Kamis, 27 Januari 2022

Pertemuan ke 5 BM 24 (Menulis membuatku naik kelas dan berprestasi)

 



Saat moderator, Pak Dail Ma’ruf, mengirimkan jadwal pelatihan Belajar menulis PGRI pertemuan ke 5, saya sedang berhadapan dengan layar komputer untuk melihat dan menyelesaikan tugas-tugas yang belum disempurnakan

Di pangkuan saya si bungsu baru saja menyudahi perilaku hiperaktifnya. Setiap hari ada saja tingkahnya yang menguji kesabaran saya sebagai seorang ayah. Seringkali saat sedang menyelesaikan sesuatu yang bersifat mendesak, dia minta dibukakan youtube, memperbaiki sepedanya, atau mengajak saya naik motor di atas aspal depan rumah yang sudah mulai koyak. 

Saban hari saya mendengar ibunya teriak histeris khawatir melihat sejumlah aksi berbahaya yang dilakukan untuk anak seusianya--naik dan melompat dari meja setinggi 60-70 cm, memacu sepedanya dengan memanfaatkan gaya gravitasi bumi di punggung halaman kakeknya yng miring, atau memanjat jendela  dengan berpegangan pada teralis lalu melompat ke belakang bak atlet parkour.

Gambar koleksi pribadi

Saya benar-benar lupa bahwa hari ini Rabu, 26 Januari 2022. Saya kira hari ini hari Selasa. Inilah salah satu kelemahan saya. Lupa. Ini sudah melampaui batas toleransi. Kalau diberikan peringkat, tingkat lupa saya sudah mencapai tahap akut. Namun, ada tiga benda yang jarang saya lupakan dalam hidup saya. Benda itu adalah rokok, kacamata (karena selalu bertengger di hidung), dan smartphone.

Dalam beberapa tarikan asap rokok*) saya biarkan anak saya pulas dalam pangkuan saya sampai dia benar-benar berada di alam bawah sadarnya. Saya mengelus kepalanya agar tidur lebih pulas. Yakin bocah yang baru memasuki usia empat kala revolusi bumi itu telah berada di alam bawah sadar secara paripurna, saya bangkit perlahan dari kursi hidrolik tempat saya biasa bekerja dan berselancar di alam maya. Si Bungsu, yang lahir dan sempat menjadi anak tenda saat gempa menjadi trend bencana di Lombok tahun 2018, tetap pulas dalam timangan saya. Saya berjalan perlahan beberapa langkah menuju kasur di ruang tengah tempat saya biasa rebahan sambil nonton tv sampai jauh malam.

Si bungsu saya tidurkan. Beberapa gerakan bolak balik badan membuat saya harus membelai kepalanya agar benar benar tidur. Setelah tidak ada gerakan lagi, saya kembali ke kursi hidrolik dan berhadapan lagi dengan komputer.

Notifikasi WAG BM 24 sudah ramai. Moderator mulai membuka pelatihan. Pak Dail, sang Moderator, memperkenalkan narasumber. Saya membayangkan Pak Dail sedang berdiri di depan peserta dan membuka pelatihan secara berapi-api, dengan kalimat “agitatif”, membakar semangat belajar peserta. 

Pak Dail lalu memperkenalkan Narasumber, Bu Aam Nurhasanah, melalui tayangan profil dalam blog narsum sendiri. Secara keseluruhan, saya mengacungkan jempol untuk Narsum setelah membaca profilnya. Saya yakin narsum bukan sosok yang cepat menyerah. Prestasi yang diraih ternyata dimulai dari kegiatan seperti yang saya ikuti pada kesempatan ini. Riwayat karir narsum menunjukkan bahwa yang bersangkutan pembelajar cepat, memiliki disiplin tinggi, dan cerdas melihat peluang. Karakter itu ditunjukkan dengan tumpukan hasil karyanya. Anak asuh Om Jay memang hebat. Melalui link https://aamnurhasanah12.blogspot.com/2021/01/intip-profilku-yuks.html, Bu Aam telah menunjukkan bukti keseriusannya dalam berkarya.

Tidak saja berkarya, narsum juga dipercaya sebagai kurator, editor, dan bahkan narasumber seperti malam ini. Ternyata tidak mudah mencapai prestasi semacam ini. Narsum memberikan kunci keberhasilan yang dimulai dari rasa percaya diri. Hal ini paling mendasar karena dapat menghapus keputusasaan dan rasa rendah diri. Hal lain yang tak kalah penting adalah cara pandang seseorang dalam menulis. Aktifvitas menulis sebaiknya tidak dijadikan sebuah beban melainkan sebuah media dimana seseorang dapat menemukan gairah hidup. Melalui tulisan seseorang dapat membuat prasasti tentang dirinya, tentang pikran dan perasaannya, dan tentang berbagai hal positif yang dapat disampaikan kepada orang lain.

Point utama yang perlu diperhatikan, menurut Narsum, adalah ketika dihadapkan pada sejumlah pilihan tugas dan tanggung jawab. Diperlukan kemampuan untuk membuat analisis skala prioritas, mana tugas yang harus segera diselesaikan.

Lalu bagaimana menemukan ide? Baris pertanyaan ini muncul dari salah satu peserta. Dengan ringan Narsum menjawab bahwa ide terhampar di mana-mana. Gagasan ada dalam anggota keluarga, alam sekitar, dan lingkungan sosial. 

Satu hal yang penting adalah banyak membaca. Penulis memerlukan banyak referensi dari karya orang lain. Di era digital saat ini sumber bacaan melimpah. Dengan modal sedikit kuota seseorang dapat berselancar pada ruang “perpustakaan global” tanpa harus beringsut dari tempat duduknya. Perpusatakaan itu adalah internet.

Di ujung resume ini saya berkesimpulan bahwa seorang penulis harus membangun karakter pribadimya. Penulis harus memiliki kepercayaan diri yang kuat, displin diri yang tinggi, semangat belajar menjulang, banyak membaca (tidak saja buku tetapi juga lingkungan). Semua dimensi itu dapat dibangun melalui belajar, mencoba bangun kembali setelah terjerembab. 

*) Catatan : Saya tidak sedang merokok saat si bungsu dalam pangkuan saya. Tarikan asap itu hanya ukuran waktu.

Rabu, 26 januari 2022

6 komentar:

  1. Ayah yang baik, mau menimang anaknya.. Resume bapak sudah punya kekuatan dan ciri tersendiri. Pertahankan dan kembangkan lagi dengan melampirkan foto atau video sebagai pendukung tulisan. Semangat!

    BalasHapus
  2. Kasih sayang itu indah, seindah anak yang tertidur di pangkuan ayahnya. Sukses wahai sahabatku.

    Salam Literasi

    BalasHapus

Penilaian Pembelajaran; Perdebatan yang Tak Pernah Usai

Dokpri Kamis, 16 November 2022, saya menghadiri rapat Kelompok Kerja Kepala Sekolah (K3S) Kecamatan Terara, Lombok Timur. Salah satu agenda ...