiga, tema populer dengan penulis tak populer, Ke empat, tema tak populer dengan penulis tak populer. Menurut narsum naskah yang tidak diterbitkan hanya kuadran ke empat.
Materi lain yang disampaikan narsum adalah teknik mencari tema dan penulis populer dengan mennggunakan fasilitas yang disediakan google. Narsum menyarankan peserta membuat akun google scholar agar lebih mudah dalam menelusiri tema-tema populer yang dapat dijadikan acuan dalam membuat tulisan.

Di akhir pertemuan narsum memberikan pilihan kepada peserta; menjadi penulis idealis, penulis industrialis, atau kombinasi dari keduanya (idealis-indstrialis)


Kamis, 03 Maret 2022

Dapur Penerbit Mayor (Pertemuan ke-20)


Flyer pertemuan di atas dibagikan kembali Pak Dail Maruf, salah seorang admin, moderator, sekaligus motivator pada WAG Belajar Menulis 24 PGRI. Pada pertemuan ke-20, panitia menghadirkan narasumber, Edi S. Mulyanta, dengan moderator Mulyadi.

Sebagai pembuka, moderator menjelaskan bahwa pertemuan ke-20 dapat disebut cek point pertama, Jika resume ke-20 selesai, peserta bisa langsung mengembangkannya menjadi sebuah buku solo. Sebuah kesempatan emas bagi peserta yang terus melaju di atas bentangan resume tanpa adanya koyak pada salah satu dari 20 resume tersebut.

Moderator mempersilakan peserta mengisi abensi sebagai bukti kehadiran pertemuan. Moderator memperkenalkan narsum lebih detail. Narsum yang didapuk memberikan materi "Mengenal Dapur Penerbit Mayor" memiliki pengalaman yang panjang dalam dunia penerbitan. Beliau menjadi salah satu orang yang memiliki peran penting pada Penerbit Andi sejak tahun 2002. Berbagai jabatan telah disandang, mulai dari staff Litbang sampai posisi publishing consultant & e-book development sampai saat ini.

Lebih dari itu, narsum juga seorang akademisi dan penulis. Menurut moderator, buku-buku karya narsum telah bertebaran di berbagai toko buku. Buku tersebut sebagian besar berhubungan dengan dunia teknik. Karyanya sesuai dengan latar belakang pendidikan magisternya dibidang teknik elektro. Jika Tuan dan Nyonya berkenan mengenal lebih dekat narsum silakan berkunjung ke tautan https://www.pbuandi.com/2021/11/edi-s-mulyanta.html?view=flipcard

Sampai pada paragraf terakhir di atas, saya meninggalkan layar komputer karena harus menghadiri acara tahlilan atas meninggalnya salah seorang warga sekaligus kerabat dekat di kampung saya. Kembali dari tahlilan waktu sudah menunjukkan sekitar pukul sepuluh malam. Saya kembali berjibaku dengan pesan WAG, memutar roda mouse, menata kalimat dalam paragraf demi paragraf.

Membuka topik pertemuan, narsum menegaskan bahwa indikator penerbit mayor salah satunya mampu menerbitkan buku sampai lebih dari 200 judul setiap tahun.

Seperti bisnis pada umumnya, perusahaan penerbit pada masa pandemi mengalami stagnasi. Kondisi ini telah dijelaskan Pak Agus Subarna pada pertemuan ke-19. Namun, tidak demikian dengan penerbit Andi. Perusahaan tetap menerbitkan buku sampai 200 judul. Kendala besarnya, penerbit harus berhadapan dengan tutupnya oulet akibat efek global terpaan pandemi. Narsum menulis, "Semasa pandemi, kami tetap menerbitkan buku di atas 200 judul, meskipun terkendala produksi yang sempat tutup karena outlet toko buku juga terdampak pandemi."

Tahun 2019 merupakan tahun yang paling berat dalam dunia penerbitan buku. Hal ini dipicu oleh perubahan besar dalam teknologi digital atau teknologi informasi dan komunikasi. Undang-undang nomor 3 tahun 2017 tentang sistem perbukuan dengan kebijakan tentang penggunaan media digital menggantikan media cetak telah secara niscaya melumpuhkan bisnis percetakan secara umum. 

Kebijakan tersebut dipertajam lagi dengan Peraturan Pemerintah no 75 yang keluar pada tahun 2019. Dalam pasal 2 disebutkan tentang bentuk buku terdiri dari buku cetak dan buku elektronik. Kebijakan ini jelas mengancam pelaku bisnis penerbitan media cetak karena buku elektornik atau buku digital jauh lebih praktis penggunaannya tinimbang buku media cetak. Kehadiran media elektronik dalam dunia lterasi akan lebih memberikan kemudahan dalam mengakses informasi bagi masyarakat. Seseorang tidak perlu membawa buku, surat kabar, atau media literasi lainnya kemana-mana untuk memenuhi hasrat membacanya.

