Jumat, 28 Januari 2022

Pertemuan ke-6 Belajar Menulis (Menulis Buku dari Karya Ilmiah)

 



Dua perempuan cantik memperlihatkan kesan ramah menghiasi poster pengumuman jadwal pertemuan ke-6 Pelatihan Belajar Menulis Gelombang 23-24, ketika saya membuka WAG Belajar Menulis 24 PGRI, yang digagas Om Jay (Wijaya Kusumah). Waktu menunjukkan pukul 16.15 wita ketika saya membuka WAG. Dalam poster tersebut terbentang nama Noralia Purwa Yunita, M. Pd, dengan peran sebagai narasumber. Nama lainnya Raliyanti pada posisi sebagai moderator.

Sebelumnya saya sendiri dan (mungkin) semua peserta pelatihan belum pernah bertatap muka secara langsung dengan narsum dan moderator. Namun saya "mengimani" anggapan saya bahwa sosok yang diberikan mandat memberikan bimbingan Belajar Menulis memiliki kompetensi yang mumpuni di bidangnya.

Sebuah frase warna merah saga di atas poster tertulis "Membuat Buku dari Karya Ilmiah". Saya memastikan bahwa, kalimat yang sewarna dengan frame kacamata moderator, itu adalah topik pelatihan pertemuan ke-6.

Malam ini “keimanan” saya terhadap sosok narsum menguat sampai ke sumsum paling inti. Perubahan psikologis ini terjadi ketika saya membaca Curriculum Vitae narsum yang menjelaskan tentang prestasi dan karyanya, sesaat setelah moderator membagikan link absensi peserta dan menyampaikan susunan acara.



Dalam file tersebut jelas tertulis nama narsum, Noralia Purwa Yunita, M. Pd., seorang perempuan muda kelahiran pertengahan 1989 di Kudus, Jawa Tengah, sebuah tempat yang dikenal sebagai penghasil rokok. Bu Yunita, Bu Noralia, atau mungkin juga disapa Bu Purwa adalah seorang guru yang mengajar di SMPN 8 Semarang. Lebih dari seorang guru, narsum juga seorang penulis dan blogger. Hal yang menarik ternyata narsum juga alumni Belajar menulis asuhan Om Jay.

Malam ini saya membayangkan riuh tepuk tangan peserta pelatihan, ketika moderator dengan suara lantangnya mempersilakan narsum mulai menyampaikan materi. Pada saat yang sama, narsum menyambut tepuk tangan itu dengan lambaian tangan dan senyum ramah.

Setelah menyampaikan kalimat pembuka narsum mulai menyampaikan materi inti. Narsum memancing peserta dengan pertanyaan retoris tentang karya ilmiah sebagai topik utama pelatihan. 

“Apa itu karya ilmiah?”

Setiap lulusan perguruan tinggi strata-1 tentu pernah membuat tugas itu, tugas karya ilmiah dalam bentuk skripsi. Mahasiswa S-2 pun demikian. Penuntut ilmu program magister ini harus membuat karya tulis berupa tesis. Pada program doktoral atau S3 tetap berlaku karya ilmiah dalam bentuk desertasi. Seorang guru ASN juga secara berkala dituntut memiliki karya ilmiah sebagai persyaratan naik pangkat.

Dari fakta ini lalu Bu Noralia membuka cakrawala berfikir peserta bahwa semua karya ilmiah itu hanya menjadi sebuah karya yang tidak pernah dijamah dan diketahui orang lain. Bahkan pemilik karya ilmiah itu sendiri mungkin saja tidak pernah membukanya.

Narsum lalu menggiring cara berpikir peserta kepada sebuah ide bahwa diperlukan tindakan “inovatif” terhadap karya yang dihasilkan itu. Tindakan “inovatif” itu adalah dengan mengkoversi karya ilmiah itu menjadi sebuah buku yang dapat dikonsumsi masyarakat luas. 

Buku hasil konversi tersebut akan memiliki nilai tambah. Buku akan tersebar dan dapat dibaca khalayak dan memberikan keuntungan finasial kepada penulisnya karena diperjualbelikan. Bagi ASN, buku dapat dijadikan publikasi ilmiah yang dapat menambah poin angka kredit dengan mengkonversi Penelitian Tindakan Kelas (PTK) menjadi tulisan publikasi ilmiah. Lebih dari itu, makin banyak pembaca yang menkonsumsi buku tersebut akan membuat popularitas penulis melambung. Hal yang lebih penting adalah sebaran ilmu pengetahuan dalam tulisan akan lebih luas.

Saya merasakan gairah dan ketidaksabaran peserta untuk memahami cara menghasilkan karya ilmiah menjadi buku. Gairah dan ketidaksabaran itu mulai terakomodir ketika Miss Nora (saya tahu sapaan ini dari pertanyaan seorang peserta) menyampaikan teknik atau cara mengubah karya tulis menjadi buku yang siap produk.

