Tampilkan postingan dengan label Pendidikan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pendidikan. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 22 Oktober 2022

Reuni Tidak Disengaja

Jum'at, 21 Oktober 2022, saya mengikuti kegiatan Pendampingan Penguatan Profil Pelajar Pancasila dan Penciptaan Lingkungan Belajar yang Kondusif P5LBK. Pesertanya terdiri dari kepala sekolah dan guru SD se-Lombok Timur. Lokasi kegiatan dilaksanakan di SD Negeri 1 Aikmel Barat.

Kegiatan mestinya dimulai pukul 08.00 tetapi lebih lambat sekitar 15 menit dari jadwal yang telah ditentukan. Hal ini karena peserta datang dari jarak yang beragam, peserta terjauh dari Lombok Utara. Mereka harus menempuh perjalanan berjam-jam.

Mungkin benar teori Sapir Whorf bahwa bahasa mempengaruhi pikiran dan tingkah laku seseorang. Perbendaharaan kata yang digunakan membentuk cara pandang dan tingkah laku seseorang atau sekelompok orang dalam kehidupan sehari-hari. 

Secara berseloroh, (mungkin) dapat dihubungkan dengan kebiasaan berbahasa masyarakat Indonesia. Salah satunya penggunaan istilah "jam karet" untuk mewakili kebiasaan terlambat. Artinya, istilah ini merujuk pada waktu bahwa di Indonesia memiliki sifat elastis, sebuah metafora terhadap cara kita melihat dan mengatur waktu dalam aktivitas sehari-hari. Keberadaan istilah itu memberikan pengaruh pada perilaku masyarakat dalam menghargai waktu.

Terlepas dari cara pandang tentang waktu, satu hal yang penting bahwa setiap kegiatan yang bertujuan baik selalu secara niscaya memberikan efek positif, sekecil apapun. 

Andaipun peserta tidak dapat menguasai secara maksimal inti materi kegiatan, pasti ada sisi lain yang memberikan semangat baru bagi peserta. Salah satunya, kehadiran peserta dalam kegiatan pendampingan juga menjadi ajang reuni tidak disengaja karena beberapa peserta memiliki kesamaan masa lalu, pernah menempuh studi bersama, mengajar bersama, atau faktor kesamaan lain di masa lampau. 

Saya sendiri berjumpa dengan beberapa peserta yang pernah mewarnai kehidupan saya di masa silam. Mereka adalah teman-teman yang sempat singgah dalam kehidupan saya sebagai sahabat, sebagai teman bercanda, teman belajar, teman satu inang saat berada dalam fase sebagai generasi pembelajar formal. Salah satunya saya melabelinya dengan "Raja Diksi".  Dia memiliki kemampuan imaginer luar biasa. Kemampuan imaginer itu kerap dituangkannya dalam puisi. Daya imaginasinya mampu menghubungkan fenomena alam dan cinta. Dia mampu menuangkan kegelisahan, kebahagiaan, dan segenap emosi dalam rangkaian diksi yang menggetarkan.

Bertemu mereka rasanya seperti napak tilas bentangan cerita lama yang tidak memudar begitu saja. Berkumpul bersama mereka saya seakan dibawa terbang sebuah mesin waktu ke masa lalu ketika berada dalam fase di mana gagasan tentang masa depan sarat dengan ketidakpastian. Dalam rentang waktu ketidakbersamaan itu peserta dipertemukan kembali dalam reuni tidak disengaja dalam sebuah kegiatan kolektif.

Banyak hal yang berubah. Perubahan fisik, cara berfikir, penampilan, sampai karir. Secara fisik ada yang mengalami pembengkakan tubuh bak karet gelang terendam minyak tanah, geraham yang tidak berfungsi secara maksimal, kepala yang mulai kehilangan mahkota, sampai kemampuan fisik melemah.