Namun demikian, kebijakan pemerintah di atas tidak menimbulkan kepanikan bagi penerbit Andi. Penerbit memandang bahwa buku format digital masih merupakan embrio yang belum menghasilkan keuntungan yang sama dengan buku fisik. Sehingga masa depan buku fisik masih sangat menarik untuk tetap diproduksi. 

Berdasarkan skema di bawah ini buku cetak tetap masih relevan sebagai sumber informasi dalam ledakan teknologi yang mencengkeram dunia informasi.

Narsum tetap optimis bahwa media atau buku cetak belum dapat digantikan sepenuhnya oleh buku digital. Kebutuhan buku cetak dalam dunia pendidikan masih menempati posisi utama. Berdasarkan PP yang ada, narsum menggambarkan jenis buku yang masih menjadi kebutuhan primer pada satuan pendidikan dari tingkat terendah sampai perguruan tinggi. Berdasrkan PP inilah penerbit menjalankan mesin cetaknya agar tetap berjalan normal.
Perubahan paradigma baru pembelajaran juga memberikan peluang cukup besar bagi penerbitan buku cetak. Ide "merdeka Belajar" dan "Kampus Merdeka", menuntut bisnis penerbitan berkompetisi secara sehat menerbitkan buku yang mendukung literasi dasar. Situasi ini merupakan peluang dan makin menarik dunia penerbitan dan bidang tulis-menulis.

Kebutuhan literasi dasar ini tentu saja memberikan peluang kepada para guru untuk menghadirkan sumber literasi bagi siswa. Guru, sebagai pemimpin pembelajaran, merupakan pihak uang paling memahami kebutuhan dasar tersebut. Dalam konteks ini, dan guru dapat menjalin "simbiosis mutualisme" dalam rangka memenuhi kebutuhan buku sebagai sumber belajar.

Namun demikian, peluang di atas bukan tanpa kendala. Bagi penerbit, masalah utamanya adalah menemukan penulis dengan tema marketable. Sebagai sebuah usaha yang berorientasi keuntungan, penerbit harus memperhatikan pasar. Untuk mengatasi hal ini penerbit biasanya akan melakukan scouting, atau pencarian tema dan penulis. Upaya ini dilakukan melalui kerjasama dengan team riset pemasaran untuk menentukan tema-tema yang masih relevan di pasar. Penerbit tidak dapat mengesampingkan data pasar buku di Indonesia. Data pemasaran ini menjadi penting untuk memberikan gambaran arah produksi buku yang dapat dikembangkan lebih lanjut.

Pada penerbit mayor biasanya tersedia dana untuk memilih terbitan buku yang menjadi sasarannya, sehingga semua biaya produksi hingga pemasaran dilakukan oleh penerbit tersebut. Narsum menyampaikan bahwa konsep dasar pembiayaan dalam penerbitan buku adalah penerbitnya yang membiayai. Namun demikian tidak semua tulisan yang diajukan kepada penerbit dapat diterbitkan. Pihak penerbit harus melakukan penilaian terlebih dahul terhadap sebuah tuliasn untuk memastikan kesesuaiannya dengan misi dan visi penerbit. Itulah sebabnya banyak tulisan yang tidak dapat diterbitkan atau ditolak penerbit. Pada titik ini, penerbit memberikan skema yang berbeda, misalnya dibiayai oleh penerbitnya sendiri, baik melalui skema dana pribadi, CSR Perusahaan, Dana Penelitian Daerah, Dana Sekolah dll.

Narsum memberikan alternatif teknis yang tepat untuk penulis pemula. Sejumlah penulis dapat membuat proyek menulis berbarengan atau keroyokan dengan pembiayaan gotong royong. Tentu saja ada plus minusnya. Plusnya, penulis dapat saling melengkapi terkait konten tulisan. Minusnya, terutama angka kredit yang kecil karena dibagi beberapa penulis.

