Minggu, 06 Februari 2022

Denda Seruni Bersemayam di Bukit Kayangan

Bukit Kayangan Desa Labuhan Lombok

Pagi yang basah, 05/02/2022, saya harus menempuh perjalanan cukup jauh untuk ukuran berkendara di pulau Lombok. Perjalanan itu dalam rangka menghadiri rapat Forum Kepala Sekolah Penggerak SD Kab. Lombok Timur, di SDN 1 Labuhan Lombok. Lokasi rapat dari rumah saya sekitar 45-50 km. Sebuah jarak tempuh yang cukup jauh untuk ukuran pulau sekecil Lombok. Jika terus berkendara ke pelabuhan Labuhan Lombok yang menghubungkan pulau Lombok dan Sumbawa, dua pula di Provinsi Nusa Tenggara Barat, hanya dibutuhkan waktu 5-10 menit.

Sebelumnya salah seorang rekan saya , H. Muhamad, yang tergabung dalam Forum Sekolah penggerak menghubungi saya dan menawarkan tumpangan mobil yang jauh lebih nyaman. Dalam mobil itu juga ikut menumpang Ketua Forum Sekolah Penggerak, H. Zulkarnaen. Tanpa meminta pertimbangan siapapun saya memilih ikut tawaran itu dengan catatan kami bertemu di rumah H. Zulkarnaen. Tidak saja jarak tempuh yang cukup jauh tetapi juga cuaca pagi kurang bersahabat untuk sebuah perjalanan.

Sekitar pukul 06.30 saya sudah nangkring di atas kuda besi tua, Honda Astrea Grand, keluaran 1993. Setengah jam berkendara saya tiba di rumah H. Zulkarnaen. Setengah jam itu sudah termasuk mengisi bahan bakar pada sebuah SPBU mini, makan nasi goreng pada sebuah kedai, dan beli rokok plus air mineral di sebuah mini market.

Sekitar pukul 07.00 kami berangkat. Perjalanan membutuhkan waktu sekitar 40-45 menit. Saya meilhat jarum jam di tangan saya sudah menunjukkan pukul 07.45. Artinya, kalau mengikuti undangan lima belas menit lagi harus sudah dimulai. Rupanya kami merupakan "gerombolan" terdepan yang tiba di lokasi. Beberapa menit berlalu, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Lombok Timur juga datang. Beliau memasuki ruang rapat dan ngobrol bersama kami sejenak sambil menunggu kehadiran undangan lain.

Rapat agak tertunda karena sebagian besar undangan belum hadir sampai pukul 08.15. Acara baru dimulai sekitar 30 menit lebih lambat dari waktu yang telah ditentukan. Rapat kali ini membahas beberapa agenda sekolah penggerak dan review sejumlah kegiatan tahun 2021. Pembahasan yang diwarnai diskusi yang cukup alot membuat durasi rapat cukup panjang dan melelahkan. Rapat baru berakhir sekitar pukul 04.00

Usai rapat semua peserta langsung pulang. Pak H. Muhamad mengajak saya dan H. Zulkarnaen bersama dua rekan lain dalam mobil yang berbeda melihat-lihat lokasi wisata di sekitar Labuhan Lombok. Seorang rekan ibu guru yang tinggal di Labuhan Lombok bersedia menjadi pemandu. Lokasi pertama kami di bawa ke "Denda Seruni", sebuah lokasi wisata berupa danau, yang terletak di Desa Seruni Mumbul, Kecamatan Pringgabaya, Lombok Timur. Di lokasi kami hanya berniat foto-foto belaka. Namun, rekan pemandu mengajak masuk sekedar melihat-lihat saja.

Saat memasuki gerbang, saya melihat ada danau dengan genangan sempit selebar kira-kira 75-100 m. Berdiri di pintu masuk saya melihat trotoar selebar kurang lebih 2.5 m terhubung dengan pinggir danau. Trotoar itu kemudian terhubung dengan jembatan yang dibangun di atas danau.


Saya dan rekan-rekan penasaran dan terus masuk ke dalam area. Jembatan di atas danau itu tidak seperti yang saya pikirkan. Ternyata fasilitas penghubung itu membentang di atas danau. Bentuknya meliuk-liuk bagai jalan yang melintas di daerah perbukitan.

Danau Seruni


Danau Seruni

Kami terus berjalan lebih dalam. Beberapa bangunan mulai tampak. Di atas danau dilengkapi dengan sejumlah sarana tempat duduk santai. Di sisi lain permukaan danau terlihat ada sebuah bangunan semacam balai pertemuan. Bangunan lainnya terlihat seperti sebuah kedai tempat pengunjung dapat memesan kopi atau minuman ringan. 

Danau Seruni

Saat jauh melangkah ke dalam lagi, terlihat sebuah menancap ke bumi dan menjulang menjulang tinggi ke udara. Bangunan itu rupanya miniatur menara Eifel.

Hal yang unik dari keseluruhan bangunan itu adalah bahannya yang tersusun dari bambu dan kayu dengan atap ilalang. Kecuali dua bangunan utama dan beratap multiroof. Setiap bangunan dihubungkan dengan jembatan kecuali menara. Untuk menginjakkkan kaki di area menara itu pengelola menyediakan perahu. Untuk masuk ke area ini, Tuan dan Nyonya hanya perlu merogoh kocek sebesar Rp 3.000



Sekitar 30 menit kami berkeliling di area itu lalu kami melanjutkan jalan-jalan ke destinasi lain. Pemandu membawa kami ke sebuah obyek wisata perbukitan. Namanya Bukit Kayangan. Bukit itu berada di pinggir pantai yang tidak jauh dari pelabuhan laut Labuhan Haji yang menghubungkan Lombok - Sumbawa.


Menurut pemandu, daerah wisata itu baru dibuka sehingga jalan ke lokasi belum begitu bersahabat. Pengunjung harus melintasi jalan tanah.


Area wisata ini berada di sebuah punggung bukit sebelah timur. Pemandangannya cukup membuat takjum. Sayang kamera saya tidak terlalu berkualitas untuk menghasilkan gambar terbaik. Atau mungkin juru kamera belum memiliki kemampuan mengambil sudut pandang yang tepat dalam jeprat jepret

Berdiri di punggung bukit itu, saya membayangkan pandangan pagi dibubuhi sunrise keemasan menghias kaki langit ufuk timur. Beberapa bangunan terlihat di tempat ini. 

Beberapa sarana pendukung membuat betah pengunjung yang datang di tempat ini. saat masuk ke area ada semacam koridor yang dibangun dengan pembatas kayu di kiri kanannya. Atapnya juga kayu yang dirancang mirip penutup rumah gadang.

Beberapa sarana tempat duduk dibangun agar pengunjung dapat rileks menikmati keindahan hamparan laut. Di pintu masuk tertulis bahwa pengujung tidak boleh bawa makanan ke dalam area. Mungkin tujuannya baik untuk menghindari sampah sisa makanan di dalam lokasi wisata.

Menurut Ibu Guru pemandu, dua obyek wisata itu dibangun oleh pemerintah desa. Ini sebuah langkah bagus untuk meningkatkan pendapatan desa melalui wisata alam. Kedua obyek wisata itu sekarang dikelola oleh pemerintah desa. Rupanya pengelolaannya belum mampu dilaksanakan secara maksimal sehingga penataannya juga perlu mendapatkan perhatian serius. O, ya. Jika Tuan dan Nyonya masuk ke dalamnya, pastikan hanya membawa uang parkir. Jadi jika tidak bawa kendaraan, uang Tuan dan Nyonya simpan saja.

Labuhan Lombok, 05 Februari 2022.

Jumat, 04 Februari 2022

Komitmen Menulis di Blog (Pertemuan ke-9 BM Gelombang 23 & 24 PGRI)

 


Lagi-lagi saya terlambat mengikuti Pelatihan kali ini. Kalau pelatihan BM dilakukan di ruang nyata, seisi ruangan akan menoleh melihat ketidakdisplinan kehadiran saya, selalu datang terlambat. Untung di ruang maya.

Ketika saya membuka WAG saya mendapati jejak moderator saat membuka pertemuan ke-9 ini. Andai jejak itu bekas pijakan kaki, saya sudah jauh tertinggal. Jika peserta pertemuan sebuah rombongan dalam satu perjalanan, saya adalah peserta yang ketinggalan kereta. Untungnya jejak roda kereta itu meninggalkan sesuatu yang dapat dibaca oleh peserta yang terlambat.