Pada sisi pikiranpun perubahan menunjukkan hal yang sama. Jika masa muda diwarnai dengan kemampuan berpikir yang masih fresh, pada fase saat ini kemampuan itu mengalami penurunan daya. Indikator itu terlihat dari obrolan yang kerap mengeluhkan tentang perubahan kebijakan yang makin akseleratif dari waktu ke waktu. Namun demikian, patut dicatat bahwa di balik kemampuan berpikir yang melemah itu ada cara berpikir yang lebih bijaksana dan dewasa. Cara memandang realitas sehari-hari lebih positif sebanding dengan pendewasaan cara berpikir.

Penampilan dan karier tidak luput dari guncangan arus perubahan. Perubahan itu tampak dari gaya berbicara, berpakaian, dan aspek kebendaan yang dimiliki. Pada sisi karier secara umum sama, masih tetap pada jalur yang sama, pendidikan. Satu dua orang hanya menempati posisi yang berbeda tetapi tatap pada jalur pendidikan dengan tugas dan fungsi yang berbeda beda.

Selong, 22 Oktober 2022

Rabu, 05 Oktober 2022

Pengimbasan IKM, Refleksi Peran Sekolah Penggerak dalam Menggerakkan Implementasi Kurikulum Merdeka


Sumber gambar (Dokpri)

Tulisan ini semacam resume hasil rapat Forum Sekolah Penggerak Kabupaten Lombok Timur pada hari Rabu, 05 Oktober 2022, di Aula Handayani Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Lombok Timur.

Rapat tersebut dihadiri Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Lombok Timur, beberapa Kepala  Bidang, dan Kepala sekolah penggerak jenjang sekolah dasar.

Dalam kesempatan tersebut Kepala Dinas berharap agar sekolah penggerak dapat menjadi Pioneer dalam pengimbasan IKM. Banyak kegiatan Pengimbasan yang dilaksanakan dengan melibatkan Nara sumber dari daerah lain ternyata tidak meninggalkan hasil yang diharapkan.

Fakta di atas membuat pemangku kebijakan menawarkan pendekatan lain dengan melibatkan kepala sekolah dan guru dari sekolah penggerak. Hal ini didasari oleh asumsi bahwa sekolah penggerak memiliki pengalaman dalam implementasi kurikulum merdeka.

Sekolah penggerak, harus diakui, memiliki tanggung jawab dalam menyebarkan praktek baik yang telah dilaksanakan di sekolah masing-masing. Asumsi ini cukup logis karena proses Pengimbasan memerlukan semacam rule model, contoh.

Agar pelaksanaan kegiatan Pengimbasan berjalan sesuai harapan, perencanaan dimulai dengan pemetaan tugas masing-masing sekolah. Pemetaan itu didasarkan pada materi yang berhubungan dengan kurikulum merdeka, seperti, capaian pembelajaran, tujuan dan alur pembelajaran, modul ajar, asesmen, dan proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila.

Hal penting yang tidak dapat diabaikan adalah kesiapan sekolah untuk berbagi atau melakukan pengimbasan. Oleh karena itu, perlu dilakukan pembekalan kepada sekolah penggerak. Pembekalan dalam konteks ini merupakan upaya pemantapan pemahaman sekolah penggerak tentang IKM melalui kegiatan diskusi dalam rangka melahirkan persamaan persepsi tentang materi pengimbasan.

Aula Handayani, 05 Oktober 2022

Selasa, 31 Mei 2022

Siswa Melakukan Kesalahan; Apakah Pemberian Sanksi Masih Relevan?


Pembelajaran adalah proses interaksi siswa dengan guru dan sumber belajar dalam sebuah lingkungan belajar. Dalam proses pembelajaran, siswa mengalami proses perolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan keterampilan tertentu, serta pembentukan sikap dan rasa percaya diri pada peserta didik.

Pembelajaran, dengan kalimat yang berbeda, dapat diartikan sebagai proses pembentukan kompetensi yang meliputi ranah pengetahuan, keterampilan, dan sikap. 

