Sabtu, 19 November 2022

Penilaian Pembelajaran; Perdebatan yang Tak Pernah Usai

Dokpri

Kamis, 16 November 2022, saya menghadiri rapat Kelompok Kerja Kepala Sekolah (K3S) Kecamatan Terara, Lombok Timur. Salah satu agenda pembahasan dalam rapat tersebut adalah pelaksanaan Penilaian Akhir Semester (PAS). Menjelang pelaksanaannya, PAS selalu saja menjadi perdebatan dan polemik yang tidak pernah usai. Permasalahan yang diperdebatkan selalu berkutat pada siapa yang menyusun soal, tim yang akan melakukan penyuntingan soal, bagaimana menggandakannya, jasa percetakan mana yang akan ditunjuk menggandakannya, sampai teknis pengawasan pelaksanaan penilaiannya.

Jika kembali kepada tugas pokok dan fungsi guru, perdebatan tersebut seharusnya sudah final. Dalam Permendikbud nomor 15 tahun 2018 jelas termaktub bahwa guru memiliki kewajiban untuk:

a) merencanakan pembelajaran atau pembimbingan, b) melaksanakan pembelajaran atau pembimbingan, c). menilai hasil pembelajaran atau pembimbingan, d) membimbing dan melatih peserta didik, dan, e) melaksanakan tugas tambahan yang melekat pada pelaksanaan kegiatan pokok sesuai beban kerja guru.

Salah satu tugas yang tidak perlu diperdebatkan lagi dalam peraturan tersebut adalah penilaian pembelajaran. Tugas ini merupakan tugas yang terintegral dengan tugas guru sebagai pemimpin dan manajer pembelajaran.

Penilaian pembelajaran adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik. Pengumpulan informasi tersebut dilakukan melalui berbagai teknik penilaian, menggunakan berbagai instrumen, dan berasal dari berbagai sumber. 

Pengertian penilaian pembelajaran di atas mengisyaratkan bahwa dalam melakukan penilaian pembelajaran guru harus menentukan teknik penilaian, membuat alat ukur atau menyusun soal, dan menganalisis hasil penilaian.

Akan tetapi, dalam prakteknya terjadi kesepakatan yang berbeda. Setiap kali pelaksanaan penilaian, penyusunan soal selalu dilakukan oleh sebuah tim yang dianggap memiliki kemampuan yang dapat dipertanggungjawabkan. Tim ini diklaim memiliki pemahaman yang cukup untuk membuat soal-soal yang sesuai dengan kaidah penyusunan soal yang berlaku.

Kesepakatan ini pada didasari oleh sejumlah argumen yang bersifat purba dan selalu menjadi dasar kesepakatan. 
Berdasarkan catatan saya argumen itu dapat dijelaskan sebagai berikut. Pada saat yang sama, saya mencoba menyertainya tanggapan kritis dalam rangka mencari titik temu terhadap permasalahan penilaian.
 
Pertama, penilaian harus mampu mengukur kemampuan siswa secara keseluruhan. Argumen ini mengharuskan adanya parameter penilaian yang bersifat universal untuk menentukan kualitas hasil pembelajaran siswa pada wilayah tertentu, misalnya, tingkat kecamatan. Parameter itu berupa soal-soal yang bersifat seragam pada setiap sekolah.

Argumen ini perlu diluruskan. Harus disadari bahwa prinsip keseragaman dalam pembelajaran sudah harus ditinggalkan. Setiap sekolah memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Kemajuan belajar setiap sekolah tidak selalu sama. Jika penilaian pembelajaran menggunakan alat ukur yang sama tentu tidak relevan.

Kurikulum merdeka mengisyaratkan bahwa pembelajaran harus memperhatikan karakteristik peserta didik, seperti, kemampuan, kebiasaan belajar, sampai lingkungan sekolah. Seharusnya ada kesepahaman bahwa perkembangan belajar siswa di setiap sekolah berbeda-beda. Hal ini harus diterima sebagai sebuah realitas. Oleh karena itu, melakukan penilaian dengan menggunakan instrumen yang sama pada setiap sekolah perlu dipertimbangkan. 
Hal lain yang tidak kalah penting dalam penilaian adalah prinsip keadilan. Saat penilaian dilakukan dengan alat ukur yang sama, pada saat yang sama, penilaian seperti ini sebenarnya telah mengabaikan prinsip keadilan. 

Ke dua, ada anggapan bahwa terdapat kecenderungan dimana kemampuan guru menyusun soal penilaian masih sangat rendah. Sebagian besar guru tidak memiliki pemahaman yang cukup untuk membuat soal-soal yang dipersyaratkan.

Anggapan ini seharusnya menjadi bahan refleksi semua pihak bahwa kurangnya kemampuan guru menyusun soal penilaian karena guru tidak pernah diberikan kepercayaan untuk menyusun soal sendiri. Sejauh ini tugas penilaian itu telah diambil alih oleh sekelompok orang atas alasan yang kurang relevan. Hal ini tentu saja akan membuat guru kehilangan kesempatan untuk mengembangkan diri.

Hal lain yang penting untuk dijadikan bahan refleksi adalah pentingnya pengembangan kemampuan profesional guru secara berkelanjutan. Jika guru dianggap kurang mampu menyusun soal penilaian seharus hal ini menjadi sasaran pengembangan oleh pihak-pihak yang berkompeten.

Fungsi pembinaan dan pengembangan oleh organisasi profesi dan pemangku kepentingan seharusnya dapat memberikan sentuhan terhadap aspek-aspek yang memerlukan pembenahan.
Sudah saatnya semua pihak bahu membahu memperbaiki kekurangan. Kemajuan pendidikan tidak dapat dicapai dengan saling menyalahkan. Semua elemen mulai dari guru, kepala sekolah, pengawas memiliki tugas dan tanggung jawab masing-masing.

Ke tiga, penyusunan dan penggandaan soal yang dilakukan oleh guru pada masing-masing sekolah membutuhkan biaya yang lebih tinggi jika dibandingkan penyusunan oleh sebuah tim dan penggandaan soal dilakukan secara kolektif.

Jika berbicara soal biaya memang penting untuk menempatkan efisiensi. Namun, dalam sudut pandang yang berbeda gagasan ini dapat direduksi. Ada hal yang lebih penting dari faktor pembiayaan yaitu pengembangan kemampuan guru dan prinsip keadilan dalam penilaian pembelajaran.

Semango, 19 November 22 

Rabu, 26 Oktober 2022

Membangun Kerja Tim

 

dokpri


Kerja tim sangat penting dalam banyak pekerjaan dan profesi. Ini adalah tanggung jawab yang membutuhkan perhatian dan perawatan terus-menerus. Namun, tidak semua anggota pandai dalam kerja tim— dan itu dapat menyebabkan konflik tim. Kerja tim yang efektif membutuhkan komunikasi yang efektif antara rekan satu tim. Oleh karena itu, penting bagi setiap orang untuk mengetahui cara berbicara satu sama lain secara efektif.