Rabu, 02-03-2022

Selasa, 01 Maret 2022

Pemasaran Buku (Pertemuan ke-19)


Akhirnya pelatihan belajar menulis sampai pada pertemuan ke-19 malam ini, hari terakhir bulan Februari pada tahun 2022. Malam ini saya sebenarnya berhadapan dengan kegiatan tatap maya rapat guru untuk menyusun Rencana Kerja dan Anggaran Sekolah 2022. Penyusunan RKAS tahun ini agak terlambat. Seharusnya RKAS sudah tersusun pada bulan Januari. Keterlambatan ini diesbabkan oleh beberapa kegiatan lain yang bersifat mendesak.
Saya mulai membuka WAG Belajar menulis 24 ketika pertemuan sudah berada pada sesi tanya jawab. Telunjuk saya bergerak memutar roda scroll mouse untuk mencari titik awal pertemuan malam ini. Saya mendapati pesan WA moderator, Bu Raliyanti, ketika memberikan permaklukan bahwa pintu pesan WAG dikunci sementara. Moderator lalu menayangka flyer pengumuman pelatihan untuk memperkenalkan narsum, Agus Subardana, dan materi yang akan menjadi tema sentral. "Pemasaran Buku", demikian materi pelatihan pada pertemuan ke-19.

Pertemuan malam ini sesuatu yang luar biasa karena menghadirkan narasumber, Agus Subardana, S.E., M.M. Saat ini narsum menjabat sebagai Direktur Marketing Penerbit ANDI Yogyakarta. Sebelum masuk ke dalam materi inti, narsum mulai membuka pertemuan dengan menulis pesan sebagai berikut.

"Buku merupakan salah satu sumber ilmu pengetahuan dan sarana utama bagi proses pembelajaran serta sarana  penyampaian informasi. Sejak usia dini, anak – anak telah diperkenalkan pada buku dan diajarkan untuk membaca beraneka ragam terbitan buku. 
Dalam rangka mempersiapkan generasi muda yang cerdas dengan minat baca yang tinggi khususnya anak-anak, pemerintah mendorong kegiatan membaca sebagai wujud dukungan dan tindakan nyata dalam membangun budaya membaca sejak dini. Dukungan pemerintah terhadap budaya membaca buku dan meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap buku, menciptakan peluang usaha bagi pengusaha yang bergerak di bidang penerbitan buku."

Narsum menjelaskan bahwa lesunya berbagai industri akibat pandemi covid-19 tidak membuat industri penerbitan buku mengalami hal yang sama pada skala internasional. Laporan Nielsen BookScan ICM, menyebutkan bahwa penjualan buku secara global sampai akhir 2021 (YTD) mengalami pertumbuhan cukup signifikan

berdasarkan sumber yang sama narsum menyebutkan bahwa "...genre buku yang mengalami kenaikan adalah “Food & Drink” yang pertumbuhannya mencapai 33% atau menjadi 2,8 juta Euro. Selanjutnya, pada genre Fiksi tumbuh 9% (menjadi 7,1 juta Euro), genre Leisure & Lifestyle tumbuh 37% (menjadi 1,4 juta Euro), genre Personal Development tumbuh 11% (menjadi 2,2 juta Euro), dan genre Children & Young Adult Non-Fiction tumbuh 15% (menjadi 1,5 juta Euro)."


Informasi yang disampaikan narsum tentu merupakan kabar positif bagi dunia literasi. Tidak saja tentang semakin membaiknya kesadaran lietrasi global tetapi juga sesuatu yang menguntungkan bagi bisnis penerbitan dan tentu saja bagi para penulis.

Rupanya perkembangan positif skala global tidak terjadi di Indonesia. Narsum menjelaskan, 

"Dari analisa pasar dan Diungkapkan Ketua Umum Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi), seperti yang dikutip dari situs resmi www.ikapi.org, industri penerbitan nasional terdampak cukup keras dalam terpaan pandemi. Lantaran, tutupnya toko-toko buku, sekolah-sekolah, dan pengadaan buku oleh dinas/perpustakaan.
Berdasarkan hasil survei Ikapi, sebanyak 58,2% penerbit mengeluhkan penjualan yang turun lebih dari 50%. Separuh penerbit juga menyebutkan merosotnya produktivitas karyawan secara tajam dalam kondisi work from home (WFH) saat ini. Bahkan, sebanyak 60,2% penerbit menyatakan bahwa mereka hanya sanggup menggaji karyawan selama tiga bulan dan hanya 5% yang menyatakan sanggup bertahan sampai satu tahun."


Tidak demikian dengan penerbit Andi. Beberapa buku mengalami permintaan pasar yang cukup positif. Narsum menulis "...genre buku yang kontribusinya justru bertumbuh di masa pandemi. Antara lain, genre buku sekolah, buku anak, masak, self improvement, hukum, Bisnis, parenting & family, dan computing & technology,"

Bagaimana melakukan pemasaran buku agar berhasil dengan baik? Menurut narsum, strategi pemasaran penjualan buku sangat dipengaruhi oleh banyak aspek dan unik. Pemasaran buku dapat dilakukan berdasarkan jenis buku yang di terbitkan dan dikelompokkkan berdasarkan kategori buku.

