Kamis, 03 Maret 2022

Dapur Penerbit Mayor (Pertemuan ke-20)


Flyer pertemuan di atas dibagikan kembali Pak Dail Maruf, salah seorang admin, moderator, sekaligus motivator pada WAG Belajar Menulis 24 PGRI. Pada pertemuan ke-20, panitia menghadirkan narasumber, Edi S. Mulyanta, dengan moderator Mulyadi.

Sebagai pembuka, moderator menjelaskan bahwa pertemuan ke-20 dapat disebut cek point pertama, Jika resume ke-20 selesai, peserta bisa langsung mengembangkannya menjadi sebuah buku solo. Sebuah kesempatan emas bagi peserta yang terus melaju di atas bentangan resume tanpa adanya koyak pada salah satu dari 20 resume tersebut.

Moderator mempersilakan peserta mengisi abensi sebagai bukti kehadiran pertemuan. Moderator memperkenalkan narsum lebih detail. Narsum yang didapuk memberikan materi "Mengenal Dapur Penerbit Mayor" memiliki pengalaman yang panjang dalam dunia penerbitan. Beliau menjadi salah satu orang yang memiliki peran penting pada Penerbit Andi sejak tahun 2002. Berbagai jabatan telah disandang, mulai dari staff Litbang sampai posisi publishing consultant & e-book development sampai saat ini.

Lebih dari itu, narsum juga seorang akademisi dan penulis. Menurut moderator, buku-buku karya narsum telah bertebaran di berbagai toko buku. Buku tersebut sebagian besar berhubungan dengan dunia teknik. Karyanya sesuai dengan latar belakang pendidikan magisternya dibidang teknik elektro. Jika Tuan dan Nyonya berkenan mengenal lebih dekat narsum silakan berkunjung ke tautan https://www.pbuandi.com/2021/11/edi-s-mulyanta.html?view=flipcard

Sampai pada paragraf terakhir di atas, saya meninggalkan layar komputer karena harus menghadiri acara tahlilan atas meninggalnya salah seorang warga sekaligus kerabat dekat di kampung saya. Kembali dari tahlilan waktu sudah menunjukkan sekitar pukul sepuluh malam. Saya kembali berjibaku dengan pesan WAG, memutar roda mouse, menata kalimat dalam paragraf demi paragraf.

Membuka topik pertemuan, narsum menegaskan bahwa indikator penerbit mayor salah satunya mampu menerbitkan buku sampai lebih dari 200 judul setiap tahun.

Seperti bisnis pada umumnya, perusahaan penerbit pada masa pandemi mengalami stagnasi. Kondisi ini telah dijelaskan Pak Agus Subarna pada pertemuan ke-19. Namun, tidak demikian dengan penerbit Andi. Perusahaan tetap menerbitkan buku sampai 200 judul. Kendala besarnya, penerbit harus berhadapan dengan tutupnya oulet akibat efek global terpaan pandemi. Narsum menulis, "Semasa pandemi, kami tetap menerbitkan buku di atas 200 judul, meskipun terkendala produksi yang sempat tutup karena outlet toko buku juga terdampak pandemi."

Tahun 2019 merupakan tahun yang paling berat dalam dunia penerbitan buku. Hal ini dipicu oleh perubahan besar dalam teknologi digital atau teknologi informasi dan komunikasi. Undang-undang nomor 3 tahun 2017 tentang sistem perbukuan dengan kebijakan tentang penggunaan media digital menggantikan media cetak telah secara niscaya melumpuhkan bisnis percetakan secara umum. 

Kebijakan tersebut dipertajam lagi dengan Peraturan Pemerintah no 75 yang keluar pada tahun 2019. Dalam pasal 2 disebutkan tentang bentuk buku terdiri dari buku cetak dan buku elektronik. Kebijakan ini jelas mengancam pelaku bisnis penerbitan media cetak karena buku elektornik atau buku digital jauh lebih praktis penggunaannya tinimbang buku media cetak. Kehadiran media elektronik dalam dunia lterasi akan lebih memberikan kemudahan dalam mengakses informasi bagi masyarakat. Seseorang tidak perlu membawa buku, surat kabar, atau media literasi lainnya kemana-mana untuk memenuhi hasrat membacanya.

Namun demikian, kebijakan pemerintah di atas tidak menimbulkan kepanikan bagi penerbit Andi. Penerbit memandang bahwa buku format digital masih merupakan embrio yang belum menghasilkan keuntungan yang sama dengan buku fisik. Sehingga masa depan buku fisik masih sangat menarik untuk tetap diproduksi. 