Pembelajaran, dengan demikian, mengandaikan semacam harapan bahwa prosesnya haruslah bersifat menyeluruh, holistik. Sebagai pemimpin pembelajaran, guru semestinya dapat mendorong siswa mengembangkan kemampuan berpikir, melatih keterampilan, dan membentuk kepribadian.

Peran Guru

Guru sebagai pemimpin pembelajaran, karenanya, menempati posisi sentral. Pada titik ini guru berada pada posisi sebagai sumber belajar yang komprehensif–sebagai tempat bertanya, sumber inspirasi dalam menyelesaikan masalah, dan sebagai figur yang mampu tampil sebagai panutan dalam bersikap dan bertindak bagi peserta didik.

Tantangan besar guru dalam memimpin pembelajaran adalah membuka kemungkinan bagi siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikir, menguasai keterampilan tertentu, dan membiasakan diri berperilaku ke arah yang positif. Dalam menjalankan peran tersebut, guru dapat memilih pendekatan yang tepat dalam mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. 

Dari waktu ke waktu pendekatan itu mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan sosial budaya. Pada saat yang sama, perubahan paradigma pembelajaran juga mengalami perkembangan. Pendekatan, strategi, dan metode pembelajaran di masa lalu berbeda dengan masa kini. 

Ilmu pengetahuan dan teknologi terus berkembang. Ilmu pengetahuan itu tidak saja menyangkut ilmu-ilmu alam dan sains tetapi juga ilmu-ilmu di bidang sosial, ekonomi, budaya, sampai ilmu yang secara spesifik membahas tentang pendidikan itu sendiri. 

Perkembangan ilmu pendidikan dan pembelajaran tentu bermuara pada perkembangan pendekatan, strategi, metode, sampai tata cara paling teknis dalam proses pembelajaran. Hal ini membuat peran guru mengalami rumusan yang terus menerus menjadi diskursus yang tidak pernah usai sepanjang waktu.

Peran dasar guru adalah sebagai pengajar dan pembimbing, sebagai transporter (alat angkut) informasi dalam wujud ilmu pengetahuan dan budaya kepada peserta didik. Peran dasar itu berkembang menjadi makin kompleks akibat tuntutan perubahan peradaban yang makin kompleks dari masa ke masa.

Sebuah pendapat  menyebutkan bahwa peran guru dalam proses pembelajaran adalah sebagai informator, organisator, motivator, pengarah/direktor, inisiator, transmitter, fasilitator, mediator, dan evaluator.  Pendapat lain memetakan peran guru dalam proses pembelajaran sebagai pendidik, pengajar, pembimbing, pelatih, penasehat, pembaharu (inovator), model dan teladan, pribadi, peneliti, pendorong kreativitas, pembangkit pandangan, pekerja rutin, pemindah kemah, pembawa cerita, aktor, emansipator, pengawet, dan sebagai kulminator.

Guru sebagai Pemberi Sanksi

Dari deretan peran guru di atas salah satu peran yang tidak disematkan adalah pemberi sanksi (hukuman) atau punisher. Walaupun diberikan ruang untuk memberikan sanksi, secara teori tidak ditemukan posisi guru sebagai "pemberi putusan bersalah" lalu memberikan sanksi sebagai kompensasi atas kesalahan yang dilakukan peserta didik. 

Dalam banyak kajian, punishment atau sanksi kepada siswa memang diperlukan dalam pembelajaran. Akan tetapi, bentuknya lebih mengarah kepada hal-hal yang positif, misalnya dengan memberikan tugas tambahan yang bersifat mendidik.

Sebagaimana dipahami bahwa sanksi merupakan kompensasi yang diterima seseorang ketika melakukan sebuah kesalahan. Sanksi itu bisa berupa sanksi hukum, sanksi sosial, atau sanksi agama yang relevan. Ini merupakan aturan untuk mewujudkan harmoni dalam kehidupan manusia.