Pertemuan malam ini dimentori oleh Drs. Dedi Dwitagama, M.Si. Moderator, Rosminiyati, mengabarkan kepada peserta tentang CV narsum melalui https://trainerkita.wordpress.com/about/. Makin hari semangat belajar menulis peserta makin tersulut. Hal ini salah satunya dipicu oleh kompetensi narsum yang rata-rata luar biasa. Kali ini peserta belajar kepada sosok yang lengkap "Pendidik, Trainer, Nara Sumber dan Motivator bidang Pendidikan, Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba, HIV/AIDS, Kepemimpinan, Berbicara dimuka Umum, Teknologi Informasi, Menulis Kreatif/Creative Writing, Pendidikan Karakter dan Komunikasi/TIK."

Beliau tidak saja wara wiri di dalam negeri tetapi sudah menembus batas negara dalam melaksanakan tugasnya di bidang pendidikan. Saya beruntung dapat bergabung dalam kegiatan ini. Tidak saja memberikan kesempatan kepada saya untuk belajar menulis tetapi juga menjadi ruang dimana saya mendapati ide, gagasan, dan pengalaman dari narsum dan sesama peserta.

Pertemuan kali ini juga memberi nuansa yang berbeda. Narsum tidak menjejali peserta dengan teori atau materi. Narsum terlebih dahulu memberikan kesempatan peserta mengajukan pertanyaan. Artinya, narsum merasa harus memahami keinginan peserta tentang materi. Ini hal bagus karena materi akan sesuai dengan kebutuhan peserta.

Mengapa menulis di blog dan apa manfaatnya? Inilah pertanyaan pertama dari peserta. Pak Dedi menjelaskan bahwa blog itu semacam catatan harian ketika di masa lalu kerapkali dituliskan seseorang dalam buku harian. Hanya saja catatan dalam buku harian itu tidak dapat dinikmati orang lain. Berbeda ketika seseorang menuliskan ide, gagasan, dan pengalaman sehari-harinya dalam blog, banyak orang akan memiliki kesempatan membacanya. Setiap orang dapat mengaksesnya tanpa batas ruang dan waktu. Blog, menurut narsum, telah membawanya menembus batas negara.

Blog yang berkualitas, menurut Pak Dedi, harus "diupdate scara rutin, isinya bermanfaat buat org banyak, banyak pengunjungnya." Artinya, konten yang ada dalam blog harus mengikuti perkembangan infromasi dari waktu ke waktu. Penjelasan ini terkait dengan pertanyaan peserta tentang konten blog.

Pertanyaan lainnya menyangkut menu atau tool dan teknik mengelola penampilan blog. Pak Dedi menjawabnya dengan suara. Beliau menyarankan peserta melakukan googling dan mengeksplore sendiri teknik pengelolaan dengan teknik try and error.

Untuk sampai pada posisi puncak saat ini sebagai narsum ke berbagai penjuru tanah air, Pak Dedi mengaku bahwa tidak pernah terlintas dalam pikirannya untuk sampai pada pencapaian saat ini. Semua bermula dari aktivitasnya dalam sebuah LSM pada tahun 90-an yang bergerak di bidang konseling untuk masyarakat yang gerakannya mirip dengan sebuah organisasi di Inggris. Perbedaannya, organisasi di Inggris itu bertujuan membantu pencegahan bunuh diri yang sedang marak sedangkan di Indonesia berorientasi ke arah pencegahan penggunaan narkoba di Asia Pasifik. 

Saat itu, Pak Dedi, berkesempatan mengikuti training pencegahan narkoba selama satu setengah bulan di Jepang. Kembali dari negeri Sakura, Pak Dedi kemudian banyak diundang banyak aktivis menjadi pembicara ke berbagai daerah di Indonesia dalam rangka pencegahan narkoba.

Butuh waktu lama untuk mencerna proses perjalanan Pak Dedi yang disampaikan dengan pesan suara. Saya merekamnya dengan tool "voice typing" dalam google docs. Hasilnya seperti screenshot berikut ini.

Pertanyaan lainnya menyangkut bagaimana menjaga komitmen menulis di blog. Pak Dedi, menganalogikan komitmen itu dengan aktivitas sederhana sehari-hari. Seseorang yang ingin menjaga kebersihan rumah atau mobil harus selalu berusaha membersihkannya. Persoalannya mau mencuci sendiri atau membawa ke pusat pencucian kendaraan. Pengelolaan tulisan dalam blog juga sama dengan memandikan mobil tadi--menulis sendiri atau meminta orang lain untuk menulis. Seorang guru bisa saja memanfaat tulisan siswa untuk mengisi blog.

Sesuai dengan pertanyaan peserta agar blog memiliki banyak pengunjung, Pak Dedi mengingatkan bahwa pada dasarnya dunia blogger harus mampu menyajikan informasi yang dicari banyak orang. Di samping itu, blogger harus ramah dan rajin berkunjung ke lapak blogger lain. Secara tersirat, Pak Dedi menyampaikan bahwa, dunia blogger pada dasarnya sama dengan kehidupan sosial sehari-hari. Diperlukan kemampuan etika bersosialisasi jika ingin disukai banyak orang. Dalam dunia blogger juga demikian, jika sering meninggalkan jejak pada banyak blog, maka blognya juga akan banyak pengunjung.

Pertanyaan-pertanyaan lain muncul. Secara keseluruhan pertanyaan itu mencakup cara mengelola blog, cara memelihara komitmen dan konsistensi dalam menulis, dan hal-hal lain yang sifatnya teknis.

Jum'at, 04 februari 2022

Gegara Nguping Om Jay

Kemarin sore saya ikut acara Ngupingnya Om Jay dengan judul Filsafat Ki Hajar Dewantara. Narsumnya seorang ahli Filsafat, Dr. Fahruddin Faiz, S.Ag. M. Ag. Tidak saja acaranya terlambat saya ikuti tetapi juga sudah di ambang maghrib untuk Waktu Indonesia Tengah. Jadi, saya tidak dapat mengikuti acara nguping itu secara langsung. Saya tetap berbesar hati karena ada tayangan yang terhubung dengan chanel youtube.

Saya suka materinya karena menyangkut filsafat. Saya pernah suka membaca buku filsafat. Walaupun demikian, pemahaman filsafat saya hanya seujung kuku. Tidak pernah bertambah. Mungkin karena saya terbawa anggapan kebanyakan orang yang mempersepsikan filsafat itu sebagai cara berfikir rumit.

Siang ini saya membuka link youtube yang disebarkan Om Jay ketika memberikan tantangan menulis tentang acara tersebut. Melalui tayangan ini saya dapat melihat wajah langsung Mr. Bam atau Bambang Purwanto yang sering wara wiri membagikan link tulisannya di WAG.

Ternyata saya tidak saja mendapat pencerahan pikiran dari Pak Dr. Faiz. Lebih dari itu saya memperoleh informasi tentang my.id. Rasa penasaran saya menjulang ketika mendapatkan penjelasan Pak Dedi, pemimpin satuguru.id.


Salah satu kelemahan saya tetapi juga kekuatan saya adalah rendahnya ketidaksabaran. Hampir secara spontan saya mencari infromasi tentang domain my.id. https://inwepo.co/cara-mendapatkan-hosting-domain-my-id/. Dalam penjelasannya pemohon diminta menyiapkan KTP dan nomor HP aktif.

Ketidaksabaran itu membuat saya nekat dan mengetik www.my.id. Loading yang cukup lama membawa saya ke halaman berikut. Saya ketik nama domain. Awalnya hanya "yamin" tetapi tidak tersedia lalu saya tambahkan menjadi "yamin1971". Sistem menginformasikan bahwa nama itu tersedia. Saya klik start free


Demikian seterusnya. Rupanya sistem telah diatur sedemikian rupa yang dilengkapi dengan petunjuk sebagaimana penggunaan aplikasi pada umumnya agar pemohon berhasil membuat akun dan mendapatkan domainnya.

Sampai pada titik ini, saya masih dirundung cara mengelola domain tersebut. Saya perlu lebih banyak belajar. Dalam hal ini saya harus nekat. 
 