Berdasarkan skema di bawah ini buku cetak tetap masih relevan sebagai sumber informasi dalam ledakan teknologi yang mencengkeram dunia informasi.

Narsum tetap optimis bahwa media atau buku cetak belum dapat digantikan sepenuhnya oleh buku digital. Kebutuhan buku cetak dalam dunia pendidikan masih menempati posisi utama. Berdasarkan PP yang ada, narsum menggambarkan jenis buku yang masih menjadi kebutuhan primer pada satuan pendidikan dari tingkat terendah sampai perguruan tinggi. Berdasrkan PP inilah penerbit menjalankan mesin cetaknya agar tetap berjalan normal.
Perubahan paradigma baru pembelajaran juga memberikan peluang cukup besar bagi penerbitan buku cetak. Ide "merdeka Belajar" dan "Kampus Merdeka", menuntut bisnis penerbitan berkompetisi secara sehat menerbitkan buku yang mendukung literasi dasar. Situasi ini merupakan peluang dan makin menarik dunia penerbitan dan bidang tulis-menulis.

Kebutuhan literasi dasar ini tentu saja memberikan peluang kepada para guru untuk menghadirkan sumber literasi bagi siswa. Guru, sebagai pemimpin pembelajaran, merupakan pihak uang paling memahami kebutuhan dasar tersebut. Dalam konteks ini, dan guru dapat menjalin "simbiosis mutualisme" dalam rangka memenuhi kebutuhan buku sebagai sumber belajar.

Namun demikian, peluang di atas bukan tanpa kendala. Bagi penerbit, masalah utamanya adalah menemukan penulis dengan tema marketable. Sebagai sebuah usaha yang berorientasi keuntungan, penerbit harus memperhatikan pasar. Untuk mengatasi hal ini penerbit biasanya akan melakukan scouting, atau pencarian tema dan penulis. Upaya ini dilakukan melalui kerjasama dengan team riset pemasaran untuk menentukan tema-tema yang masih relevan di pasar. Penerbit tidak dapat mengesampingkan data pasar buku di Indonesia. Data pemasaran ini menjadi penting untuk memberikan gambaran arah produksi buku yang dapat dikembangkan lebih lanjut.

Pada penerbit mayor biasanya tersedia dana untuk memilih terbitan buku yang menjadi sasarannya, sehingga semua biaya produksi hingga pemasaran dilakukan oleh penerbit tersebut. Narsum menyampaikan bahwa konsep dasar pembiayaan dalam penerbitan buku adalah penerbitnya yang membiayai. Namun demikian tidak semua tulisan yang diajukan kepada penerbit dapat diterbitkan. Pihak penerbit harus melakukan penilaian terlebih dahul terhadap sebuah tuliasn untuk memastikan kesesuaiannya dengan misi dan visi penerbit. Itulah sebabnya banyak tulisan yang tidak dapat diterbitkan atau ditolak penerbit. Pada titik ini, penerbit memberikan skema yang berbeda, misalnya dibiayai oleh penerbitnya sendiri, baik melalui skema dana pribadi, CSR Perusahaan, Dana Penelitian Daerah, Dana Sekolah dll.

Narsum memberikan alternatif teknis yang tepat untuk penulis pemula. Sejumlah penulis dapat membuat proyek menulis berbarengan atau keroyokan dengan pembiayaan gotong royong. Tentu saja ada plus minusnya. Plusnya, penulis dapat saling melengkapi terkait konten tulisan. Minusnya, terutama angka kredit yang kecil karena dibagi beberapa penulis.

Rabu, 02-03-2022

9 komentar:

  1. terima kasih sudah membuat resumenya dengan sangat baik.

    BalasHapus
  2. Dari awal saya koq merasa, keren banget baik tampilan blognya dan isinya, dan ternyata saya satu frekuensi dengan Om Jay. Saya setuju banget dengan Om Jay, keren Pak.

    BalasHapus
  3. Keren abis pak πŸ‘πŸ‘πŸ‘

    BalasHapus
  4. Woow resumenya udah memenuhi unsur 5W 1H keren banget pak

    BalasHapus
  5. Salam literasi, ciptakan karya sebagai bukti kita hadir di atas bumi .
    Resminya keren pak

    BalasHapus
  6. Mantap.. Semangat pak YaminπŸ’ͺπŸ’ͺ

    BalasHapus
  7. Congratulation "20hari menjadi penulis hebat"

    Salam Literasi

    BalasHapus

Penilaian Pembelajaran; Perdebatan yang Tak Pernah Usai

Dokpri Kamis, 16 November 2022, saya menghadiri rapat Kelompok Kerja Kepala Sekolah (K3S) Kecamatan Terara, Lombok Timur. Salah satu agenda ...