Dalam dunia pendidikan sanksi juga memiliki peran penting. Pertimbangan utamanya bahwa sanksi tentu harus disesuaikan dengan kondisi yang terjadi.

Sanksi pada umumnya berhubungan dengan kesalahan dalam perilaku atau pelanggaran terhadap sebuah peraturan (sekolah). Beberapa perilaku yang melanggar peraturan sekolah, misalnya, tidak mengerjakan tugas, sering datang terlambat, merokok, suka bolos, atau tertidur saat pembelajaran berlangsung merupakan.

Guru pada masa lalu biasanya mengajar dengan gaya yang tegas dan kaku. Banyak endapan kisah guru zaman dahulu yang tidak segan-segan memberikan sanksi fisik kepada siswa jika ketahuan melanggar aturan sekolah.

Kesalahan siswa kerapkali berakhir pada ujung penggaris atau lemparan penghapus. Sering pula ditemukan siswa yang mengikuti pelajaran sambil terkantuk-kantuk, diberikan hukuman berdiri di depan kelas dengan satu kaki dan tangan terentang.

Ada juga siswa yang harus berlari keliling lapangan jika tidak mengerjakan tugas pekerjaan rumah. Pada hari yang lain, sejumlah siswa terkena razia dan harus merelakan rambut gondrongnya digunting cepak dengan cukuran yang tidak rata.

Sanksi-sanksi di atas, tidak terlepas dari upaya guru untuk membentuk prilaku siswa atau menekan perilaku indispliner siswa. Bentuk-bentuk sanksi di atas bukanlah bertujuan negatif tetapi sebagai upaya menempa siswa agar menjadi pribadi yang memiliki disiplin dan memiliki kesadaran untuk menaati peraturan sekolah. Akan tetapi, sanksi semacam itu kini dianggap tidak edukatif karena dapat menumbuhkan semacam dendam.

Proses pembelajaran dewasa ini mengalami perkembangan yang jauh berbeda dengan jaman lampau. Anak-anak masa kini dibentuk dalam kehidupan sosial budaya yang bebas dan terbuka. Hal ini menyebabkan pemberian sanksi fisik seperti di atas kerap dianggap tidak direkomendasikan lagi.

Banyak kasus yang menunjukkan bahwa pendekatan pembelajaran dengan kekerasan tidak menyelesaikan masalah. Bahkan dapat berakibat pada munculnya persoalan hukum. Hal ini tidak saja karena perubahan cara berfikir masyarakat tetapi juga sebagai respon atas gagasan tentang perlindungan anak.

Ketika siswa melakukan kesalahan sebaiknya guru tidak buru-buru menetapkan sanksi. Diperlukan semacam investigasi untuk mengungkapkan penyebabnya. Peringatan merupakan tindakan awal kepada siswa yang bersangkutan agar tidak melakukan kesalahan yang sama secara berulang-ulang. Jika siswa tidak dapat berubah dengan peringatan di sinilah sanksi dapat menjadi alternatif terakhir dengan catatan bahwa sanksi tersebut harus memuat nilai-nilai edukatif.

Hal paling utama adalah pendekatan personal kepada siswa yang bersangkutan. Keterlibatan orang tua dalam hal ini diperlukan sebagai bentuk kolaborasi antar stakeholder.

Lombok Timur, 29 Mei 2022

Referensi:

1. Apa Itu Pembelajaran?

2. Peran Guru Dalam Proses Pembelajaran

Foto dan Video Nguping


https://www.youtube.com/watch?v=XZeTt80z6iU&t=283s


Identitas Penulis


Nama                    : Mohamad Ashabul Yamin
Unit Kerja            : SD Negeri 1 Embung Kandong
Alamat Sekolah   : Keselet Desa Embung Kandong, Kecamatan Terara, Lombok TImur, NTB
Alamat Rumah    : Semango, Desa Leming, Kecamatan Terara, Lombok TImur, NTB
No. HP                : 087854654730



Senin, 09 Mei 2022

Hari Pertama Sekolah Pasca Lebaran; Apa Kegiatan Sekolah?