Kamis, 03 Februari 2022

Mewaspdai Writer's Block (Pertemuan ke-8 BM Gelombang 23 dan 24 PGRI)

 


Saya tidak tahu harus mengawali tulisan resume dari sudut yang mana pada pertemuan ke-8 Pelatihan Belajar Menulis PGRI Gelombang 23 dan 24, Rabu 02 Februari 2022. Saya terlambat hampir satu jam dari jadwal yang telah ditentukan pelaksana kegiatan. Setelah Maghrib saya tidak dapat meninggalkan masjid karena harus mendampingi anak-anak belajar ngaji di Masjid seberang jalan.

Saya baru membuka WAG BM 24 ketika senja telah menua dan mendapatkan informasi tentang jadwal pertemuan ke-8 Pelatihan Belajar Menulis. Saya melihat ada duo Widya yang akan membersamai peserta untuk berbagi dan mengeksplorasi pengetahuan dan keterampilan menulis peserta. Ditta Widya Utami, S.Pd., Gr., dengan peran sebagai narasumber dan Widya Setiyaningsih yang bertugas memoderasi tahapan kegiatan. Tema pelatihan pada kesempatan ini "Mengatasi Writer's Block". Saya belum sempat melakukan searching untuk menemukan makna frase ini.

Selepas mengimami shalat Isya bersama bocah-bocah ngaji, seperti biasa saya memandu anak-anak memanjatkan do'a, melanjutkan simpuh kepada Allah swt agar dilimpahkan anugerah-Nya di dunia dan akhirat. Sebuah harapan paling mendasar setiap Muslim pada umumnya.

Saya menggontai langkah menuju rumah agar segera dapat bergabung dengan peserta lain dalam pelatihan BM. Saya menunda makan malam karena jadwal pelatihan sudah berlalu hampir satu jam. Saya langsung ke ruang kerja. Sebuah ruang yang cukup berantakan dimana saya secara nsicaya memiliki kekuatan penuh menerima gangguan bocah bungsu saya yang baru memasuki empat kala revolusi bumi. Bocah empat tahunan itu acapkali membuat konsentrasi saya terpecah ketika dia sudah mulai memanjati kursi hidrolik lalu meminta dicarikan video youtube "Hedi dan Diana", "Sponge Boob", atau film pendek lain yang menarik perhatiannya.

Saat membuka komputer dan mengaktifkan Whatsapp web, saya melihat notifikasi WAG BM 24 sudah mencapai angka lebih dari 150-an. Dengan serta merta saya langsung meng-klik WAG Belajar Menulis 24. Pemberitahuan pertama yang muncul ternyata kalimat pembuka oleh Moderator Widya Setyaningsih.
Sumber gambar :http://bitly.ws/ogxB

Kalimat pembuka Moderator juga digenapkan dengan narasi yang menjelaskan fenomena yang biasa dialami penulis pemula. Fenomena itu berupa kebuntuan pikiran dan kehilangan ide ketika duduk di depan laptop dan mulai menulis. Ternyata fenomena mental itu merupakan wujud dari Writer's Block atau WB.

Setelah menyampaikan susunan acara, Moderator lalu menunjukkan profil Narsum, Ditta Widya Utami, S.Pd., Gr. Berdasarkan CV yang ditunjukkan, Narsum sehari-hari bekerja sebagai seorang guru, tepatnya di SMPN 1 Cipeundeuy, Subang, Jawa Barat. Perempuan muda kelahiran Subang, 23 Mei 1990, itu bukan guru biasa dengan perjalanan karier yang datar. Ditta Widya Utami memiliki prestasi dan karya yang gemilang. Tuan dan Nyonya dapat mengakses informasinya melalui https://dittawidyautami.blogspot.com/p/profil.html

Tahapan yang ditunggu-tunggu peserta akhirnya tiba ketika moderator memberikan kesempatan kepada Narsum untuk mulai memainkan perannya. Mengawali aksinya, Narsum memberikan tantangan kepada peserta untuk menulis sebgagai aksi nyata proses belajar. Peserta diberikan kebebasan menulis berdasarkan tulisan Narsum dengan judul "Saat Kita Berbuat Salah" yang tertuang dalam link https://dittawidyautami.blogspot.com/2022/01/saat-kita-berbuat-salah.html?m=1

Mendapat tantangan Narsum, peserta menjawabnya dengan aksi. Sejumlah jawaban atas tantangan itu terus mengalir dari peserta. Saya adalah salah satu dari peserta yang tidak menjawab tantangan itu. Saya hanya menulis resume sekenanya. 

Setelah memberikan tantangan, Narsum melanjutkan penjelasan dengan memperdalam pemahaman peserta tentang fenomena WB atau Writer's Block. Duduk di depan desktop saya berkelana dalam imaginasi. Saya seolah melihat Narsum tengah menuliskan pesngertian WB di papan tulis dalam sebuah ruang kelas nyata.
Sumber WAG BM 24

Sindrome tersebut ternyata saya alami pada pertemuan ke-8 ini. Pikiran saya kosong melompong. Saya menatap sekujur ruangan. Saya mencari ide pada dinding, pada tirai jendela, dan pada lampu elektrik yang mengantung pada langit ruangan. Mata saya terhenti pada seekor nyamuk yang terbang menjemput ajalnya di ujung gerakan refleks lidah seekor cecak yang baru saja usai melampiaskan birahi dengan pasangannya. Peristiwa itu memberikan pesan bahwa ternyata ide untuk menulis bisa menemui ajalnya saat seseorang terus berada dalam kelengahan.

Rupanya WB tidak saja dialami oleh penulis pemula tetapi bahkan juga menjangkiti penulis berpengalaman, penulis muda maupun penulis senior. WB juga tetiba datang tidak mengenal ruang dan waktu. Bisa muncul kapan saja dan di mana saja. Writer's block juga bukan tentang kompetensi tetapi lebih disebabkan oleh kondisi prikologis seseorang pada saat tertentu, 

Narsum menyebutkan,"Sulit fokus, tidak ada inspirasi menulis, menulis lebih lambat dari biasanya, atau merasa stres dan frustasi untuk menulis merupakan sebagian dari tanda-tanda kita terserang WB."

Penyebab Writer's Block antara lain: 
Sumber WAG BM 24

Selanjutnya Narsum memberikan penjelasan cara mengatasi WB. Istirahat sejenak, melakukan hal-hal yang menyenagkan, atau pendeknya merefresh pikiran merupakan jalan keluar yang dapat dilakukan. Bisa jadi ide muncul ketika suasana psikologis sudah membaik.

Saya tidak mungkin membuat resume tentang penjelasan Narsum secara detail. Selanjutnya, saya memilih membaca dialog Narsum dengan peserta. Dialog itupun tidak bisa saya ringkas secara detail. Secara umum pertanyaan peserta tetap dalam topik Writer's Block. Akan tetapi, jika saya boleh membuat kerucut, pertanyaan peserta mencakup tentang cara mengatasi hal-hal yang berhubungan dengan proses menulis. Permasalahan itu bermasam-macam, mulai dari kebuntuan ide yang datang mendadak, kecenderungan pada kesempurnaan tulisan, sampai kendala yang muncul ketika peserta mengalami hal-hal mendadak saat tengah asyik menulis.

Saya lagi-lagi tidak bertanya. Saya terus mengetik apa yang muncul dalam pikiran saya. Saya mengabaikan semua dialog, menafikan serangan nyamuk nakal, dan menganulir hawa panas ruangan tanpa kipas atau peredam panas lainnya. Saya terus melakukannya sampai paragraf terakhir ini.

Rabu, 02 Februari 2022

Rabu, 02 Februari 2022

Antara Saya, Dan, dan Lengkung Bubungan


Waktu sekolah telah usai. Anak-anak sudah pulang ke rumah masing-masing. Pun para guru dan pegawai. Saya sendiri masih di sekolah, terpasung sebuah rasa dalam kesenyapan siang. Rasa itu adalah betah. Saya terbiasa bersunyi sendiri di ruang seluas 7x3 meter itu. Ya... sendiri dalam kesenyapan. Kadang menuntaskan sesuatu yang belum selesai atau rebahan di atas sofa butut milik sekolah sambil colak-colek screen smartphone yang kebal dari rasa geli.

Kali ini saya bersama penjaga sekolah, Dan, yang baru menjalankan tugasnya dalam 1 (satu) bulan terakhir. 