Cara yang baik untuk membangun kerja tim yang lebih baik adalah dengan memastikan bahwa setiap orang memahami tujuan tim. Ini sangat penting saat membuat tim baru— karena tim baru sering kali membutuhkan banyak panduan. Rekan satu tim juga harus memahami kepribadian dan minat satu sama lain sehingga mereka dapat bekerja sama secara efektif. Penting juga untuk memiliki visi bersama sehingga setiap orang dapat bekerja menuju tujuan yang sama. Tanpa komunikasi yang tepat, tim dapat berakhir bekerja dalam pertentangan langsung satu sama lain alih-alih menuju tujuan yang sama.

Komunikasi yang efektif juga penting untuk mencegah konflik tim. Setiap orang perlu memahami perilaku apa yang diperbolehkan dan mana yang tidak. Penting juga bagi semua anggota tim untuk angkat bicara ketika mereka memiliki masalah dengan perilaku rekan satu tim lainnya. Melakukan hal ini memungkinkan mereka untuk mengidentifikasi dan memperbaiki masalah apa pun dengan perilaku orang lain sebelum mereka meningkat menjadi konflik. Melakukan hal ini membantu membangun kerja tim yang kuat antara rekan satu tim karena mencegah konflik tim dari merugikan kinerja.

Komunikasi yang baik juga penting untuk menciptakan kerja tim yang efektif. Rekan tim perlu memahami tujuan dan minat satu sama lain sehingga mereka dapat bekerja sama secara efektif. Penting juga bagi mereka untuk memahami bagaimana tindakan mereka mempengaruhi satu sama lain; ini memastikan mereka tidak secara tidak sengaja merusak pekerjaan atau kinerja satu sama lain. Selain itu, penting bagi mereka untuk mengomunikasikan setiap masalah yang mereka alami dengan tugas pekerjaan mereka sehingga masalah tersebut dapat diselesaikan secepat mungkin. Kerja tim yang efektif membutuhkan komunikasi yang efektif antara rekan satu tim— tanpa itu, tim dapat dihalangi oleh kesalahpahaman dan tujuan yang saling bertentangan.

Membangun kerja tim yang baik mengharuskan setiap orang yang terlibat dalam sebuah proyek untuk saling memahami tujuan, perilaku, dan kebutuhan satu sama lain. Komunikasi yang efektif mencegah konflik tim sementara kerja tim yang baik memungkinkan semua orang yang mengerjakan proyek berhasil. Setiap orang yang terlibat dalam sebuah proyek harus selalu memiliki sikap positif terhadap rekan satu tim dan rekan kerja mereka; yang akan membantu semua orang bekerja sama menuju tujuan bersama.

Pancor, 26 Oktober 2022

Sabtu, 22 Oktober 2022

Reuni Tidak Disengaja

Jum'at, 21 Oktober 2022, saya mengikuti kegiatan Pendampingan Penguatan Profil Pelajar Pancasila dan Penciptaan Lingkungan Belajar yang Kondusif P5LBK. Pesertanya terdiri dari kepala sekolah dan guru SD se-Lombok Timur. Lokasi kegiatan dilaksanakan di SD Negeri 1 Aikmel Barat.

Kegiatan mestinya dimulai pukul 08.00 tetapi lebih lambat sekitar 15 menit dari jadwal yang telah ditentukan. Hal ini karena peserta datang dari jarak yang beragam, peserta terjauh dari Lombok Utara. Mereka harus menempuh perjalanan berjam-jam.

Mungkin benar teori Sapir Whorf bahwa bahasa mempengaruhi pikiran dan tingkah laku seseorang. Perbendaharaan kata yang digunakan membentuk cara pandang dan tingkah laku seseorang atau sekelompok orang dalam kehidupan sehari-hari. 

Secara berseloroh, (mungkin) dapat dihubungkan dengan kebiasaan berbahasa masyarakat Indonesia. Salah satunya penggunaan istilah "jam karet" untuk mewakili kebiasaan terlambat. Artinya, istilah ini merujuk pada waktu bahwa di Indonesia memiliki sifat elastis, sebuah metafora terhadap cara kita melihat dan mengatur waktu dalam aktivitas sehari-hari. Keberadaan istilah itu memberikan pengaruh pada perilaku masyarakat dalam menghargai waktu.

Terlepas dari cara pandang tentang waktu, satu hal yang penting bahwa setiap kegiatan yang bertujuan baik selalu secara niscaya memberikan efek positif, sekecil apapun. 

Andaipun peserta tidak dapat menguasai secara maksimal inti materi kegiatan, pasti ada sisi lain yang memberikan semangat baru bagi peserta. Salah satunya, kehadiran peserta dalam kegiatan pendampingan juga menjadi ajang reuni tidak disengaja karena beberapa peserta memiliki kesamaan masa lalu, pernah menempuh studi bersama, mengajar bersama, atau faktor kesamaan lain di masa lampau. 

Saya sendiri berjumpa dengan beberapa peserta yang pernah mewarnai kehidupan saya di masa silam. Mereka adalah teman-teman yang sempat singgah dalam kehidupan saya sebagai sahabat, sebagai teman bercanda, teman belajar, teman satu inang saat berada dalam fase sebagai generasi pembelajar formal. Salah satunya saya melabelinya dengan "Raja Diksi".  Dia memiliki kemampuan imaginer luar biasa. Kemampuan imaginer itu kerap dituangkannya dalam puisi. Daya imaginasinya mampu menghubungkan fenomena alam dan cinta. Dia mampu menuangkan kegelisahan, kebahagiaan, dan segenap emosi dalam rangkaian diksi yang menggetarkan.

Bertemu mereka rasanya seperti napak tilas bentangan cerita lama yang tidak memudar begitu saja. Berkumpul bersama mereka saya seakan dibawa terbang sebuah mesin waktu ke masa lalu ketika berada dalam fase di mana gagasan tentang masa depan sarat dengan ketidakpastian. Dalam rentang waktu ketidakbersamaan itu peserta dipertemukan kembali dalam reuni tidak disengaja dalam sebuah kegiatan kolektif.

Banyak hal yang berubah. Perubahan fisik, cara berfikir, penampilan, sampai karir. Secara fisik ada yang mengalami pembengkakan tubuh bak karet gelang terendam minyak tanah, geraham yang tidak berfungsi secara maksimal, kepala yang mulai kehilangan mahkota, sampai kemampuan fisik melemah.