Tindakan yang dilakukan dalam proses konversi itu adalah dengan mengubah format karya ilmiah menjadi buku. Perubahan itu mencakup perubahan judul dan daftar isi. Aspek yang harus dipertahankan dalam perubahan itu adalah esensi tulisan. Di samping itu, harus ada sisipan tentang pengetahuan paling mutakhir. Saya memahami ini sebagai upaya untuk mencegah munculnya kesan bahwa buku tersebut merupakan tulisan lama yang baru diproduksi.

Pada aspek kebahasaan, narsum memberikan eksplanasi bahwa sebuah buku memiliki gaya penulisan yang berbeda dengan karya tulis. Gaya penulisan buku lebih fleksibel daripada penulisan karya ilmiah. Di sinilah karekter tulisan seorang penulis dapat dilibatkan secara maksimal. Penulis dapat menggunakan gaya bahasa khasnya. Dalam kalimat lain penulis dapat menggunakan kemampuan imaginernya dalam tulisan tetapi dengan jaminan bahwa pembaca tetap memahami substansi tulisannya. Dalam konteks ini, narsum menyarankan agar menggunakan teknik parafrase. Teknik parafrase dilakukan dengan menyusun kalimat menggunakan kata-kata penulis sendiri, tanpa mengubah arti aslinya dan juga tidak menghapus informasi apa pun. https://ascarya.or.id/cara-parafrase/

Di akhir penyampaian materi Miss Nora menegaskan bahwa  membuat  buku dari karya ilmiah bukan berarti hanya mengubah bungkus dan judul saja dan membiarkan isi buku sama dengan karya tulis yang telah dibuat. Hal ini merupakan kesalahan karena akan menjadi self plagiarisme untuk sebuah karya. 

Karya tulis yang telah ada harus mengalami perubahan sesuai dengan ketentuan untuk mencegah terjadinya kesamaan struktur antara buku dan karya tulis. kurang lebih inilah  closing statement Narsum diakhir penyampaian materinya.

Pada sesi tanya jawab, sejumlah pertanyaan mengalir. pertanyaan itu membuktikan gairah peserta dalam mengikuti pelatihan. Ada pertanyaan yang masih berhubungan dengan teknik konversi, struktur buku, dan unsur-unsur lain yang berhubungan dengan prosedur penulisan buku.

Seorang peserta mengajukan pertanyaan agak berbeda dari topik utama. Pertanyaannya menyangkut perbedaan keuntungan penulis buku non-fiksi dan fiksi yang memilih jangkuan konsumen yang berbeda.  Saya seolah melihat seulas senyum pada bibir narsum dan berkata, 

"...Tiap genre buku baik itu fiksi atau non fiksi, pasti memiliki para pembacanya tersendiri bu.. Buku-buku fiksipun banyak jenisnya, ada novel, kumpulan cerpen, puisi, dll yang biasanya dibaca saat kita ingin relax, memperkuat daya imajinasi, meningkatkan motivasi, atau hanya sekedar hiburan semata. 
Buku non fiksi pun juga sama, pasti tetap ada pembacanya. Contohnya saja jika kita ingin mengajar, tidak lepas dari bahan bacaan buku non fiksi. Ketika kita ingin membuat PTK misalnya, pasti mencari buku non fiksi. ..."

Pertanyaan lainnya tentang kendala dan tantangan dalam menulis buku. Ada pula yang bertanya tentang teknik mengembalikan file dalam komputer yang telah mengalami kerusakan karena virus. Pertanyaan paling klasik adalah bagaimana menyelesaikan tulisan  ketika berhadapan dengan tugas lain yang besifat mendesak.

Saya sendiri tidak bertanya. Saya hanya mengajukan permohonan agar materi Pelatihan Menulis pada pertemuan ke-6 malam ini dapat dibagikan dalam bentuk softfile.


Lombok Timur, 28 Januari 2022

16 komentar:

  1. Kata kata penulisan nya bagus bun. Tambah lagi dgn sentuhan foto nya.. Menambah indah nya resume bunda

    BalasHapus
  2. Balasan
    1. Terima kasih sudah mampir, Dik

      Hapus
    2. https://yandrinovitasari.blogspot.com/2022/01/menyulap-karya-ilmiah-menjadi-sebuah.html?m=1

      Smoga berkenaan singgah pak 🙏

      Hapus
  3. Corak tulisan di resume sangat Ok dan mantul.. Kereen pak Yamin. Semangatt..

    BalasHapus
  4. Mantap, desainnya juga, semangat Pak

    BalasHapus
  5. Mantap tampilannya menarik isinya keren pak....

    BalasHapus
  6. Keren, resume lengkap dengan gambar pendukung, mantap

    BalasHapus
  7. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  8. Pengagum dalam senyap, tanpa tanya tetap berkarya

    BalasHapus
  9. Keren, sudah jadi penulis hebat, hebat tulisannya dan hebat juga tampil beda pada suasana blognya.
    Terus berkarya kawan.

    Salam Literasi 👍👍

    BalasHapus

Penilaian Pembelajaran; Perdebatan yang Tak Pernah Usai

Dokpri Kamis, 16 November 2022, saya menghadiri rapat Kelompok Kerja Kepala Sekolah (K3S) Kecamatan Terara, Lombok Timur. Salah satu agenda ...