Sebuah kipas angin kecil di plafond ruangan melakukan kerja rotasi pada titik maksimal. Benda itu akan terus bekerja sampai ada tangan yang bersedia menghentikannya.

Dua hari yang lalu saya meminta Dan memanjat plafond salah satu ruang kelas untuk memeriksa bentangan bubungan yang sudah tampak melengkung. Saya menduga kayu bentangannya mulai rapuh, serapuh jiwa Napoleon di hadapan Desiree Clari, Josephine, Maria Louise, atau Marie Walewska.

"Dan...!" Saya menyapanya Dan. Nama lengkapnya Wildan.

"Iya?" tanggapan laki-laki yang sudah menikah dua kali itu singkat bernada tanya. 

Rupanya dia tahu saya ingin menyampaikan sesuatu.

"Bagaimana kondisi bubungan yang melengkung itu?" saya bertanya.

"Kayunya tidak rapuh hanya ada patahan. Karena tidak kuat menahan beban akhirnya melengkung," katanya sambil menikmati signal WiFi sekolah yang tengah diaksesnya.

"Saya khawatir kalau dibiarkan bisa membahayakan anak-anak yang sedang belajar," saya mengemukakan rasa was-was, "kalau dibiarkan ada kemungkinan ambruk?"

"Ya, jelas. Apalagi ini musim hujan. Bebannya bisa bertambah kalau terus-menerus diguyur air," katanya tanpa melepaskan tatapan dari layar gawai miliknya.

"Terus?"

Diam. Entah tidak mendengarkan pertanyaan saya atau pikirannya telah mengabaikan semua hal yang ada di ruangan karena tumpah pada goyang artis dalam film Bollywood yang ditontonnya via yutup. Sayup terdengar tabuh irama musik India dan suara khas Negeri Tajmahal itu dari headset yang mungkin disetingnya pada titik maksimal

Saya menatap dinding ruangan sambil memasang telinga untuk mendengar jawabannya. Tatapan saya tertumpu pada seekor serangga kecil yang terbang menjemput kematiannya dalam sergapan lidah seekor cecak. Binatang yang kakinya dilengkapi perekat itu baru saja usai melampiaskan birahi bersama pasangannya.

"Terus?" nada pertanyaan saya sedikit meninggi karena tidak ada jawaban.

"Terus bagaimana?" kali ini dia merespon tetapi belum memahami pertanyaan saya.

"Terus! Cara mengatasinya bagaimana?"

"Ya...! Diberikan topangan," matanya masih tidak berpaling dari irama lagu Bollywood pada smartphonnya.

"Topangannya pakai apa?"

"Bambu."

"Kuat?"

"Kuat sementara."

"Kok sementara?"

"Sementara direhab total."

"Sementara itu lama Dan."

Dan hanya diam. Saya diam. Kipas angin ukuran kecil yang terpancang di plafond terus berputar kencang, sekencang harapan saya memperbaiki lengkung bubungan atap ruang kelas itu. Namun hembus angin yang dihasilkan benda elektrik itu tidak membuat perubahan gerak angin di tempat kami sedang duduk. 

Kipas angin itu adalah kami. Kelompok kelas pekerja yang tidak memiliki energi dan kekuatan untuk mengubah sesuatu yang ada di luar jangkauan kami.

Selasa, 01 Februari 2022

Pertemuan ke-7 (Menulis Buku Mayor dalam Dua Minggu)


Pertemuan ke-7 Belajar Menulis Gelombang Longitudinal (eh.. mangsut saya Gelombang 23-24), saya bertemu lagi dengan Bu Aam Nurhasanah, mentor pertemuan ke-5 Belajar Menulis gelombang 23-24 PGRI yang jadwal pelaksanaannya Rabu, 22 Januari 2022 yang lalu. Narasumber pada kesempatan ini melibatkan sosok yang sudah malang melintang dalam dunia tulis menulis. Beliau adalah Prof. Dr. Ir. Richardus Eko Indrajit, M.Sc., MBA., MA.,M.Phil.,M.Si.

Umur Eko Indrajit ternyata lebih dewasa dua tahun dari saya. Beliau seorang tokoh pendidikan dan pakar teknologi informatika asal Indonesia yang kini menjabat Rektor Universitas Pradita. Lebih dari itu Eko Indrajit merupakan sosok penggerak riset informatika dan teknologi digital, dan narasumber yang aktif di berbagai seminar, lokakarya, dan penulis buku serta jurnal yang telah dipublikasikan di dalam maupun luar negeri. https://id.m.wikipedia.org/wiki/Richardus_Eko_Indrajit

Dalam imaginasi saya sosok Eko Indrajit memiliki darah India. Imaginasi berkembang karena saya sering mendengar tokoh dengan nama itu muncul dalam film-film Bollywood yang pernah saya tonton. 

Nama Indrajit atau biasa dikenal dengan nama Megananda juga merupakan seorang tokoh pewayangan kategori antagonis dalam cerita Ramayana. Ia adalah seorang putra sulung dari Rahwana dan Ibu Mandodari yang mendapatkan gelar sebagai putra mahkota Kerajaan Alengka. Indrajit memiliki kekuatan yang sakti mandraguna sebagai seorang ksatria. Ketika ia bertarung melawan pasukan Wanara, ia melepaskan senjata Nagapasa. https://jagad.id/wayang-indrajit/

Jika dikaitkan dengan sosok Indrajit yang mendampingi pertemuan ke-7 Belajar Menulis 23-24 ternyata saya dan peserta lain bertemu dengan Indrajit masa kini yang memiliki tingkat "kesaktian" yang sama. Indrajit dalam kisah Rahwana boleh memiliki kemampuan menggunakan pedang untuk menaklukkan lawan tetapi Indrajit, Narsum kali ini, memiliki kemampuan memainkan "pena" untuk menaklukkan kebodohan, rendah diri, dan kemalasan.

Beliau berkisah di awal pertemuan bahwa beliau mulai aktivitas menulis sejak 1999, pasca lengsernya pemerintahan Orba. Kala itu harga buku impor mahal dan banyak mahasiswa tidak mampu membelinya. Saat itu teknologi digital masih dalam rahim sang waktu. Teknologi informasi belum mencapai perkembangan seperti saat ini. Pilihan paling tepat bagi beliau  perpustakaan. Sesuai dengan dispilin ilmunya, beliau membuat ringkasan tentang IT dari buku-buku berbahasa Inggris. Dalam perkembangannya, beliau tanpa terasa menghasilkan 50 artikel. Semua artikel itu terhimpun dalam satu buku. Ternyata buku yang dihasilkan menjadi incaran banyak orang. Permintaan meloncat di luar dugaan sehingga dalam satu tahun diproduksi sampai 3 kali.

Apa yang dilakukan beliau ternyata membawa berkah lain. Ada banyak tawaran dan undangan untuk menjadi pembicara pada berbagai seminar di sejumlah kota. Keliling Indonesia yang menjadi cita-citanya sejak kecil tercapai. Perjalanan keliling gratis.

Atas dasar pengalaman itu, sejak tahun 2000-an, Indrajit muda mulai berkonsentrasi untuk menulis. Setiap tahun beliau dapat menghasilkan 2-3 tulisan dalam bentuk buku. Elexmedia Komputindo merupakan peserbit pertama yang mencetak bukunya. Popularitas beliau membuat penerbit lain tertarik. Penerbit Andi Yogyakarta salah satunya. Andi adalah penerbit yang didirikan pada tahun 1980 olehh Johanes Herman Gondowijoyo. Awalnya seluruh aktifitas masih terbatas dalam bidang percetakan. Perusahaan mengalami perkembangan yang pesat dan pada akhir 1980-an. Karena perkembangan perusahaan, pada tahun 1996, CV. ANDI Offset membagi bisnis unit menjadi dua, yaitu Penerbit ANDI dan Penerbit Yayasan ANDI. https://www.gudeg.net/direktori/32/penerbit-cv.-andi-offset.html

Lalu bagaimana Indrajit sampai kepada gagasan untuk menulis bersama guru-guru? Ini bermula dari keresahan Ardiansyah, seorang kenalan dan sahabat Pak Indrajit, atas dominasi Microsoft atas produk software yang tak terjangkau. Padahal Ardiansyah dan beberapa temannya memiliki keahlian software open source. Mulai dari titik ini semua anak-anak muda itu masing-masing menulis tentang software sesuai dengan keahliannya. Pak Indrajit mengumpulkan tulisan itu dan melakukan editing. Beliau kemudian meminta sebuah perusahaan untuk menerbitkan dan mempublikasikan tulisan tersebut menjadi sebuah buku.