Penerbit ANDI Offset sendiri memiliki katagori buku produk hingga mencapai 32 katagori yang terdiri dari katagori buku anak, buku bisnis, Buku Pertanian, Buku Fiksi - Novel, Buku Pengembangan Diri, Buku Teks, dll.

Berdasarkan katagori buku tersebut penerbit melakukan pemetaan berdasarkan segmentasi jenis katagori buku. Secara umum, kegiatan pemasaran buku sangat berkaitan erat dengan koordinasi beberapa kegiatan bisnis. Untuk itu strategi pemasaran pada umumnya di pengaruhi oleh faktor yang meliputi:
1. Faktor Mikro yaitu perantara, pemasok, pesaing dan masyarakat.
2. Faktor Makro yaitu demografi-ekonomi, politik-hukum, teknologi-fisik dan sosial-budaya.

Penerbit Andi sendiri menjalankan bisnis Penerbitan Buku dengan memperhatikan kedua faktor di atas, Faktor Mikro dan Makro. Hal ini dapat dipahami karena Penerbit ANDI Offset sudah termasuk Industri Penerbitan buku yang sudah cukup berpengalaman selama 42 tahun dengan sekitar 15.000 judul buku yang telah diterbitkan. www.andipublisher.com 

Strategi pemasaran penerbit Andi dilakukan dengan dua cara yaitu moda online dan offline. Narsum secara detail menjelaskan dua strategi penjualan tersebut dengan berbagai pertimbangan sebagai berikut.

A. Strategi Online.

Strategi online menjadi salah satu alterniatif pemasaran merupakan wujud transformasi digital sebagai dampak pandemi covid-19. Sebagai salah satu cara mendulang konsumen, cara ini merupakan pilhan tepat untuk menghindari persentuhan antar orang perorang dalam rangkan mencegah penyebaran pandemi.

Adanya transformasi digital memberikan keuntungan perusahaan antara lain,b iaya lebih relatif terjangkau atau murah, daya Jangkauan sangat luas, mudah menentukan target pasar buku, komunikasi dengan konsumen lebih efektif, lebih cepat popular, dapat meningkatkan Penjualan, evaluasi dan pengembangan marketing lebih mudah.

Dengan strategi online, pemasaran dapat dilakukan melalui komunitas. Setiap orang atau perusahaan dapat memanfaatkan komunitas untuk memasarkan buku terbitannya. Pemasaran melalui jaringan komunitas ini dapat dilakukan secara efektif efsien apabila dilakukan komunikasi lebih proaktif  dengan tetap menjaga integritas pribadi. Penerbit Andi melakukan pemasaran melalui link Zoom, Live. Youtube TV ANDI, dengan tema – tema yang menarik.

B. Startegi Offline

Penterasi pasar merupakan langkah utama dari strategi offline. Untuk strategi ini diperlukan analisis pemetaan wilayah dengan membuka cabang tiap kota besar yang potensi pasarnya sangat baik. Penerbit Andi telah mempunyai 90 cabang di kota dari Aceh s.d Papua, dengan menempatkan tenaga pemasaran di tiap kantor cabang tersebut.

Strategi pemasaran offline dapat dilakukan dengan beberapa cara. Cara paling umum adalah pemasaran di toko bukuPenerbit buku, dalam hal ini Penerbit Andi, yang mampu memproduksi sendiri dan mempunyai mesin percetakan sendiri, termasuk sebagai pemasok besar ke toko buku di Indonesia. Target toko buku juga harus selektif dan memiliki kriteria tertentu, nisalnya managemen toko yang baik, toko memiliki popularitas, dan proses transaksi yang tidak mengecewakan penerbit.

Direct selling merupakan teknik lain dalam pemasaran offline berikutnya. Direct selling adalah  penjualan langsung kepada konsumen. Cara ini dipandang efektif untuk membangun bisnis yang fleksibel dan berbiaya rendah. Hal ini dapat dipahami karena memungkinkan perusahaan untuk mengurangi biaya iklan, menghindari biaya overhead, dan membangun hubungan pelanggan yang tahan lama dan jangka panjang.