Pada sisi pikiranpun perubahan menunjukkan hal yang sama. Jika masa muda diwarnai dengan kemampuan berpikir yang masih fresh, pada fase saat ini kemampuan itu mengalami penurunan daya. Indikator itu terlihat dari obrolan yang kerap mengeluhkan tentang perubahan kebijakan yang makin akseleratif dari waktu ke waktu. Namun demikian, patut dicatat bahwa di balik kemampuan berpikir yang melemah itu ada cara berpikir yang lebih bijaksana dan dewasa. Cara memandang realitas sehari-hari lebih positif sebanding dengan pendewasaan cara berpikir.

Penampilan dan karier tidak luput dari guncangan arus perubahan. Perubahan itu tampak dari gaya berbicara, berpakaian, dan aspek kebendaan yang dimiliki. Pada sisi karier secara umum sama, masih tetap pada jalur yang sama, pendidikan. Satu dua orang hanya menempati posisi yang berbeda tetapi tatap pada jalur pendidikan dengan tugas dan fungsi yang berbeda beda.

Selong, 22 Oktober 2022

Rabu, 05 Oktober 2022

Pengimbasan IKM, Refleksi Peran Sekolah Penggerak dalam Menggerakkan Implementasi Kurikulum Merdeka


Sumber gambar (Dokpri)

Tulisan ini semacam resume hasil rapat Forum Sekolah Penggerak Kabupaten Lombok Timur pada hari Rabu, 05 Oktober 2022, di Aula Handayani Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Lombok Timur.

Rapat tersebut dihadiri Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Lombok Timur, beberapa Kepala  Bidang, dan Kepala sekolah penggerak jenjang sekolah dasar.

Dalam kesempatan tersebut Kepala Dinas berharap agar sekolah penggerak dapat menjadi Pioneer dalam pengimbasan IKM. Banyak kegiatan Pengimbasan yang dilaksanakan dengan melibatkan Nara sumber dari daerah lain ternyata tidak meninggalkan hasil yang diharapkan.

Fakta di atas membuat pemangku kebijakan menawarkan pendekatan lain dengan melibatkan kepala sekolah dan guru dari sekolah penggerak. Hal ini didasari oleh asumsi bahwa sekolah penggerak memiliki pengalaman dalam implementasi kurikulum merdeka.

Sekolah penggerak, harus diakui, memiliki tanggung jawab dalam menyebarkan praktek baik yang telah dilaksanakan di sekolah masing-masing. Asumsi ini cukup logis karena proses Pengimbasan memerlukan semacam rule model, contoh.

Agar pelaksanaan kegiatan Pengimbasan berjalan sesuai harapan, perencanaan dimulai dengan pemetaan tugas masing-masing sekolah. Pemetaan itu didasarkan pada materi yang berhubungan dengan kurikulum merdeka, seperti, capaian pembelajaran, tujuan dan alur pembelajaran, modul ajar, asesmen, dan proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila.

Hal penting yang tidak dapat diabaikan adalah kesiapan sekolah untuk berbagi atau melakukan pengimbasan. Oleh karena itu, perlu dilakukan pembekalan kepada sekolah penggerak. Pembekalan dalam konteks ini merupakan upaya pemantapan pemahaman sekolah penggerak tentang IKM melalui kegiatan diskusi dalam rangka melahirkan persamaan persepsi tentang materi pengimbasan.

Aula Handayani, 05 Oktober 2022

Senin, 18 Juli 2022

Lombok Timur ke Bandung Mengulik Kompetensi program sekolah Penggerak


13/07/2022, Rombongan kepala sekolah yang terdiri dari TK/paud, SD, dan SMP Kabupaten Lombok Timur bergerak menuju Jakarta dan Bandung untuk menjemput kompetensi sebagai pemimpin pembelajaran pada satuan pendidikan masing-masing. 


Atas dasar semangat dan ambisi perubahan peserta berinisiatif menyelenggarakan kegiatan pelatihan dan rela merogoh koceknya sendiri untuk mengikuti pelatihan kepemimpinan kepala sekolah yang sangat dibutuhkan dalam pengelolaan satuan pendidikan. 


Hari pertama Diklat Kepala sekolah Kepemimpinan praktek baik, peserta mengikuti dialog bersama Dirjen GTK Kemdikbud ristek Jakarta. Dialog singkat itu tentang perkembangan sekolah penggerak serta kendala yang dihadapi pada tataran implementasi.


Salah satu pesan moral yang cukup memantik semangat peserta, seperti disampaikan dirjen GTK, adalah bahwa sekolah penggerak tidaklah diluncurkan dengan iming-iming bantuan material maupun stimulus finansial.


Program sekolah penggerak diluncurkan dengan harapan bahwa satuan pendidikan mampu memaksimalkan sumber daya yang ada, baik sumber daya manusia maupun sumber daya material.


Salah satu perubahan mendasar yang penting untuk diubah adalah perubahan cara berpikir. hal ini menyangkut bagaimana sumber daya material yang ada dapat dimanfaatkan secara maksimal. Sumber daya material memang penting tetapi jauh lebih penting bagaimana sumber daya manusia yang ada dapat memaksimalkan sumber daya material atau aset yang ada.


Gagasan di atas sangat berhubungan erat dengan pengelolaan satuan berbasis aset. Pengelolaan ini berusaha memanfaatkan sumber daya yang ada atau aset yang dimiliki. Aset merupakan setiap potensi yang dapat dimanfaatkan secara optimal.


Berbeda jika pengelolaan sekolah menggunakan pendekatan berbasis masalah. Pengelolaan semacam ini cenderung memandang dan menganalisis kekurangan. Segala sesuatu dilihat dari sisi gap/masalah.


Dengan pengelolaan berbasis aset atau sumberdaya (material dan manusia) akan menumbuhkan sikap positif setiap potensi yang dimiliki. Sekolah akan melihat segala sesuatu sebagai peluang dan kesempatan.


Satu hal mendasar dalam pengelolaan berbasis aset adalah kepemimpinan yang kuat, inovatif, berfikir progresif.


Lombok Timur, 18 Juli 2022

Kamis, 14 Juli 2022

P4TK IPA Kemdikbud Ristek

Musik pop lawas era 80-an tanpa syair menggenapkan gerimis yang menerpa lembut kota Bandung siang ini, Kamis, 14/07/2022. Suhu dingin yang menembus kulit jangat akibat perilaku alam digandakan lagi oleh semburan suhu yang menyeruak dari ruangan ber AC berdaya tinggi.

Begitulah kondisi udara siang ini ketika peserta pelatihan kepala sekolah TK/Paud, SD, dan SMP Kabupaten Lombok Timur memasuki ruang aula P4TK IPA Bandung. 