Pak Indrajit terus meningkatkan pemahamannya dalam penerbitan sebuah buku dengan belajar dari berbagai penerbit. Pada saat yang sama, sang Ayah juga memiliki minat yang besar dalam dunia kepenulisan. Hal ini menjadi penyulut semangat Pak Indrajit dalam menulis, menerbitkan, dan mempublikasikan barang-barang literasi itu.

Pada akhirnya pertemuan BM 23-24 tiba pada sesi tanya jawab. Sejumlah pertanyaan dari peserta muncul. Ada dua pertanyaan menarik bagi saya malam ini, Pertama, cara menumbuhkan keinginan dan meningkatkan kemampuan menulis pada siswa. Ke dua, cara meyakinkan guru yang terlibat dalam menulis sampai menghasilkan sebuah buku.

Pak Indrajit menjawab ke dua pertanyaan itu dengan sederhana. Pertanyaan pertama dengan mengajak siswa menulis tentang apa yang mereka sukai bukan apa yang kita sukai. Sedangkan pertanyaan ke dua, beliau tidak berusaha meyakinkan guru-guru tersebut. mereka hanya diberi tantangan menulis. Pak Indrajit mengembalikan semua keputusan itu kepada guru.

Senin, Hari terakhir bulan Januari 2022

Senin, 31 Januari 2022

Membuat Sertifikat dengan tool "Mailling" pada MS Word


sumber gambar http://bitly.ws/odjU

Microsoft Word atau Microsoft Office Word atau Word adalah perangkat lunak pengolah kata (word processor) andalan Microsoft. https://id.wikipedia.org/wiki/Microsoft_Word.

Word, salah satu alat pengolah data dalam Microsoft Office, memungkinkan penggunanya membuat dokumen, menyimpan, mengaksesnya kembali, mengubah, dan menghapus dokumen secara permanen.

Word biasanya digunakan untuk mengolah data dalam bentuk text atau tulisan. Lebih dari itu, word juga menyediakan alat untuk memasukkan gambar. Word banyak digunakan untuk membuat laporan kerja dalam bentuk deskripsi, karya tulis, pengalaman pribadi, atau catatan harian. Seorang penulis fiksi juga dapat mengekspresikan pengalaman bathinnya secara tertulis melalui word.

Word, aplikasi yang diluncurkan oleh perusahaan milik Bill Gates, menawarkan sejumlah tool yang memberikan kemudahan penggunanya melakukan proses pengolahan data sesuai dengan kebutuhan pekerjaan.

Salah satu menu yang meringankan proses pembuatan dokumen adalah "Mailling". Menu ini sangat membantu dalam pembuatan sejumlah dokumen yang sama dengan beberapa perbedaan pada masing-masing dokumen, misalnya, sertifikat peserta pelatihan. Pembuatan sertifikat tidak perlu melipatgandakan file sertifikat sebanyak peserta. Di sinilah fungsi "Mailling" dapat digunakan. Dalam tulisan ini akan dijelaskan cara penggunaan Mailling untuk keperluan tersebut.

Langkah awal yang dilakukan adalah membuat sebuah folder dengan nama tertentu sessuai kebutuhan. Hal ini penting agar pencarian data lebih cepat dalam proses pembuatannya. Lihat gambar berikut.

Minggu, 30 Januari 2022

Terima Gajih Pak Menteri

Gambar koleksi pribadi

Satu tahun sejak dana BOS diluncurkan pemerintah, tepatnya tahun 2006, saya ditunjuk menjadi bendahara oleh kepala sekolah menggantikan pemegang kas yang mengalami mutasi saat itu.

Meminjam istilah Syahrini, belasan tahun menjadi bendahara dapat disebut sebagai "sesuatu". Sesuatu yang menggambarkan bahwa ada kepercayaan berumur panjang yang dibebankan ke pundak saya oleh sekolah. Tiga kali pergantian kasek, dan ketiganya meletakkan tanggungjawab keuangan itu sebagai bagian dari wewenang saya. Dan saya menikmatinya. Menikmati tanggung jawab bukan uangnya.

Menjadi bendahara bukan hanya soal membelanjakan duit semata. Dimensi paling penting adalah bagaimana merencanakan dan menggunakan uang itu secara hati-hati. Prinsip kehati-hatian bukan terletak pada besar kecilnya perolehan dana BOS sebuah sekolah. Prinsip itu menyiratkan kesepakatan bersama, keterbukaan, kejujuran, dan efesiensi pembelanjaan. 

Jika didasarkan pada kebutuhan sekolah penerimaan tidak akan pernah mampu menutupi semua kebutuhan secara paripurna. Ibarat menenggak air laut kerongkongan akan makin dahaga. Artinya, berapapun nilai penerimaan tidak akan pernah memuaskan. Selalu ada kebutuhan yang belum terpenuhi. Dalam konteks ini maka skala prioritas menjadi cara terbaik dalam penyusunan anggaran.

Salah satu point paling dilematis bagi saya sampai tahun 2019 adalah pembayaran gaji honorer. Di satu sisi penerimaan sekolah dari dana BOS tergolong kecil. Di sisi lain sekolah memiliki 4 orang guru honor. Sementara persentase pembayaran honor maksimal 15% dari penerimaan. Dengan jumlah siswa setiap tahun hanya berkisar 80-90 orang, sekolah hanya boleh membayar honor/bulan antara 800 sd 900 ribu perbulan untuk 4 orang guru honor. Kalau dibagi 4 hanya 200-225 rb/perorang/perbulan.

Saya curiga inilah awal kebotakan saya. Saya dan kepala sekolah harus memeras otak untuk mengucurkan bayaran lebih dari batas maksimal atas belanja pegawai. Saat bendahara berhak menerima insentif sebagai pengelola dana Bos, saya tidak mengambilnya dan saya sisihkan untuk membayar honor lebih tersebut. Juga sebgian uang transport untuk kegiatan dinas kepala sekolah ke luar sekolah tidak diambilnya. Berbagai rapat yang membolehkan makan dan minum berupa nasi diganti secangkir kopi atau teh dan satu dua gorengan. Inilah alternatif masuk akal yang bisa dilakukan sekolah.

Saya mengapresisi kenaikan dana BOS tahun 2020 sekaligus kenaikan porsi pembayaran honor untuk rekan-rekan honorer yang meloncat tinggi dari 15% menjadi 50%.

Terima gajih Pak Menteri.

Tayang tgl 20 Februari 2020 pada: https://www.facebook.com/100004318352255/posts/1809451415875453/


 

Jumat, 28 Januari 2022

Pertemuan ke-6 Belajar Menulis (Menulis Buku dari Karya Ilmiah)

 



Dua perempuan cantik memperlihatkan kesan ramah menghiasi poster pengumuman jadwal pertemuan ke-6 Pelatihan Belajar Menulis Gelombang 23-24, ketika saya membuka WAG Belajar Menulis 24 PGRI, yang digagas Om Jay (Wijaya Kusumah). Waktu menunjukkan pukul 16.15 wita ketika saya membuka WAG. Dalam poster tersebut terbentang nama Noralia Purwa Yunita, M. Pd, dengan peran sebagai narasumber. Nama lainnya Raliyanti pada posisi sebagai moderator.

Sebelumnya saya sendiri dan (mungkin) semua peserta pelatihan belum pernah bertatap muka secara langsung dengan narsum dan moderator. Namun saya "mengimani" anggapan saya bahwa sosok yang diberikan mandat memberikan bimbingan Belajar Menulis memiliki kompetensi yang mumpuni di bidangnya.

Sebuah frase warna merah saga di atas poster tertulis "Membuat Buku dari Karya Ilmiah". Saya memastikan bahwa, kalimat yang sewarna dengan frame kacamata moderator, itu adalah topik pelatihan pertemuan ke-6.

Malam ini “keimanan” saya terhadap sosok narsum menguat sampai ke sumsum paling inti. Perubahan psikologis ini terjadi ketika saya membaca Curriculum Vitae narsum yang menjelaskan tentang prestasi dan karyanya, sesaat setelah moderator membagikan link absensi peserta dan menyampaikan susunan acara.