Gambar Dokumen Sekolah

Pagi yang cerah. Matahari menghamparkan sinarnya secara paripurna. Cahayanya menerpa permukaan tanah lapang, jalan tanah, hamparan sawah, dan hijau dedaunan. Sepasang kupu-kupu terbang di antara rimbun pepohonan. Seekor kadal hijau diam dengan ekspresi siaga untuk melahap serangga kecil yang melintas di hadapannya. 

Pagi yang cerah. Secerah itu wajah-wajah hadir di sekolah. Suasana ini merupakan pemandangan umum pada semua sekolah. Dua minggu sekolah libur membuat kerinduan warga sekolah menggunung. Dua minggu pula sekolah ditinggal telah membuat serakan sampah organic. Daun-daun dan ranting berguguran. Satu dua sampah plastic tampak di beberapa sudut halaman. 

Pukul 07.00. gerbang sekolah telah dibuka. Anak-anak sudah ramai. Guru-guru juga sebagian sudah hadir. Rupanya surat edaran dari Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Lombok Timur cukup manjur. Edaran itu yang mengharuskan sekolah masuk tanggal 09 Mei 2022. 

Guru dan siswa tampak melebur bahu membahu membersihkan sampah yang berserakan di sana-sini. Sebuah pemandangan yang menunjukkan sikap gotong royong yang hamper sempurna. Siswa yang mendapat giliran piket kebersihan di dalam kelas menjalankan tugasnya masing-masing. Sejumlah siswa menggunakan sapu lidi untuk membersihkan halaman. Siswa lainnya secara bergerombol membawa bak ukuran kecil dan menjejalinya dengan sampah yang mereka pungut. Tiga bak sampah roda ukuran besar didorong beberapa siswa ke arah timbunan sampah yang telah terkumpul. Timbunan sampah itu dalam waktu singkat ke dalam bak.

Tepat pukul 07.30 anak-anak berbaris di halaman. Salah seorang guru memberikan aba-aba baris berbaris. Guru lainnya membantu mengatur anak-anak merapikan barisan sesuai dengan kelas masing-masing.

Hari pertama masuk sekolah pasca lebaran. Suasana idul fitri masih terasa. Momentum itu menjadi kesempatan untuk bermaaf-maafan. Sebelum bersalam-salaman kepala sekolah menyampaikan beberapa hal yang berhubungan dengan puasa dan hari raya. Pada kesempatan itu pula, siswa diingatkan bahwa pelaksanaan ujian sekolah dan penilaian akhir tahun akan segera dilaksanakan dalam waktu singkat.

Siswa mendengar dengan penuh perhatian. Satu dua siswa kelas 1 dan 2 tampak bercanda di barisan belakang. Mereka adalah kelompok siswa yang masih sulit berkonsentrasi dalam mendengarkan. Dibutuhkan kesabaran yang tinggi dan metode berbicara yang menarik untuk memasung perhatian mereka. 

Pidato singkat kepala sekolah diakhiri dengan bersalam-salaman antara guru dan siswa. Satu satu siswa secara bergiliran menyalami guru. Mereka berjalan membentuk lingkaran. Riuh shalawat guru dan siswa mewarnai kegiatan itu.

Kegiatan bersalam-salaman selesai. Anak-anak masuk kelas masing-masing. Sebagian melanjutkan membersihkan kelas yang belum rampung. Sebagian lagi berjalan menuju warung untuk membeli sarapan.