Selasa, 01-03-2022

Jumat, 25 Februari 2022

Penerbit Indie Sebagai Alternatif Penerbitan (Pertemuan ke-18 BM 23-24)


Adalah Raimundus Brian Prasetiawan, S.Pd, narasumber pelatihan belajar menulis PGRI pada pertemuan ke-18. Didampingi moderator, Brian diberikan mandat membersamai peserta pelatihan dengan materi "Menerbitkan Buku Semakin Mudah di Penerbit Indie"

Membaca profil narsum yang dibagikan moderator, dalam kebeliaannya narsum sudah malang melintang dalam dunia literasi sejak lama. Sejumlah tulisannya tersebar pada berbagai blog. Narsum juga telah berhasil menerbitkan buku solo dan antologi. Narsum juga telah memahat prestasi dalam sejumlah kompetisi tulis menulis. Pak Brian tidak saja menjadi nara sumber pada pelatihan menulis PGRI asuhan Om Jay. Guru dan penulis muda itu juga sering menjadi narasumber pada berbagai pelatihan, webinar, forum diskusi, dan kegiatan serupa.

Setelah membuka kegiatan, moderator memberikan kesempatan kepada narsum untuk menyampaikan materi. Narsum mulai menyampaikan materi pembuka dengan mengabarkan informasi positif bahwa peserta dapat membuat buku jika telah menyelesaikan resume ke-20. Informasi positif dan menggembirakan lainnya tentang fasilitas penerbitan buku.

Narsum menyampaikan peserta pelatihan belajar menulis angkatan awal cenderung kesulitan menerbitkan buku karena tidak ada keterlibatan penerbit sebagai narsum. Sekarang permasalahan penerbitan sudah dapat dianulir karena ada ada keterlibatan pihak penerbit indie dalam proses pelatihan. Penerbit memberikan pelayanan kepada penulis untuk menerbitkan buku tanpa proses yang berbelit-belit seperti prosedur yang berlaku pada penerbit mayor. Bagi penulis pemula, penerbit indie merupakan solusi yang tepat untuk menerbitkan buku.

Narsum menunjukkan ciri-ciri penerbit indie kepada peserta. Penerbit tidak melakukan seleksi terhadap naskah yang diterima. Proses penerbitan membutuhkan waktu lebih cepat (1-3 bulan) dengan biaya bervariasi. Jika ingin mencetak ulang penulis harus menanggung sendiri biaya cetak dan ongkos kirim. Pemasaran dilakukan sendiri dengan harga yang juga ditentukan sendiri oleh penulis. Buku tidak dipasarkan di toko buku.

Terkait dengan biaya penerbitan secara mandiri oleh penulis, narsum menyampaikan bahwa hal itu memang konsekuensi penerbitan tanpa seleksi. Artinya, ada harga yang harus dibayar penulis untuk mendapatkan fasilitas penerbitan dari sebuah penerbit indie.

Menurut narsum, penulis harus selektif dalam memilih penertbit. Dengan kata lain diperlukan pertimbangan dalam penggunaan jasa penerbit. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan penerbit indie meliputi, "biaya penerbitan, fasilitas penerbitan, batas maksimal jumlah halaman, ketentuan dan biaya cetak ulang,  ada tidaknya master PDF, lama penerbitan, dan jumlah buku yang didapat penulis"

Sebagai bahan pertimbangan peserta dalam memilih penerbit, narsum merekomendasikan beberapa penerbit rekanannya; Penerbit Depok dan Penerbit Malang.

Dua penerbit yang direkomendasikan narsum memiliki perbedaan. Salah satu penerbit hanya mencetak buku sekali saja. Sedangkan penerbit lainnya memberikan kesempatan penulis untuk mencetak ulang bukunya. Peserta tinggal memilih cetak ulang atau cetak sekali

Jumat, 25 Februari 2022

Rabu, 23 Februari 2022

Penerbit Indie (Pertemuan ke-17)


Waktu terus berlalu. Bumi masih tetap melakukan kerja rotasinya untuk membuat pergantian siang dan malam. Planet paling memungkinkan untuk bertahan hidup bagi segala makhluk fisik ini juga masih konsisten berjalan pada orbitnya melakukan kerja revolusinya. Kerja rotasi dan revolusi itu membuat waktu terus beringsut dan mengantarkan peserta pelatihan belajar menulis asuhan Om Jay sampai pada titik ke-17.

Informasi tentang jadwal pertemuan dalam flyer sudah disebar di WAG sejak pukul 11.26 wita. Wajah Pak Mukminin sekarang lebih jelas. Sejauh ini saya hanya melihat beliau wara-wiri dalam bentuk pesan-pesan tertulis di WAG Belajar Menulis 24 dan beberapa WAG sejenis. Ya. Mukminin, S.,Pd., M.,Pd., narasumber pertemuan ke-17 dengan materi "Mengenal Penerbit Indie". hari Rabu, 23 Februari 2022, didampingi Bu Helwiyah seabagai moderator.