Dalam file tersebut jelas tertulis nama narsum, Noralia Purwa Yunita, M. Pd., seorang perempuan muda kelahiran pertengahan 1989 di Kudus, Jawa Tengah, sebuah tempat yang dikenal sebagai penghasil rokok. Bu Yunita, Bu Noralia, atau mungkin juga disapa Bu Purwa adalah seorang guru yang mengajar di SMPN 8 Semarang. Lebih dari seorang guru, narsum juga seorang penulis dan blogger. Hal yang menarik ternyata narsum juga alumni Belajar menulis asuhan Om Jay.

Malam ini saya membayangkan riuh tepuk tangan peserta pelatihan, ketika moderator dengan suara lantangnya mempersilakan narsum mulai menyampaikan materi. Pada saat yang sama, narsum menyambut tepuk tangan itu dengan lambaian tangan dan senyum ramah.

Setelah menyampaikan kalimat pembuka narsum mulai menyampaikan materi inti. Narsum memancing peserta dengan pertanyaan retoris tentang karya ilmiah sebagai topik utama pelatihan. 

“Apa itu karya ilmiah?”

Setiap lulusan perguruan tinggi strata-1 tentu pernah membuat tugas itu, tugas karya ilmiah dalam bentuk skripsi. Mahasiswa S-2 pun demikian. Penuntut ilmu program magister ini harus membuat karya tulis berupa tesis. Pada program doktoral atau S3 tetap berlaku karya ilmiah dalam bentuk desertasi. Seorang guru ASN juga secara berkala dituntut memiliki karya ilmiah sebagai persyaratan naik pangkat.

Dari fakta ini lalu Bu Noralia membuka cakrawala berfikir peserta bahwa semua karya ilmiah itu hanya menjadi sebuah karya yang tidak pernah dijamah dan diketahui orang lain. Bahkan pemilik karya ilmiah itu sendiri mungkin saja tidak pernah membukanya.

Narsum lalu menggiring cara berpikir peserta kepada sebuah ide bahwa diperlukan tindakan “inovatif” terhadap karya yang dihasilkan itu. Tindakan “inovatif” itu adalah dengan mengkoversi karya ilmiah itu menjadi sebuah buku yang dapat dikonsumsi masyarakat luas. 

Buku hasil konversi tersebut akan memiliki nilai tambah. Buku akan tersebar dan dapat dibaca khalayak dan memberikan keuntungan finasial kepada penulisnya karena diperjualbelikan. Bagi ASN, buku dapat dijadikan publikasi ilmiah yang dapat menambah poin angka kredit dengan mengkonversi Penelitian Tindakan Kelas (PTK) menjadi tulisan publikasi ilmiah. Lebih dari itu, makin banyak pembaca yang menkonsumsi buku tersebut akan membuat popularitas penulis melambung. Hal yang lebih penting adalah sebaran ilmu pengetahuan dalam tulisan akan lebih luas.

Saya merasakan gairah dan ketidaksabaran peserta untuk memahami cara menghasilkan karya ilmiah menjadi buku. Gairah dan ketidaksabaran itu mulai terakomodir ketika Miss Nora (saya tahu sapaan ini dari pertanyaan seorang peserta) menyampaikan teknik atau cara mengubah karya tulis menjadi buku yang siap produk.

Tindakan yang dilakukan dalam proses konversi itu adalah dengan mengubah format karya ilmiah menjadi buku. Perubahan itu mencakup perubahan judul dan daftar isi. Aspek yang harus dipertahankan dalam perubahan itu adalah esensi tulisan. Di samping itu, harus ada sisipan tentang pengetahuan paling mutakhir. Saya memahami ini sebagai upaya untuk mencegah munculnya kesan bahwa buku tersebut merupakan tulisan lama yang baru diproduksi.

Pada aspek kebahasaan, narsum memberikan eksplanasi bahwa sebuah buku memiliki gaya penulisan yang berbeda dengan karya tulis. Gaya penulisan buku lebih fleksibel daripada penulisan karya ilmiah. Di sinilah karekter tulisan seorang penulis dapat dilibatkan secara maksimal. Penulis dapat menggunakan gaya bahasa khasnya. Dalam kalimat lain penulis dapat menggunakan kemampuan imaginernya dalam tulisan tetapi dengan jaminan bahwa pembaca tetap memahami substansi tulisannya. Dalam konteks ini, narsum menyarankan agar menggunakan teknik parafrase. Teknik parafrase dilakukan dengan menyusun kalimat menggunakan kata-kata penulis sendiri, tanpa mengubah arti aslinya dan juga tidak menghapus informasi apa pun. https://ascarya.or.id/cara-parafrase/

Di akhir penyampaian materi Miss Nora menegaskan bahwa  membuat  buku dari karya ilmiah bukan berarti hanya mengubah bungkus dan judul saja dan membiarkan isi buku sama dengan karya tulis yang telah dibuat. Hal ini merupakan kesalahan karena akan menjadi self plagiarisme untuk sebuah karya. 

Karya tulis yang telah ada harus mengalami perubahan sesuai dengan ketentuan untuk mencegah terjadinya kesamaan struktur antara buku dan karya tulis. kurang lebih inilah  closing statement Narsum diakhir penyampaian materinya.

Pada sesi tanya jawab, sejumlah pertanyaan mengalir. pertanyaan itu membuktikan gairah peserta dalam mengikuti pelatihan. Ada pertanyaan yang masih berhubungan dengan teknik konversi, struktur buku, dan unsur-unsur lain yang berhubungan dengan prosedur penulisan buku.

Seorang peserta mengajukan pertanyaan agak berbeda dari topik utama. Pertanyaannya menyangkut perbedaan keuntungan penulis buku non-fiksi dan fiksi yang memilih jangkuan konsumen yang berbeda.  Saya seolah melihat seulas senyum pada bibir narsum dan berkata, 

"...Tiap genre buku baik itu fiksi atau non fiksi, pasti memiliki para pembacanya tersendiri bu.. Buku-buku fiksipun banyak jenisnya, ada novel, kumpulan cerpen, puisi, dll yang biasanya dibaca saat kita ingin relax, memperkuat daya imajinasi, meningkatkan motivasi, atau hanya sekedar hiburan semata. 
Buku non fiksi pun juga sama, pasti tetap ada pembacanya. Contohnya saja jika kita ingin mengajar, tidak lepas dari bahan bacaan buku non fiksi. Ketika kita ingin membuat PTK misalnya, pasti mencari buku non fiksi. ..."

Pertanyaan lainnya tentang kendala dan tantangan dalam menulis buku. Ada pula yang bertanya tentang teknik mengembalikan file dalam komputer yang telah mengalami kerusakan karena virus. Pertanyaan paling klasik adalah bagaimana menyelesaikan tulisan  ketika berhadapan dengan tugas lain yang besifat mendesak.

Saya sendiri tidak bertanya. Saya hanya mengajukan permohonan agar materi Pelatihan Menulis pada pertemuan ke-6 malam ini dapat dibagikan dalam bentuk softfile.


Lombok Timur, 28 Januari 2022

Kamis, 27 Januari 2022

Pertemuan ke 5 BM 24 (Menulis membuatku naik kelas dan berprestasi)

 



Saat moderator, Pak Dail Ma’ruf, mengirimkan jadwal pelatihan Belajar menulis PGRI pertemuan ke 5, saya sedang berhadapan dengan layar komputer untuk melihat dan menyelesaikan tugas-tugas yang belum disempurnakan

Di pangkuan saya si bungsu baru saja menyudahi perilaku hiperaktifnya. Setiap hari ada saja tingkahnya yang menguji kesabaran saya sebagai seorang ayah. Seringkali saat sedang menyelesaikan sesuatu yang bersifat mendesak, dia minta dibukakan youtube, memperbaiki sepedanya, atau mengajak saya naik motor di atas aspal depan rumah yang sudah mulai koyak. 

Saban hari saya mendengar ibunya teriak histeris khawatir melihat sejumlah aksi berbahaya yang dilakukan untuk anak seusianya--naik dan melompat dari meja setinggi 60-70 cm, memacu sepedanya dengan memanfaatkan gaya gravitasi bumi di punggung halaman kakeknya yng miring, atau memanjat jendela  dengan berpegangan pada teralis lalu melompat ke belakang bak atlet parkour.