P4TK IPA merupakan unit organisasi yang berada di bawah koordinasi Kemdikbud ristek. Unit ini memiliki tugas utama melaksanakan program yang berkaitan dengan pengembangan dan pemberdayaan tenaga guru dengan tujuan untuk menciptakan tenaga pendidik yang lebih profesional dalam bidang sains dari waktu ke waktu.

P4TK-IPA saat ini bertransformasi menjadi BBGP atau Balai Besar Guru Penggerak regional Jawa Barat. Sejumlah fasilitas yang tersedia pada lembaga ini merupakan pendukung kegiatan pembelajaran sains. Fasilitas itu berupa ruang pertemuan, ruang kelas, ruang penginapan, laboratorium, sampai taman bernuansa sains.

Sejumlah program yang telah diluncurkan untuk menumbuhkan semangat belajar sains oleh P4TK tetap akan dilanjutkan setelah mengalami perubahan menjadi BBGP.

Deretan program tersebut bertujuan untuk mendorong tumbuhnya semangat dan motivasi belajar sains yang selama ini dianggap sulit.

Program tersebut dikemas dengan istilah unik dan menarik. Ada program DIDAMBA akronim dari Diklat Daring Masif dan Terbuka yang memiliki misi memberikan layanan peningkatan kompetensi guru IPA dan guru SD melalui diklat secara virtual. Program ini telah melahirkan sejumlah duta sains nasional yang dipercaya untuk menyebarkan semangat dan tuh sains di seluruh Indonesia.

Program lainnya dikenal dengan istilah "Modis Pisan", sebuah istilah yang bersumber dari kearifan lokal masyarakat Sunda. Istilah ini kependekan dari Mobil Pendidikan Semua Pintar Sains. Program ini merupakan sebuah layanan belajar melalui demonstrasi percobaan sains menggunakan alat peraga inovatif dari bahan-bahan sederhana.

Masih banyak lagi program yang tetap akan dipertahankan dan dilanjutkan BBGP yang diwariskan P4TKIPA.

Itulah gambaran umum materi kunjungan ke BBGP sebagai bagian dari kegiatan pelatihan. Materi tersebut disampaikan oleh kepala bagian umum BBGP.

Bagian akhir pertemuan dibuka sesi diskusi dan tanya jawab seputar program lembaga.

Usai diskusi peserta berkesempatan melihat sejumlah fasilitas laboratorium yang tersedia. Di ruang pertemuan kepala bagian umum sempat berseloroh bahwa pengunjung diwajibkan berselfi pada spot yang ada di bagian atas bangunan. Seloroh lainnya peserta diwajibkan memfollow atau melakukan subscribe pada akun P4TK Kemdikbud ristek, seperti Facebook, Instagram, YouTube dan tiktok. 

Catatan penting kegiatan ini adalah pemanfaatan media sosial sebagai media belajar.

Bandung, 14/07/2022


Selasa, 31 Mei 2022

Siswa Melakukan Kesalahan; Apakah Pemberian Sanksi Masih Relevan?


Pembelajaran adalah proses interaksi siswa dengan guru dan sumber belajar dalam sebuah lingkungan belajar. Dalam proses pembelajaran, siswa mengalami proses perolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan keterampilan tertentu, serta pembentukan sikap dan rasa percaya diri pada peserta didik.

Pembelajaran, dengan kalimat yang berbeda, dapat diartikan sebagai proses pembentukan kompetensi yang meliputi ranah pengetahuan, keterampilan, dan sikap. 

Pembelajaran, dengan demikian, mengandaikan semacam harapan bahwa prosesnya haruslah bersifat menyeluruh, holistik. Sebagai pemimpin pembelajaran, guru semestinya dapat mendorong siswa mengembangkan kemampuan berpikir, melatih keterampilan, dan membentuk kepribadian.

Peran Guru

Guru sebagai pemimpin pembelajaran, karenanya, menempati posisi sentral. Pada titik ini guru berada pada posisi sebagai sumber belajar yang komprehensif–sebagai tempat bertanya, sumber inspirasi dalam menyelesaikan masalah, dan sebagai figur yang mampu tampil sebagai panutan dalam bersikap dan bertindak bagi peserta didik.

Tantangan besar guru dalam memimpin pembelajaran adalah membuka kemungkinan bagi siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikir, menguasai keterampilan tertentu, dan membiasakan diri berperilaku ke arah yang positif. Dalam menjalankan peran tersebut, guru dapat memilih pendekatan yang tepat dalam mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. 

Dari waktu ke waktu pendekatan itu mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan sosial budaya. Pada saat yang sama, perubahan paradigma pembelajaran juga mengalami perkembangan. Pendekatan, strategi, dan metode pembelajaran di masa lalu berbeda dengan masa kini. 

Ilmu pengetahuan dan teknologi terus berkembang. Ilmu pengetahuan itu tidak saja menyangkut ilmu-ilmu alam dan sains tetapi juga ilmu-ilmu di bidang sosial, ekonomi, budaya, sampai ilmu yang secara spesifik membahas tentang pendidikan itu sendiri. 

Perkembangan ilmu pendidikan dan pembelajaran tentu bermuara pada perkembangan pendekatan, strategi, metode, sampai tata cara paling teknis dalam proses pembelajaran. Hal ini membuat peran guru mengalami rumusan yang terus menerus menjadi diskursus yang tidak pernah usai sepanjang waktu.

Peran dasar guru adalah sebagai pengajar dan pembimbing, sebagai transporter (alat angkut) informasi dalam wujud ilmu pengetahuan dan budaya kepada peserta didik. Peran dasar itu berkembang menjadi makin kompleks akibat tuntutan perubahan peradaban yang makin kompleks dari masa ke masa.

Sebuah pendapat  menyebutkan bahwa peran guru dalam proses pembelajaran adalah sebagai informator, organisator, motivator, pengarah/direktor, inisiator, transmitter, fasilitator, mediator, dan evaluator.  Pendapat lain memetakan peran guru dalam proses pembelajaran sebagai pendidik, pengajar, pembimbing, pelatih, penasehat, pembaharu (inovator), model dan teladan, pribadi, peneliti, pendorong kreativitas, pembangkit pandangan, pekerja rutin, pemindah kemah, pembawa cerita, aktor, emansipator, pengawet, dan sebagai kulminator.

Guru sebagai Pemberi Sanksi

Dari deretan peran guru di atas salah satu peran yang tidak disematkan adalah pemberi sanksi (hukuman) atau punisher. Walaupun diberikan ruang untuk memberikan sanksi, secara teori tidak ditemukan posisi guru sebagai "pemberi putusan bersalah" lalu memberikan sanksi sebagai kompensasi atas kesalahan yang dilakukan peserta didik. 