Memanfaatkan jeda kegiatan salam-salaman dan masuk kelas, guru-guru dan kepala sekolah duduk berkumpul di teras di depan salah satu ruang kelas. Mereka ngobrol tentang liburan, kue lebaran, atau menu berbuka puasa. Sempat pula ada yang membuka tentang sahur yang terlambat saat puasa.

Dalam obrolan itu muncul ide untuk memeriahkan kegiatan hari Pendidikan Nasional. Salah seorang guru menggagas lomba. Gagasan itu mengerucut kepada jenis lomba.  Mereka sepakat untuk melakukan lomba fashion show, lari karung, dan cerdas cermat, dan lomba menggunakan pakaian adat. Pantia formal langsung dibentuk. Hadiahnya disepakati dalam bentuk alat-alat pelajaran berupa pengggaris, buku tulis, penghapus, atau ballpoint.

Pelaksanaan lomba ditetapkan setelah upacara bendera. Sebagai persiapan sekolah melakukan sosialisasi. Salah satu guru merancang pamphlet untuk digandakan. Paling tidak besok pamphlet itu dapat disebarkan. Guru kelas masing-masing juga menginformasikan kepada siswa. 

Hari pertama masuk sekolah. Sebuah Langkah awal setelah libur telah dimulai. Semoga gagasan lain bermunculan, gagasan yang menumbuhkan kompetisi secara sehat pada sekolah.

Embung Kandong, 09 Mei 2022

Jumat, 04 Februari 2022

Gegara Nguping Om Jay

Kemarin sore saya ikut acara Ngupingnya Om Jay dengan judul Filsafat Ki Hajar Dewantara. Narsumnya seorang ahli Filsafat, Dr. Fahruddin Faiz, S.Ag. M. Ag. Tidak saja acaranya terlambat saya ikuti tetapi juga sudah di ambang maghrib untuk Waktu Indonesia Tengah. Jadi, saya tidak dapat mengikuti acara nguping itu secara langsung. Saya tetap berbesar hati karena ada tayangan yang terhubung dengan chanel youtube.

Saya suka materinya karena menyangkut filsafat. Saya pernah suka membaca buku filsafat. Walaupun demikian, pemahaman filsafat saya hanya seujung kuku. Tidak pernah bertambah. Mungkin karena saya terbawa anggapan kebanyakan orang yang mempersepsikan filsafat itu sebagai cara berfikir rumit.

Siang ini saya membuka link youtube yang disebarkan Om Jay ketika memberikan tantangan menulis tentang acara tersebut. Melalui tayangan ini saya dapat melihat wajah langsung Mr. Bam atau Bambang Purwanto yang sering wara wiri membagikan link tulisannya di WAG.

Ternyata saya tidak saja mendapat pencerahan pikiran dari Pak Dr. Faiz. Lebih dari itu saya memperoleh informasi tentang my.id. Rasa penasaran saya menjulang ketika mendapatkan penjelasan Pak Dedi, pemimpin satuguru.id.


Salah satu kelemahan saya tetapi juga kekuatan saya adalah rendahnya ketidaksabaran. Hampir secara spontan saya mencari infromasi tentang domain my.id. https://inwepo.co/cara-mendapatkan-hosting-domain-my-id/. Dalam penjelasannya pemohon diminta menyiapkan KTP dan nomor HP aktif.

Ketidaksabaran itu membuat saya nekat dan mengetik www.my.id. Loading yang cukup lama membawa saya ke halaman berikut. Saya ketik nama domain. Awalnya hanya "yamin" tetapi tidak tersedia lalu saya tambahkan menjadi "yamin1971". Sistem menginformasikan bahwa nama itu tersedia. Saya klik start free


Demikian seterusnya. Rupanya sistem telah diatur sedemikian rupa yang dilengkapi dengan petunjuk sebagaimana penggunaan aplikasi pada umumnya agar pemohon berhasil membuat akun dan mendapatkan domainnya.

Sampai pada titik ini, saya masih dirundung cara mengelola domain tersebut. Saya perlu lebih banyak belajar. Dalam hal ini saya harus nekat. 
 