Gambar koleksi pribadi

Saya benar-benar lupa bahwa hari ini Rabu, 26 Januari 2022. Saya kira hari ini hari Selasa. Inilah salah satu kelemahan saya. Lupa. Ini sudah melampaui batas toleransi. Kalau diberikan peringkat, tingkat lupa saya sudah mencapai tahap akut. Namun, ada tiga benda yang jarang saya lupakan dalam hidup saya. Benda itu adalah rokok, kacamata (karena selalu bertengger di hidung), dan smartphone.

Dalam beberapa tarikan asap rokok*) saya biarkan anak saya pulas dalam pangkuan saya sampai dia benar-benar berada di alam bawah sadarnya. Saya mengelus kepalanya agar tidur lebih pulas. Yakin bocah yang baru memasuki usia empat kala revolusi bumi itu telah berada di alam bawah sadar secara paripurna, saya bangkit perlahan dari kursi hidrolik tempat saya biasa bekerja dan berselancar di alam maya. Si Bungsu, yang lahir dan sempat menjadi anak tenda saat gempa menjadi trend bencana di Lombok tahun 2018, tetap pulas dalam timangan saya. Saya berjalan perlahan beberapa langkah menuju kasur di ruang tengah tempat saya biasa rebahan sambil nonton tv sampai jauh malam.

Si bungsu saya tidurkan. Beberapa gerakan bolak balik badan membuat saya harus membelai kepalanya agar benar benar tidur. Setelah tidak ada gerakan lagi, saya kembali ke kursi hidrolik dan berhadapan lagi dengan komputer.

Notifikasi WAG BM 24 sudah ramai. Moderator mulai membuka pelatihan. Pak Dail, sang Moderator, memperkenalkan narasumber. Saya membayangkan Pak Dail sedang berdiri di depan peserta dan membuka pelatihan secara berapi-api, dengan kalimat “agitatif”, membakar semangat belajar peserta. 

Pak Dail lalu memperkenalkan Narasumber, Bu Aam Nurhasanah, melalui tayangan profil dalam blog narsum sendiri. Secara keseluruhan, saya mengacungkan jempol untuk Narsum setelah membaca profilnya. Saya yakin narsum bukan sosok yang cepat menyerah. Prestasi yang diraih ternyata dimulai dari kegiatan seperti yang saya ikuti pada kesempatan ini. Riwayat karir narsum menunjukkan bahwa yang bersangkutan pembelajar cepat, memiliki disiplin tinggi, dan cerdas melihat peluang. Karakter itu ditunjukkan dengan tumpukan hasil karyanya. Anak asuh Om Jay memang hebat. Melalui link https://aamnurhasanah12.blogspot.com/2021/01/intip-profilku-yuks.html, Bu Aam telah menunjukkan bukti keseriusannya dalam berkarya.

Tidak saja berkarya, narsum juga dipercaya sebagai kurator, editor, dan bahkan narasumber seperti malam ini. Ternyata tidak mudah mencapai prestasi semacam ini. Narsum memberikan kunci keberhasilan yang dimulai dari rasa percaya diri. Hal ini paling mendasar karena dapat menghapus keputusasaan dan rasa rendah diri. Hal lain yang tak kalah penting adalah cara pandang seseorang dalam menulis. Aktifvitas menulis sebaiknya tidak dijadikan sebuah beban melainkan sebuah media dimana seseorang dapat menemukan gairah hidup. Melalui tulisan seseorang dapat membuat prasasti tentang dirinya, tentang pikran dan perasaannya, dan tentang berbagai hal positif yang dapat disampaikan kepada orang lain.

Point utama yang perlu diperhatikan, menurut Narsum, adalah ketika dihadapkan pada sejumlah pilihan tugas dan tanggung jawab. Diperlukan kemampuan untuk membuat analisis skala prioritas, mana tugas yang harus segera diselesaikan.

Lalu bagaimana menemukan ide? Baris pertanyaan ini muncul dari salah satu peserta. Dengan ringan Narsum menjawab bahwa ide terhampar di mana-mana. Gagasan ada dalam anggota keluarga, alam sekitar, dan lingkungan sosial. 

Satu hal yang penting adalah banyak membaca. Penulis memerlukan banyak referensi dari karya orang lain. Di era digital saat ini sumber bacaan melimpah. Dengan modal sedikit kuota seseorang dapat berselancar pada ruang “perpustakaan global” tanpa harus beringsut dari tempat duduknya. Perpusatakaan itu adalah internet.

Di ujung resume ini saya berkesimpulan bahwa seorang penulis harus membangun karakter pribadimya. Penulis harus memiliki kepercayaan diri yang kuat, displin diri yang tinggi, semangat belajar menjulang, banyak membaca (tidak saja buku tetapi juga lingkungan). Semua dimensi itu dapat dibangun melalui belajar, mencoba bangun kembali setelah terjerembab. 

*) Catatan : Saya tidak sedang merokok saat si bungsu dalam pangkuan saya. Tarikan asap itu hanya ukuran waktu.

Rabu, 26 januari 2022

Rabu, 26 Januari 2022

Peresean, Adu Cambuk dalam Sportivitas

sumber gambar https://bit.ly/3g02UlY


Peresean atau perisean merupakan sebuah olah raga ekstrem yang sudah berkembang sejak abad ke 13 pada masyarakat Sasak (Lombok). Olahraga ini merupakan pertarungan dua laki-laki dengan senjata tongkat yang terbuat dari rotan (penjalin: Sasak). Petarung dalam budaya adu cambuk ini dilengkapi dengan ende (perisai) atau pelindung yang terbuat dari kulit kerbau atau kulit sapi yang telah mengeras.Petarung itu disebut pepadu. https://id.wikipedia.org/wiki/Peresean

Pertarungan peresean dilakukan di ruang terbuka. Peresean dipimpin pekembar (wasit). Pepadu dipilih secara acak oleh pekembar pada saat peresean digelar. Saat bertarung pepadu mengenakan ikat kepala, tanpa baju, dan kain yang dililitkan di pinggangnya. Peresean berlangsung selama 3-4 ronde untuk setiap pertarungan. Aturan main peresean paling penting adalah pepadu hanya memperbolehkan menyerang lawan pada anggota tubuh dari pinggang ke atas. Saat pertarungan berlangsung, kelompok penabuh gamelan memainkan alat musik khusus peresean yang menyulut semangat keberanian dan membakar ambisi meundukkan lawan.

Pertarungan akan berakhir jika salah satu petarung mengalami “pecok”. “Pecok” adalah sebuah kondisi pendarahan pada petarung karena terkena pukulan pada bagian kepala. Jika berhasil membuat lawan “pecok” maka seorang pepadu dianggap sebagai pemenang. Pada saat yang sama, pepadu yang “pecok” akibat pukulan lawan dianggap kalah. Pertarungan juga dapat dihentikan jika salah satu pepadu mengalah apabila merasa tidak kuat melanjutkan peresean atau pertarungan dihentikan pekembar.

Menurut para tetua dan cerita turun menurun, di masa lalu peresean merupakan sebuah ritual yang disakralkan. Dalam masyarakat sasak, peresean merupakan ritual minta hujan saat mengalami kemarau. Itu sebabnya, peresean dilaksanakan pada ujung musim kemarau. Sekarang peresean tidak lagi menjadi ritual tetapi tetap menjadi salah satu tradisi bela diri yang terus dikembangkan. Bahkan pemerintah mendukung pengembangannya dengan menyelenggarakan event pada level daerah. Semua pepadu terkenal dari berbagai tempat di Lombok diundang untuk meramaikan event tersebut.

Anak-anak sasak di masa lampau akrab dengan peresean. Saya ingat betul, keindahan masa kecil saya diwarnai dengan peresean. Senjatanya tentu bukan penjalin tetapi pelepah pisang yang telah kering. Sebagian dari anak-anak yang mampu bertahan dari rasa sakit, sepakat menambahkan sapu lidi ke dalam pelapah pisang agar senjata lebih keras. Ende atau perisainya bisa apa saja. Pilihannya bisa sarung yang digulung pada lengan kiri, anyaman bambu yang yang dirancang seperti sebuah perisai, atau nyiru tak terpakai yang dimodifikasi menjadi ende. Dari sinilah pepadu itu tumbuh. Saat beranjak remaja mereka mulai tampil pada peresean antar kampung. Demikian seterusnya sampai pada skala peresean yang lebih besar.