Dalam banyak kajian, punishment atau sanksi kepada siswa memang diperlukan dalam pembelajaran. Akan tetapi, bentuknya lebih mengarah kepada hal-hal yang positif, misalnya dengan memberikan tugas tambahan yang bersifat mendidik.

Sebagaimana dipahami bahwa sanksi merupakan kompensasi yang diterima seseorang ketika melakukan sebuah kesalahan. Sanksi itu bisa berupa sanksi hukum, sanksi sosial, atau sanksi agama yang relevan. Ini merupakan aturan untuk mewujudkan harmoni dalam kehidupan manusia.

Dalam dunia pendidikan sanksi juga memiliki peran penting. Pertimbangan utamanya bahwa sanksi tentu harus disesuaikan dengan kondisi yang terjadi.

Sanksi pada umumnya berhubungan dengan kesalahan dalam perilaku atau pelanggaran terhadap sebuah peraturan (sekolah). Beberapa perilaku yang melanggar peraturan sekolah, misalnya, tidak mengerjakan tugas, sering datang terlambat, merokok, suka bolos, atau tertidur saat pembelajaran berlangsung merupakan.

Guru pada masa lalu biasanya mengajar dengan gaya yang tegas dan kaku. Banyak endapan kisah guru zaman dahulu yang tidak segan-segan memberikan sanksi fisik kepada siswa jika ketahuan melanggar aturan sekolah.

Kesalahan siswa kerapkali berakhir pada ujung penggaris atau lemparan penghapus. Sering pula ditemukan siswa yang mengikuti pelajaran sambil terkantuk-kantuk, diberikan hukuman berdiri di depan kelas dengan satu kaki dan tangan terentang.

Ada juga siswa yang harus berlari keliling lapangan jika tidak mengerjakan tugas pekerjaan rumah. Pada hari yang lain, sejumlah siswa terkena razia dan harus merelakan rambut gondrongnya digunting cepak dengan cukuran yang tidak rata.

Sanksi-sanksi di atas, tidak terlepas dari upaya guru untuk membentuk prilaku siswa atau menekan perilaku indispliner siswa. Bentuk-bentuk sanksi di atas bukanlah bertujuan negatif tetapi sebagai upaya menempa siswa agar menjadi pribadi yang memiliki disiplin dan memiliki kesadaran untuk menaati peraturan sekolah. Akan tetapi, sanksi semacam itu kini dianggap tidak edukatif karena dapat menumbuhkan semacam dendam.

Proses pembelajaran dewasa ini mengalami perkembangan yang jauh berbeda dengan jaman lampau. Anak-anak masa kini dibentuk dalam kehidupan sosial budaya yang bebas dan terbuka. Hal ini menyebabkan pemberian sanksi fisik seperti di atas kerap dianggap tidak direkomendasikan lagi.

Banyak kasus yang menunjukkan bahwa pendekatan pembelajaran dengan kekerasan tidak menyelesaikan masalah. Bahkan dapat berakibat pada munculnya persoalan hukum. Hal ini tidak saja karena perubahan cara berfikir masyarakat tetapi juga sebagai respon atas gagasan tentang perlindungan anak.

Ketika siswa melakukan kesalahan sebaiknya guru tidak buru-buru menetapkan sanksi. Diperlukan semacam investigasi untuk mengungkapkan penyebabnya. Peringatan merupakan tindakan awal kepada siswa yang bersangkutan agar tidak melakukan kesalahan yang sama secara berulang-ulang. Jika siswa tidak dapat berubah dengan peringatan di sinilah sanksi dapat menjadi alternatif terakhir dengan catatan bahwa sanksi tersebut harus memuat nilai-nilai edukatif.

Hal paling utama adalah pendekatan personal kepada siswa yang bersangkutan. Keterlibatan orang tua dalam hal ini diperlukan sebagai bentuk kolaborasi antar stakeholder.

Lombok Timur, 29 Mei 2022

Referensi:

1. Apa Itu Pembelajaran?

2. Peran Guru Dalam Proses Pembelajaran

Foto dan Video Nguping


https://www.youtube.com/watch?v=XZeTt80z6iU&t=283s


Identitas Penulis


Nama                    : Mohamad Ashabul Yamin
Unit Kerja            : SD Negeri 1 Embung Kandong
Alamat Sekolah   : Keselet Desa Embung Kandong, Kecamatan Terara, Lombok TImur, NTB
Alamat Rumah    : Semango, Desa Leming, Kecamatan Terara, Lombok TImur, NTB
No. HP                : 087854654730



Senin, 09 Mei 2022

Hari Pertama Sekolah Pasca Lebaran; Apa Kegiatan Sekolah?

Gambar Dokumen Sekolah

Pagi yang cerah. Matahari menghamparkan sinarnya secara paripurna. Cahayanya menerpa permukaan tanah lapang, jalan tanah, hamparan sawah, dan hijau dedaunan. Sepasang kupu-kupu terbang di antara rimbun pepohonan. Seekor kadal hijau diam dengan ekspresi siaga untuk melahap serangga kecil yang melintas di hadapannya. 

Pagi yang cerah. Secerah itu wajah-wajah hadir di sekolah. Suasana ini merupakan pemandangan umum pada semua sekolah. Dua minggu sekolah libur membuat kerinduan warga sekolah menggunung. Dua minggu pula sekolah ditinggal telah membuat serakan sampah organic. Daun-daun dan ranting berguguran. Satu dua sampah plastic tampak di beberapa sudut halaman. 

Pukul 07.00. gerbang sekolah telah dibuka. Anak-anak sudah ramai. Guru-guru juga sebagian sudah hadir. Rupanya surat edaran dari Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Lombok Timur cukup manjur. Edaran itu yang mengharuskan sekolah masuk tanggal 09 Mei 2022. 

Guru dan siswa tampak melebur bahu membahu membersihkan sampah yang berserakan di sana-sini. Sebuah pemandangan yang menunjukkan sikap gotong royong yang hamper sempurna. Siswa yang mendapat giliran piket kebersihan di dalam kelas menjalankan tugasnya masing-masing. Sejumlah siswa menggunakan sapu lidi untuk membersihkan halaman. Siswa lainnya secara bergerombol membawa bak ukuran kecil dan menjejalinya dengan sampah yang mereka pungut. Tiga bak sampah roda ukuran besar didorong beberapa siswa ke arah timbunan sampah yang telah terkumpul. Timbunan sampah itu dalam waktu singkat ke dalam bak.

Tepat pukul 07.30 anak-anak berbaris di halaman. Salah seorang guru memberikan aba-aba baris berbaris. Guru lainnya membantu mengatur anak-anak merapikan barisan sesuai dengan kelas masing-masing.