Pukul 18.55 moderator sudah menutup pintu pesan WAG untuk peserta agar kegiatan pelatihan berjalan kondusif. Sebagaimana ritual setiap pelatihan sebelumnya, moderator membuka pelatihan dengan "prosedur standar", mengucap salam, membaca doa, menyampaikan susunan acara, dan memperkenalkan narsum dengan materi pelatihan.

Sebagaimana narsum sebelumnya, narsum kali ini juga bukan narsum "kaleng-kalengan". Membaca curikulum vitae-nya setiap peserta akan memiliki persepsi dan pikiran yang sama bahwa Pak Mukminin jelas memiliki kelayakan tak diragukan untuk menjadi narsum pada belajar menulis ini. Sebagai alumni belajar menulis asuhan Om jay, Cak Inin menjadi salah satu alternatif narasumber yang dipandang mampu untuk memberikan pencerahan pikiran kepada peserta. https://cakinin.blogspot.com/2020/10/curiculum-vitae.html

Sebelum menyampaikan materi, Cak Inin berkisah tentang kronologis perjalanan pena-nya sampai menjadi penulis dan berhasil menerbitkan buku. Salah satu bukunya sudah terjual sampai 500 ekp.

Beliau bertutur bahwa karier menulis mulai dirintisnya pada usia 55 tahun (dua tahun yanga  lalu). Dalam anggapan kebanyakan orang usia tersebut bisa jadi dianggap terlambat. Akan tetapi, tidak bagi Cak Inin. Bagi saya ini sebuah pesan bahwa belajar menulis itu tidak mengenal usia. Belajar itu bukan persoalan umur tetapi terletak pada kemauan (niat), komitmen, dan keseriusan, ketulusan untuk melakukannya. Pesan ini tentu saja dapat menjadi pemantik peserta untuk belajar tanpa patah semangat dan putus asa. Perjalanan menjadi penulis dituangkan Cak Inin dalam blog-nya yang dapat dikunjungi melalui link https://cakinin.blogspot.com/2022/02/usia-56-tahun-aku-berkarya-dan.html.

Buku-buku berikut ini adalah sebagian dari buku karya narsum yang telah dihasilkan selama dua tahun terakhir.


Setelah merasa berhasil membakar motivasi peserta untuk terus menulis, Cak Inin menggoda peserta dengan sebuah pertanyaan sederhana.
"Apa alasan seseorang menulis buku sebutkan 4 saja"

Peserta yang menjawab paling logis akan diberikan hadiah. Pertanyaan dan kompensasi yang ditawarkan narsum tentu saja membuat peserta berebut menjawab pertanyaan tersebut. 

Setelah berhasil menggoda peserta Cak Inin mengajak peserta memasuki materi inti. Cak Inin menulis, 

"Pada zaman melinial ini semua org bisa menulis dan menerbitkan buku. Baik sebagai pelajar, mahasiswa, pegawai, guru, dosen, maupun wiraswasta. Menulis dan menerbitkan buku itu mudah, tidak serumit yg kita bayangkan. Apalagi sbg seorang guru pasti bisa menulis baik fiksi maupun karya ilmiah. Guru memiliki byk kisah dan pengalaman inspiratif tersebut perlu kita tulis dan terbitkan buku  menjadi yg bermanfaat bg orang lain/ pembaca. 

Uintuk bisa terlatih menulis memang butuh ketekunan dan perjuangan. Selain itu, perlu juga tekad dan motivasi tinggi agar tidak goyah saat menjalani proses menulis.

Berbicara motivasi, ada banyak kata-kata agar kamu terus semangat menulis. Melalui kata-kata mutiara tentang menulis bisa menjadi motivasi agar sukses dalam berkarya."

Pembuka materi yang ditulis Cak Inin di atas merupakan pintu masuk ke dalam kesadaran peserta bahwa perkembangan zaman (teknologi) memberikan peluang yang sangat luas bagi setiap orang untuk menghasilkan tulisan dan menerbitkannya. Dalam konteks pembelajaran, guru sebagai profesi yang secara langsung bersentuhan dengan proses pembelajaran memilki banyak kisah dan pengalaman inspiratif yang dapat dituangkan secara tertulis. Tulisan yang disusun dengan baik, menarik, dan sesuai standar penulisan dapat diterbitkan menjadi buku. Keberahsilan membuat tulisan tentu saja harus ditopang oleh ketekunan, motivasi, dan tekad yang kuat.

Kata-kata adalah pembakar semangat. Kata-kata adalah struktur logika yang dapat dijadikan sebagai landasan kuat untuk berbuat sesuatu. Cak Inin tidak lupa membumbui materinya denga kata-kata mutiara.