Rabu, 02 Februari 2022

Antara Saya, Dan, dan Lengkung Bubungan


Waktu sekolah telah usai. Anak-anak sudah pulang ke rumah masing-masing. Pun para guru dan pegawai. Saya sendiri masih di sekolah, terpasung sebuah rasa dalam kesenyapan siang. Rasa itu adalah betah. Saya terbiasa bersunyi sendiri di ruang seluas 7x3 meter itu. Ya... sendiri dalam kesenyapan. Kadang menuntaskan sesuatu yang belum selesai atau rebahan di atas sofa butut milik sekolah sambil colak-colek screen smartphone yang kebal dari rasa geli.

Kali ini saya bersama penjaga sekolah, Dan, yang baru menjalankan tugasnya dalam 1 (satu) bulan terakhir. 

Sebuah kipas angin kecil di plafond ruangan melakukan kerja rotasi pada titik maksimal. Benda itu akan terus bekerja sampai ada tangan yang bersedia menghentikannya.

Dua hari yang lalu saya meminta Dan memanjat plafond salah satu ruang kelas untuk memeriksa bentangan bubungan yang sudah tampak melengkung. Saya menduga kayu bentangannya mulai rapuh, serapuh jiwa Napoleon di hadapan Desiree Clari, Josephine, Maria Louise, atau Marie Walewska.

"Dan...!" Saya menyapanya Dan. Nama lengkapnya Wildan.

"Iya?" tanggapan laki-laki yang sudah menikah dua kali itu singkat bernada tanya. 

Rupanya dia tahu saya ingin menyampaikan sesuatu.

"Bagaimana kondisi bubungan yang melengkung itu?" saya bertanya.

"Kayunya tidak rapuh hanya ada patahan. Karena tidak kuat menahan beban akhirnya melengkung," katanya sambil menikmati signal WiFi sekolah yang tengah diaksesnya.

"Saya khawatir kalau dibiarkan bisa membahayakan anak-anak yang sedang belajar," saya mengemukakan rasa was-was, "kalau dibiarkan ada kemungkinan ambruk?"

"Ya, jelas. Apalagi ini musim hujan. Bebannya bisa bertambah kalau terus-menerus diguyur air," katanya tanpa melepaskan tatapan dari layar gawai miliknya.

"Terus?"

Diam. Entah tidak mendengarkan pertanyaan saya atau pikirannya telah mengabaikan semua hal yang ada di ruangan karena tumpah pada goyang artis dalam film Bollywood yang ditontonnya via yutup. Sayup terdengar tabuh irama musik India dan suara khas Negeri Tajmahal itu dari headset yang mungkin disetingnya pada titik maksimal

Saya menatap dinding ruangan sambil memasang telinga untuk mendengar jawabannya. Tatapan saya tertumpu pada seekor serangga kecil yang terbang menjemput kematiannya dalam sergapan lidah seekor cecak. Binatang yang kakinya dilengkapi perekat itu baru saja usai melampiaskan birahi bersama pasangannya.

"Terus?" nada pertanyaan saya sedikit meninggi karena tidak ada jawaban.

"Terus bagaimana?" kali ini dia merespon tetapi belum memahami pertanyaan saya.

"Terus! Cara mengatasinya bagaimana?"

"Ya...! Diberikan topangan," matanya masih tidak berpaling dari irama lagu Bollywood pada smartphonnya.

"Topangannya pakai apa?"

"Bambu."

"Kuat?"

"Kuat sementara."

"Kok sementara?"

"Sementara direhab total."

"Sementara itu lama Dan."

Dan hanya diam. Saya diam. Kipas angin ukuran kecil yang terpancang di plafond terus berputar kencang, sekencang harapan saya memperbaiki lengkung bubungan atap ruang kelas itu. Namun hembus angin yang dihasilkan benda elektrik itu tidak membuat perubahan gerak angin di tempat kami sedang duduk. 