Hari pertama masuk sekolah pasca lebaran. Suasana idul fitri masih terasa. Momentum itu menjadi kesempatan untuk bermaaf-maafan. Sebelum bersalam-salaman kepala sekolah menyampaikan beberapa hal yang berhubungan dengan puasa dan hari raya. Pada kesempatan itu pula, siswa diingatkan bahwa pelaksanaan ujian sekolah dan penilaian akhir tahun akan segera dilaksanakan dalam waktu singkat.

Siswa mendengar dengan penuh perhatian. Satu dua siswa kelas 1 dan 2 tampak bercanda di barisan belakang. Mereka adalah kelompok siswa yang masih sulit berkonsentrasi dalam mendengarkan. Dibutuhkan kesabaran yang tinggi dan metode berbicara yang menarik untuk memasung perhatian mereka. 

Pidato singkat kepala sekolah diakhiri dengan bersalam-salaman antara guru dan siswa. Satu satu siswa secara bergiliran menyalami guru. Mereka berjalan membentuk lingkaran. Riuh shalawat guru dan siswa mewarnai kegiatan itu.

Kegiatan bersalam-salaman selesai. Anak-anak masuk kelas masing-masing. Sebagian melanjutkan membersihkan kelas yang belum rampung. Sebagian lagi berjalan menuju warung untuk membeli sarapan.

Memanfaatkan jeda kegiatan salam-salaman dan masuk kelas, guru-guru dan kepala sekolah duduk berkumpul di teras di depan salah satu ruang kelas. Mereka ngobrol tentang liburan, kue lebaran, atau menu berbuka puasa. Sempat pula ada yang membuka tentang sahur yang terlambat saat puasa.

Dalam obrolan itu muncul ide untuk memeriahkan kegiatan hari Pendidikan Nasional. Salah seorang guru menggagas lomba. Gagasan itu mengerucut kepada jenis lomba.  Mereka sepakat untuk melakukan lomba fashion show, lari karung, dan cerdas cermat, dan lomba menggunakan pakaian adat. Pantia formal langsung dibentuk. Hadiahnya disepakati dalam bentuk alat-alat pelajaran berupa pengggaris, buku tulis, penghapus, atau ballpoint.

Pelaksanaan lomba ditetapkan setelah upacara bendera. Sebagai persiapan sekolah melakukan sosialisasi. Salah satu guru merancang pamphlet untuk digandakan. Paling tidak besok pamphlet itu dapat disebarkan. Guru kelas masing-masing juga menginformasikan kepada siswa. 

Hari pertama masuk sekolah. Sebuah Langkah awal setelah libur telah dimulai. Semoga gagasan lain bermunculan, gagasan yang menumbuhkan kompetisi secara sehat pada sekolah.

Embung Kandong, 09 Mei 2022

Sabtu, 26 Maret 2022

Taman Baca (ke-30)


Taman Bacaan Masyarakat adalah suatu lembaga pendidikan yang mampu menyediakan berbagai bentuk bahan belajar yang dibutuhkan oleh masyarakat itu sendiri.(1) Pengertian ini mengandaikan bahwa taman baca atau taman bacaan masyarakat atau dikenal dengan TBM merupakan sebuah lembaga yang memberikan pelayanan literasi kepada masyarakat. Sebagai pusat layanan literasi, fungsi TBM memiliki peran yang sangat positif dalam rangka memberikan layanan informasi yang meliputi berbagai hal tentang ilmu pengetahuan, sosial budaya, hukum, ekonomi, hukum, lingkungan, dan informasi lain yang dibutuhkani masyarakat.

Dalam Peraturan Dirjen PAUD DIKMAS Kemdikbud Nomor 35 Tahun 2017 dijelaskan bahwa TBM adalah tempat penyelenggaraan pembinaan kemampuan membaca dan belajar, sekaligus sebagai tempat untuk mendapatkan informasi bagi masyarakat. Berdasarkan jenis layanan kegiatan,  Di dalam perraturan tersebut, TBM terbagi menjadi dua jenis yaitu, TBM statis dan TBM dinamis. TBM statis adalah TBM yang keberadaannya di suatu daerah tertentu sebagai pusat layanan kegiatan literasi. Sedangkan TBM dinamis adalah TBM yang layanan kegiatan literasinya dilakukan bergerak dari satu titik ke titik yang lain.

Sebagai pusat layanan informasi sebagai, TBM harus benar-benar menjadi sumber informasi yang memilki peran menciptakan masyarakat yang literasi dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan mendukung pelaksanaan pembangunan nasional dan dimanfaatkan oleh masyarakat.(2) 

TBM, dengan demikian, bukan sekadar sebagai sebuah lembaga literasi yang hanya memiliki kemampuan menyediakan sumber belajar. Pada pundak para pengelola TBM, terdapat tanggung jawab untuk menumbuhkan semangat dan kebiasaan literasi mendasar pada masyarakat. Literasi mendasar yang dimaksud adalah membaca. TBM memiliki tanggung jawab  untuk membangun budaya baca.

Membangun budaya baca dalam kehidupan masyarakat bukanlah hal yang mudah. Upaya mendorong tumbuhnya kebiasaan dan budaya baca tidak semudah membalik telapak tangan. Diperlukan upaya serius dan konsistensi penyelenggara TBM. Satu hal yang menarik adalah adanya gagasan tentang peran TBM lebih dari sekadar membangun budaya literasi. Lembaga literasi ini juga sejatinya dapat melakukan pemberdayaan ekonomi masyarakat. Melalui kerjasama dengan lembaga terkait (pemerintah maupun swasta) TBM dapat membekali masyarakat melalui pelatihan atau kursus yang berorientasi kepada industri kreatif yangdapat membantu Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).(3)

Mengelola TBM membutuhkan komitmen, konsistensi, dan kesungguhan. Sebagaimana pengelolaan sebuah lembaga pada umumnya, TBM juga membutuhkan managemen yang baik dan dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, pengelola TBM biasanya ditangani oleh orang-orang yang memiliki kepedulian terhadap kegiatan literasi. Mereka benar-benar dimotivasi oleh keinginan tulus untuk menyediakan layanan kebutuhan literasi kepada masyarakat. Hal ini dapat dipahami mengingat TBM merupakan lembaga nirlaba yang mengabaikan keuntungan fiansial atau material.

Bambang Purwanto, nara sumber dalam Pelatihan Menulis PGRI gelombang 23-24 dengan tema "Mengelola taman Baca", menegaskan bahwa pendirian taman baca biasanya dimulai dengan inisiatif sendiri dan bersifat kekeluargaan. Untuk itu, sebelum membuka taman baca harus didahului dengan diskusi bersama keluarga (istri/suami, anak-anak, dan anggota keluarga lainnya). Jika kesepakatan dengan keluarga sudah tercapai, langkah selanjutnya adalah mengumpulkan buku dan tempat penyimpanannya. 