Pada materi inti, Cak Inin menyampaikan "Tahapan Cara Menulis dan Menerbitkan Buku yang Tepat". Menurutnya, tahapan awal menulis adalah prawriting. Tahapan ini merupakan proses mencari ide. Penulis dalam hal ini harus memiliki kepekaan terhadap peristiwa atau pengalaman yang ditemukan di lingkungan sekitar. ( Pay attention). Ada keterlibatan unsur kreativitas dalam menangkap fenomena yg terjadi di sekitar untuk menjadi tulisan. Hal paling utama dari tahapan ini adalah banyak membaca buku.

tahapan berikutnya adalah drafting. Pada tahap ini penulis mulai membuat draf (outline buku/daftar isi buku). Berdasarkan draft tersebut penulis kemudian mengembangkan gagasannya sampai menjadi sebuah buku. 

Menurut Cak Inin, menulis memiliki kebebasan untuk menulis sesuai dengan pasion (hal yang disukai). Seseorang dapat membuat tulisan dalam bentuk artikel, cerpen, puisi, novel dan sebagainya. Dalam membuat sebuah tulisan, seseorang harus mengerahkan daya kreatifnya dalam merangkai kata, menggunakan majas, dan berekpresi untuk menarik pembaca. Ini berarti bahwa kemampuan imaginasi sangat dibutuhkan penulis dalam meramu tulisan agar menjadi sesuatu yang menarik. 

Kemampuan imaginasi adalah daya pikir untuk membayangkan atau menciptakan gambar kejadian berdasarkan kenyataan atau pengalaman seseorang secara umum. https://bit.ly/3BGVhLb

Pengertian imaginasi di atas mengandaikan bahwa ada keterlibatan logika dalam setiap aktivitas mental. Imaginasi bukan semata tentang khayalan tetapi juga menyangkut kemampuan berfikir untuk menata kalimat sehingga menghasilkan tulisan yang membuat betah pembaca.

Tahap berikutnya adalah revisiSetelah naskah selesai ditulis tahapan yang tidak dapat diabaikan adalah revisi naskah. Dalam proses revisi penulis dapat mempertahankan unsur tulisan yang baik, membuang unsur yang tidak relevan, serta menambahkan unsur yang dinilai masih kurang. Proses ini, jika dikaitkan dengan materi sebelumnya, mirip dengan proses proofreading.

Jika revisi telah selesai, penulis dapat melanjutkan ke tahap editting/swasunting. Pada tahap ini, penulis melakukan penyuntingan yang meliputi perbaikan kesalahan tanda baca, kesalahan pada kalimat. Tahap ini disebut juga sebagai "swasunting" yaitu menyunting tulisan sendiri sebelum masuk penerbit. Hal ini bertujuan untuk meminimalisasi kesalahan dalam penulisan. Dalam proses ini, dibutuhkan kemampuan bahasa Indonesia yang baik dan benar seorang penulis yang sesuai denga EBBI.

Materi selanjutnya dari narsum adalah materi inti dari pelatihan, yaitu tentang penerbit. Dalam penjelasannya, Cak Inin membuat dikotomi penerbit menjadi penerbit mayor dan penerbit indie. Perbedaan ke dua penerbit tersebut dipetakan berdasarkan beberapa hal, yaitu, 

1) berdasarkan jumlah buku yang dicetak
Pada penerbit mayor buku yang dicetak berkisar antara 1000 sampai 3000 eksemplar untuk dijual di toko-toko buku. Sedangkan penerbit indie hanya mencetak berdasarkan pesanan yang didistribusikan melalui media online.

2) Pemilihan Naskah yang Diterbitkan
Pada penerbit mayor naskah harus melewati beberapa tahap prosedur sebelum diterbitkan apalagi penerbitannya dilakukan secara masal hingga 1000 - 3000 eksemplar. Penerbit harus  hati-hati dalam memilih naskah yang akan dicetak atau diterbitkan. Penerbit bagaimanapun juga memiliki target berupa keuntungan sehingga tidak akan berani mengambil resiko untuk menerbitkan setiap naskah yang mereka terima. Dalam menerbitkan sebuah naskah penerbit memiliki persyaratan yang sangat ketat. Penerbit harus melakukan survey tentang selera pasardan kemungkinan tingkat penolakan.

Berbeda dengan penerbit mayor, penerbit indie tidak terlalu mempersoalkan hal-hal di atas. Penerbit indie akan menerbitkan sebuah karya yang layak diterbitkan dengan catatan, tidak melanggar undang-undang hak cipta karya sendiri, tidak plagiat, serta tidak menyinggung unsur SARA dan pornografi, Hal ini menjadi alternatif baru bagi para penulis untuk membukukan tulisannya.