Kipas angin itu adalah kami. Kelompok kelas pekerja yang tidak memiliki energi dan kekuatan untuk mengubah sesuatu yang ada di luar jangkauan kami.

Minggu, 30 Januari 2022

Terima Gajih Pak Menteri

Gambar koleksi pribadi

Satu tahun sejak dana BOS diluncurkan pemerintah, tepatnya tahun 2006, saya ditunjuk menjadi bendahara oleh kepala sekolah menggantikan pemegang kas yang mengalami mutasi saat itu.

Meminjam istilah Syahrini, belasan tahun menjadi bendahara dapat disebut sebagai "sesuatu". Sesuatu yang menggambarkan bahwa ada kepercayaan berumur panjang yang dibebankan ke pundak saya oleh sekolah. Tiga kali pergantian kasek, dan ketiganya meletakkan tanggungjawab keuangan itu sebagai bagian dari wewenang saya. Dan saya menikmatinya. Menikmati tanggung jawab bukan uangnya.

Menjadi bendahara bukan hanya soal membelanjakan duit semata. Dimensi paling penting adalah bagaimana merencanakan dan menggunakan uang itu secara hati-hati. Prinsip kehati-hatian bukan terletak pada besar kecilnya perolehan dana BOS sebuah sekolah. Prinsip itu menyiratkan kesepakatan bersama, keterbukaan, kejujuran, dan efesiensi pembelanjaan. 

Jika didasarkan pada kebutuhan sekolah penerimaan tidak akan pernah mampu menutupi semua kebutuhan secara paripurna. Ibarat menenggak air laut kerongkongan akan makin dahaga. Artinya, berapapun nilai penerimaan tidak akan pernah memuaskan. Selalu ada kebutuhan yang belum terpenuhi. Dalam konteks ini maka skala prioritas menjadi cara terbaik dalam penyusunan anggaran.

Salah satu point paling dilematis bagi saya sampai tahun 2019 adalah pembayaran gaji honorer. Di satu sisi penerimaan sekolah dari dana BOS tergolong kecil. Di sisi lain sekolah memiliki 4 orang guru honor. Sementara persentase pembayaran honor maksimal 15% dari penerimaan. Dengan jumlah siswa setiap tahun hanya berkisar 80-90 orang, sekolah hanya boleh membayar honor/bulan antara 800 sd 900 ribu perbulan untuk 4 orang guru honor. Kalau dibagi 4 hanya 200-225 rb/perorang/perbulan.

Saya curiga inilah awal kebotakan saya. Saya dan kepala sekolah harus memeras otak untuk mengucurkan bayaran lebih dari batas maksimal atas belanja pegawai. Saat bendahara berhak menerima insentif sebagai pengelola dana Bos, saya tidak mengambilnya dan saya sisihkan untuk membayar honor lebih tersebut. Juga sebgian uang transport untuk kegiatan dinas kepala sekolah ke luar sekolah tidak diambilnya. Berbagai rapat yang membolehkan makan dan minum berupa nasi diganti secangkir kopi atau teh dan satu dua gorengan. Inilah alternatif masuk akal yang bisa dilakukan sekolah.

Saya mengapresisi kenaikan dana BOS tahun 2020 sekaligus kenaikan porsi pembayaran honor untuk rekan-rekan honorer yang meloncat tinggi dari 15% menjadi 50%.

Terima gajih Pak Menteri.

Tayang tgl 20 Februari 2020 pada: https://www.facebook.com/100004318352255/posts/1809451415875453/


 

Penilaian Pembelajaran; Perdebatan yang Tak Pernah Usai

Dokpri Kamis, 16 November 2022, saya menghadiri rapat Kelompok Kerja Kepala Sekolah (K3S) Kecamatan Terara, Lombok Timur. Salah satu agenda ...