Bambang Purwanto, yang dikenal dengan Mr.Bams, merupakan pengelola sebuah TBM yang berpusat di rumahnya Lebak Wangi. TBM itu sudah berjalan 10 tahun. Pada awal pembentukannya, Mr.Bam, menggunakan kepiawaian mendongengnya untuk menarik anak-anak berkumpul di rumahnya. Sebelumnya, Mr. Bam sudah menyiapkan bacaan yang di pajang di tempatnya mendongeng. Rupanya siasatnya berhasil, Anak-anak tidak saja tertarik dengan dongeng Mr. Bams tetapi juga dengan buku-buku yang dipajang di sekitar tempat mendongeng.

Dalam perjalannan waktu, TBM tersebut terus berkembang. Beberapa penghargaan pernah diperoleh. Ini tentu bukan sebuah kerja santai dan asal-asalan. TBM memerlukan niat tulus, jalinan kerjasama antar komponen, memiliki visi dan misi yang menarik sehingga mampu menumbuhkan kesadaran literasi masyarakat sekitar dan, terutama, anak-anak sebagai penentu arah kehidupan berbangsa di masa depan. 

Lombok Timur, 26 Maret 2022


Rabu, 23 Maret 2022

Blog sebagai Sarana Pembelajaran (ke-29)


Dalam pertemuan sebelumnya materi tentang blog sudah pernah menjadi diskusi dalam kegiatan belajar menulis gelombang 23-24 PGRI. Blog adalah website berupa media online yang berisi konten dalam bentuk artikel, video, dan foto yang dikelola oleh seorang blogger atau beberapa penulis sekaligus. (1) Pengertian blog ini mengandaikan bahwa seseorang dapat mengelola (membuat, menyimpan, dan menyebarkan) informasi dalam bentuk teks, gambar, dan film sesuai dengan kebutuhan.

Informasi yang dituang ke dalam blog dengan sendirinya tersimpan selama pemilik blog tidak menghapus informasi tersebut. Di sinilah fungsi blog sebagai media penyimpanan. Dalam fungsi ini, blog memiliki tingkat keamanan yang terjamin jika dibandingkan dengan penyimpanan dengan menggunakan teknik konvensional dengan perangkat hardware seperti flashdisk atau hardisk. Artinya, data yang tersimpan dalam blog tidak akan terjamah virus sebagaimana yang sering terjadi pada penyimpanan konvensional.

Dalam dunia pendidikan, blog telah menjadi salah satu alternatif media pembelajaran, Guru, sebagai pemimpin pembelajaran di kelas, dapat membuat materi pelajaran di dalamnya. Guru dapat membuat tulisan sederhana dengan menyertakan gambar dan video yang relevan. Lebih dari itu guru juga dapat menggunakan blog sebagai sarana menuangkan ide secara tertulis.

Dalam blog guru dapat menuliskan banyak hal. Tidak saja tentang materi pelajaran melainkan juga tentang lini masa proses pembelajaran. Guru dapat membuat catatan tentang proses dan alur proses pembelajaran dengan berbagai pengalaman yang tentunya tidak sama setiap saat. Setiap hari akan selalu ada pengalaman unik dalam proses pembelajaran yang dapat dijadikan bahan evaluasi untuk merencanakan proses pembelajaran berikutnya.

Blog sebagai media yang dapat dijadikan ruang menulis pada dasarnya sama dengan menulis pada kertas. Bahkan menulis di blog jauh lebih nyaman tinimbang teknologi literasi berbasis kertas. Sebagaimana menulis dengan menggunakan media digital, seseorang tidak perlu mencoret bagian yang salah tulis, menghapus unsur kata yang keliru, atau tidak perlu mencari cairan typo untuk menutupi tulisan yang memerlukan perbaikan. Blog, pada saat yang sama, tidak harus diakses melalui laoptop atau komputer. Tuan dan Nyonya dapat menggunakan gawai lain berupa smartphone atau tablet sejauh terhubung dengan jaringan internet. Satu hal yang luar biasa adalah, seorang blogger dapat mengakses blognya tanpa dibatasi ruang dan waktu.

Blog sebagai sebuah fasilitas yang memungkinkan seseorang menuangkan pikiran dan pengalamannya dapat dijadikan sebagai sarana belajar menulis. Dalam blog seseorang dapat belajar merangkai kata, menyusun kalimat, dan membuat struktur paragraf yang padu dalam satu kesatuan utuh.

Menulis, dalam Bahasa Inggris semakna dengan kata writing, merupakan aspek paling sulit. Anggapan ini sebenarnya timbul karena karena budaya menulis masih di dominasi kaum akademia atau pegiat literasi. Untuk itu budaya menulis perlu ditumbuhkan sejak dini agar kecakapan ini dapat berkembang sejalan dengan perkembangan siswa. Untuk menumbuhkan budaya menulis itu tentu saja harus dimulai dari budaya menulis pada guru. Apabila guru tidak memiliki budaya dan kemampuan menulis, dapat dipastikan hampir mustahil budaya dan kemampuan menulis pada siswa dapat tebentuk. 

Dalam konteks belajar Bahasa Inggris, menulis atau writing pada level elementary, dapat dimulai dengan topik umum dan  cara mendeskripsikan topik tersebut. Disarankan juga dengan menggunakan google translate untuk membantu mengerti isi dari reading atau bacaan. Setelah itu siswa dapat diminta menceritakan kembali dengan bahasa mereka sendiri.

Pada level begginer (pemula), mereka membuat kalimat dalam bahasa Indonesia dengan struktur kalimat SPOK (Subyek, Predikat, Obyek dan Kata keterangan). Kalimat itu kemudian dapat diterjemahkan dengan google translate untuk mengetahui bahasa Inggrisnya. Mereka belajar menganalisa tulisan mereka sendiri juga memperhatikan kalimat bahasa Indonesia dan bahasa Inggrisnya.

Blog pada siswa SD atau SMP dapat dijadikan sarana belajar menulis. Mereka dapat memiliki blog namun dengan pendampingan orang tua atau kakak-kakaknya yang mengerti blog dengan segala etika bersosial media.  Jika perlu yang mengetahui passwordnya hanya orang tua atau kakak-kakaknya yang dapat diandalkan. Walau blog milik pribadi namun konten yang di tulis khusus untuk belajar atau menyampaikan pendapat yang tidak menyinggung siapapun.