Menjadi pepadu peresean tidaklah mudah. Sebagaimana olahraga ekstrem pada umumnya pepadu harus memiliki nyali dan kemampuan bertahan dari rasa sakit. Pecok bagi seorang pepadu biasa. Mereka harus siap menerima bilet (bekas pukulan cambuk, dan sejenisnya). 

Seagaimana kepercayaan masyarakat masa pra-industri pada umumnya, seorang pepadu biasanya membekali diri kemampuan mistis yang dipercaya mampu menggandakan energi dan menyedot energi lawan. 

Tidak ada seleksi formal yang membawa seorang laki-laki suku Sasak untuk mendapatkan predikat pepadu. Tidak ada sasana tempat menempa diri dan tidak ada sertifikasi pepadu. Seorang petarung peresean “dinobatkan” sebagai pepadu benar-benar melalui “seleksi alam”. Pepadu belajar memukul lawan di ruang pertarungan sesungguhnya. Belajar dan bertarung menjadi satu kesatuan. Pepadu berlatih di arena sekaligus bertarung menggunakan penjalin. Pepadu beraksi di arena pertarungan sambil belajar memaksimalkan memainkan perisai (ende), meningkatkan kemampuan berkelit, dan belajar bagaimana membuat lawan “pecok”. Makin sering seorang pepadu terlibat dalam pertarungan makin piawai dia memainkan penjalin, menggunakan ende, dan menaklukkan lawan. Tidak seperti olahraga ekstrem pada umumnya, saat akan mengikuti sebuah peresean pepadu tidak perlu berlatih karena mereka telah terlatih. Pepadu kawakan bahkan selalu siap turun arena kapan saja mereka diminta bertarung.

Pepadu peresean tidak saja memiliki kemampuan menyerang dan bertahan. Mereka juga melengkapi diri dengan kematangan emosional. Saat bertarung dua pepadu memiliki ambisi yang sama–menundukkan lawan, meninggalkan bilet pada tubuh lawan, atau membuat pecok atau mengucurkan darah pada pepadu lawan. Tetapi di luar arena ketika pertarungan usai dua pepadu dapat ngopi, merokok, dan makan bersama. Di sinilah sportivitas peresean dijunjung tinggi. Dalam arena peresean dua pepadu adalah lawan. Di luar arena mereka menjadi kawan. Tidak ada dendam yang dibawa keluar dari kancah pertarungan.


Lombok Timur, 26 Januari 2022

Selasa, 25 Januari 2022

Iseng


Jika ada kompetisi kepemilikan WAG terbanyak saya yakin bisa jadi pemenang. Saat ada tawaran bergabung dalam sebuah grup saya selalu cekatan untuk iseng menerobos masuk. Akan tetapi gurp WA yang saya pilih tentu memiliki muatan positif. Saya harus seleksi. Keuntungan non-finansial apa yang harus bisa saya peroleh. Infromasi, pengetahuan, atau sekadar hello-hello atau kirim-kirim gambar tak jelas. Saya tidak mau kuota saya sia-sia untuk memnbuat pilihan sesuatu yang tidak jelas peruntukannya.

Kriteria umum grup yang saya gandrungi adalah  WAG yang memberikan infromasi tentang hal-hal positif, seperti, webinar, diklat, atau bimtek online. 


Salah satu WAG yang saya ikuti adalah Belajar menulis 24 yang dinakhodai oleh Wijaya Kusumah, seorang blogger, penulis, tariner, motivator, dan pehembus pikiran-pikiran positif kepada orang lain.


Belajar menulis yang dilakukan secara maya melalui aplikasi whatsapp itu menarik perhatian saya. Dalam WAG yang beranggotakan sekitar 250 orang itu berkumpul orang-orang yang hidup dengan semangat dan optimisme yang menjulang. Mereka merupakan para pembelajar yang terus menerus dirundung kehausan dan kelaparan dalam dunia tulis menulis.


Pertemuan ke 1 sampai ke 2 saya tidak mengikuti kegiatan secara maksimal. Ini disebabkan oleh beberapa kegiatan lain yang harus saya ikuti. Hari pertama dan kedua, tidak belaka saya harus membuat resume sebagai tugas belajar menulis tetapi juga harus menjalani peran sebagai narsum dalam Bimtek TIK dan akun belajar.id yang mulai booming sejak pembelajaran masa pandemi. Pertemuan ke 3 belajar menulis saya dihadapkan pada kegiatan rapat koordinasi--masih secara maya--rencana diklat penyusunan asesemen pembelajaran paradigma baru. Belum lagi saya harus menuntaskan laporan keuangan dalam rangka audit keuangan sekolah oleh instansi berwenang.


Malam ke 4 belajar menulis saya sudah sepakat mengikuti coaching dengan pelatih ahli sekolah penggerak secara daring. Ingat dengan kesepakatan itu, saya buru-buru pulang dari masjid meninggalkan anak-anak asuh saya yang belajar ngaji al-Qur’an sedang antre menunggu bimbingan. Untung ada guru ngaji lain yang sedang bertugas menggantikan saya.


Tiba di rumah saya buka laptop dan menuju tab whatsapp web untuk mencari tautan link meet yang dikirim pelatih ahli. Untung tak dapat diraih. Malang tak dapat ditolak, Saya mendapati pesan japri dari pelatih ahli bahwa beliau berhalangan karena ada kegiatan lain yang harus diikuti.


Saya lanjutkan membuka WAG “Belajar menulis 24”. Moderator, Bu Widya, sudah mulai membuka kegiatan dengan menyampaikan susunan acara dan menjelaskan profil dan karya puisi narsum. Setelah dipersilakan moderaror, narsum mulai menyampaikan materi.


Dulu sekali saat saya masih lajang, saya merupakan kutu buku. Saya sering lupa makan dan rokok kalau sudah mulai membaca. Sekarang saya bukan kutu buku lagi. Malas baca. Sikap malas itu juga muncul saat menbaca materi yang disampaikan Narasumber. Saya hanya membaca beberapa pesan penting saja. Maafkan saya Narsum.


Dalam sergapan kemalasan itu saya mulai menulis resume. Saya berusaha menulis secepatnya agar dapat menempati posisi tertinggi dalam pengumpulan resume. Sayang seorang peserta bernama Mutmainah menjadi penulis resume tercepat. Saya sendiri baru sampai pada pertengahan narasi ketika resume pertama diposting. Saya terus menulis dengan mengutip beberapa materi inti narsum. Saya juga melakukan teknik browsing untuk mendukung resume yang saya tulis.


Notifikasi kiriman resume ke 2 dan ke 3 muncul secara berurutan di sisi kiri chromebook yang saya gunakan. Jemari saya terus menari menjalankan perintah untuk menuliskan lambang bahasa sebagai sebagai representasi pikiran saya. Saya terus menulis hingga akhir paragraf.


Setelah saya anggap cukup, resume yang saya ketik pada google doc saya salin dan dipindahkan ke blog sebagai postingan baru. Saya klik “publikasikan” untuk menuntaskan tugas. Saya copy link resume dan saya kirimkan di grup dengan urutan ke 4 salam daftar tugas. Saya klik menu preview untuk melihat tampilan blog setelah terkirim. Ternyata saya belum memasukkan poster pelatihan hari ke 4 pada halaman resume. Saat mencoba melakukan editing, sebuah pesan dari moderator meminta alamat saya karena mendapat hadiah dari nara sumber. Apakah karena resume terbaik. Entahlah. Padahal resume yang saya tulis tidak terlalu panjang.


Akan tetapi, saya patut berterima kasih kepada moderator dan narsum yang telah memberikan hadiah buku. Dua sosok hebat di grup BM 24 telah menumbuhkan kembali tunas semangat baca saya yang telah lama layu.


Semango, 25 Januari 2022, 00.28


Penilaian Pembelajaran; Perdebatan yang Tak Pernah Usai

Dokpri Kamis, 16 November 2022, saya menghadiri rapat Kelompok Kerja Kepala Sekolah (K3S) Kecamatan Terara, Lombok Timur. Salah satu agenda ...