3) Profesionalitas
Pada penerbit mayor unsur profesional sangat diutamakan. Hal ini karena penerbit mayor memiliki dukungan kapital dan sumber daya pada perusahaan.

Penerbit indie juga sangat mengutamakan profesionalisme. Hanya saja ada semacam opini yang berkembang bahwa penerbit indie cenderung asal-asalan; asal cetak-jadi-jual. Beberapa penerbit indie memang cenderung kurang profesional. Penerbit menawarkan biaya murah tetapi kualitas tidak dapat dipertanggungjawabkan. Banyak penerbit indie juga kurang memperhatikan mutu dan manajemen pemasaran buku. Hal ini bisa menjadi ukuran penilaian awal sebuah penerbitan. Hal-hal seperti cover kurang bagus, atau kertas dalam coklat kasar bukan bookpaper (kertas coklat halus). Untuk itu penting bagi penulis untuk memilih penerbit indie yang memiliki managemen penerbitan yang baik.

4) Waktu Penerbitan
Pada penerbit mayor, umumnya sebuah naskah membutuhkan waktu 1-3 bulan untuk memberikan konfirmasi kepada penulis. Andaipun diterima penerbitan naskah harus mengalami anttrean panjang sehingga proses penerbitan bisa meunggu bertahun-tahun. Hal ini dapat dipahami karena penerbit mayor sebagai sebuah penerbit besar memiliki standar prosedur yang ketat, panjang, dan berbelit-belit. Pasca penerbitan juga memerlukan proses terutama pada tahap penjualan atau distribusi. Apabila dalam waktu yang ditentukan penjualan buku tidak sesuai target, buku akan dilepas oleh distributor dan ditarik kembali oleh penerbit.

Berbeda dengan penerbit mayor, penerbit indie cenderung lebih cepat memproses naskah yang diterima, bahkan dalam hitungan minggu sudah dapat diterbitkan. Penerbit indie cenderung mengabaikan selera pasar. Perusahaan akan menerbitkan karya diyakini karya terbaik oleh penulisnya dan layak diterbitkan. Perusahaan tidak tidak memiliki pertimbangan rumit dalam menerbitkan buku.

5.  Royalti
Penerbit mayor, dalam hal royalti, kebanyakan mengambil royalti penulis maksimal 10% dari total penjualan. Biasanya dikirim kepada penulis setelah mencapai angka tertentu atau setelah 3-6 bulan penjualan buku. Sedangkan pada penerbit indie royalti umumnya berkisar antara 15-20% dari harga buku.

6) Biaya penerbitan
Biaya penerbitan pada penerbit mayor biasanya gratis. Hal ini menyebabkan penerbit tidak dapat secara langsung menerbitkan buku begitu saja sekalipun buku tersebut dinilai bagus oleh mereka. Penerbit memiliki banyak pertimbangan lain, salah satunya, selera pasar.  

Berbeda dengan penerbit indie, penulis harus memiliki kontribusi atau membayar kepada penerbit. Biaya penerbitan pada setiap penerbit indie tidak sama. Ini sangat tergantung pada pelayanan dan mutu buku yangg diterbitkan.

Perbedaan penerbit yang dipaparkan Cak Inin cukup jelas. Bagi penulis pemula, alternatif penerbit yang dapat dijadikan solusi adalah penerbit indie. Berbeda dengan penulis yang telah memiliki nama besar. Karya penulis pemula dan penulis profesional tentu saja akan ditempatkan pada posisi yang berbeda, baik oleh penerbit maupun masyarakat pembaca. 

Perbedaan di atas tentu saja tidak membuat penulis pemula atau penulis yang masih berada pada tahap belajar akan menganggapnya sebagai tantangan berat. Hal penting dari proses menulis sebagaimana disampaikan oleh semua narsum adalah kemauan, komitmen, keseriusan, dan optimisme untuk menghasilkan tulisan demi tulisan. Analoginya, seorang atlet parkour tidak mungkin tiba-tiba mampu melompat dari satu ketinggian ke ketinggian lainnya tanpa pernah mengalami proses latihan. Mereka pasti pernah gagal dan cidera. Menulispun demikian.

Rabu, 23 Februari 2022

Penilaian Pembelajaran; Perdebatan yang Tak Pernah Usai

Dokpri Kamis, 16 November 2022, saya menghadiri rapat Kelompok Kerja Kepala Sekolah (K3S) Kecamatan Terara, Lombok Timur. Salah satu agenda ...