Jika keluarga rata-rata awam teknologi informasi, guru bisa membantu siswa dengan bertatap muka via daring atau bertemu langsung dengan para orang tua dan mengajarkannya cara membuat blog dengan etika bersosial media. Guru bahasa Indonesia dan bahasa Inggris dapat menggunakan blog untuk mengajarkan reading dan writing. Jika speaking dapat melalui zoom atau whatsApp call. Penggunaan blog sebagai sarana pembelajaran adalah salah satu alat untuk mengajar atau belajar.

Tidak saja guru Bahasa Indonesia atau guru Bahasa Inggris, guru mata pelajaran lain juga sebaiknya melengkapi diri dengan kemampuan menulis. Karena menulis memang aktivitas mendasar dalam proses pembelajaran. Tentang media yang digunakan tergantung pada kemampuan seorang guru untuk menggunakannya. Pilihlah media yang dianggap mudah untuk meningkatkan ilmu dengan berbagi kebaikan dengan murid-murid, rekan kerja, dan banyak orang.

Lombok Timur, 23 Maret 2022

Kamis, 17 Maret 2022

Resume Mendunia (Pertemuan ke-25 BM PGRI Gelombang 23-24)


Resume "go international" mungkin padanan frase yang tepat jika ditranslate ke dalam bahwa Inggris untuk resume mendunia. Entahlah. Saya berusaha mencari tahu makna tema pertemuan ke-25 belajar menulis yang berlangsung tanggal 14 Maret 2022. Saya mencoba mengais residu materi pertemuan itu pada WAG dan beberapa resume peserta pelatihan.

Secara umum resume mendunia itu merupakan resume yang tidak saja dapat dipahami oleh pembaca pada komunitas masyarakat pemakai bahasa tertentu dalam lingkup terbatas. Akan tetapi, tulisan itu harus dapat dicerna oleh pembaca di berbagai belahan planet bumi. Ini berarti bahwa tulisan atau naskah itu harus menggunakan bahasa yang digunakan oleh penutur bahasa yang berlaku secara internasional. Sejauh ini bahasa internasional itu adalah Bahasa Inggris. 

Resume, dalam Bahasa Inggris, resume dapat dimaknai sebagai dokumen yang digunakan oleh seseorang untuk memberikan informasi tentang latar belakang, kemampuan atau skill dan prestasi atau yang kita kenal juga dengan Curriculum Vitae. Dalam pengertian yang berbeda, resume juga dapat diberikan batasan sebagai ringkasan dari sebuah tulisan panjang. Ringkasan itu berisi inti sari dari sebuah tulisan. Dengan kata lain dapat juga disebut dengan penggambaran sebuah tulisan secara garis besar. https://bit.ly/3w9lr8o

Penguasaan bahasa sesorang berbeda beda. Youtuber Fiki Naki mampu berbicara dalam bahasa Inggris, Rusia, Jerman, Spanyol dan Romania secara paripurna. Saya sendiri hanya mampu menggunakan bahasa Sasak (Lombok) dan bahasa Indonesia. Perbedaan penguasaan bahasa itu akan secara niscaya membuat seorang pembaca dapat memahami sebuah tulisan dalam bahasa yang berbeda. 

Seorang penulis Indonesia bisa saja membuat sebuah tulisan (dengan bahasa Indonesia tentunya) dalam bentuk yang rapi, lengkap, panjang, dan detail. Tulisan itu disajikan dalam gaya bahasa yang khas, mudah dipahami, dan menarik. Akan tetapi, ketika tulisan itu berada di tangan pembaca dari daratan Eropa atau benua Amerika yang sehari-hari tidak menggunakan bahasa rumpun Melayu, bisa dipastikan tulisan itu akan menjadi sesuatu yang tidak lagi menarik. Tentu saja karena pembacanya tidak memahami isinya kecuali jika sudah diterjemahkan ke dalam bahasa yang digunakan oleh pembacanya. Pembaca Eropa dan Amerika akan mengalami diskomunikasi sebagaimana saya mengalami diskomunikasi saat membaca sebuah tulisan dalam bahasa Jepang.

Era teknologi memberikan kemudahan bagi warga dunia dalam berbagai aspek kehidupan. Teknologi informasi tidak saja memberikan kemudahan akses informasi karena sebarannya yang mampu meretas batas negara, melampaui bentang samudera, atau melompati ketinggian gunung. Teknologi informasi juga memberikan kemungkinan setiap orang melakukan penerjemahan informasi yang diterima dalam bahasa yang tidak dipahami,

Kemudahan di atas didukung oleh berbagai aplikasi digital yang dapat menjalankan kerja terjemahan. Aplikasi itu secara otomatis bekerja membuat terjemahan dari satu bahasa ke bahasa lainnya. Aplikasi populer yang sering digunakan adalah Google Translate,, U Dictionary, Webster Online Dictionary, dan Oxford online Dictionary. Dengan aplikasi atau tools ini seseorang tidak perlu mencari penerjemah untuk memahami bacaan. 

Penulis yang memiliki ambisi agar karyanya dapat dibaca oleh pembaca international dapat menggunakan tools di atas. Satu hal yang patut dicatat bahwa penggunaan alat penerjemah tersebut tentu bukan satu-satunya pendukung. Agar penyebaran tulisan dapat menjangkau lintas bahasa dan negara, penulis perlu memperhatikan hal lain yang bersifat mendasar, yaitu, 1) membuat tulisan dalam bahasa sendiri, 2) belajar terjemahkan sendiri, 3) jika kesulitan, minta bantuan ahli untuk menerjemahkan, 4) bangun International Network, dan 5) konsisten mengeksplor kemampuan bahasa kita.


Jumat, 11 Maret 2022

Poin Buku pada Kenaikan Pangkat (pertemuan ke 24)


Jaringan alam maya benar-benar tidak bersahabat. Membuka WA melalui laptop seperti membuka gerbang kehilangan anak kunci gembok. Saya baru bisa mengakses jaringan secara normal pada pukul 21.43 wita. Inilah kendala hidup dengan fasilitas jaringan seadanya. Saya di ambang keputusasaan menghadapi kondisi seperti ini.

Dengan tertatih saya memasuki ruang pertemuan WAG belajar menulis PGRI gelombang 23-24. Pertemuan sudah sampai pada sesi tanya jawab. Saya mencoba menelusuri jejak pertemuan dari awal. Akhirnya flyr kegiatan saya temukan telah tertimbun gundukan pesan narsum dan dialog.

Dr. H. Imran Rosidi, M.Pd. Beliau pemateri pertemuan. Moderatornya seorang alumni belajar menulis gelombang 8, Mr. Bams. Mudah-mudahn saya tidak keliru. Nama lengkap moderator adalah Bambang Purnomo.

Pemateri atau narasumber, berdasarkan data yang dibagikan moderator, adalah anggota tim penilai kenaikan pangkat pusat dr Gol IVb ke atas dan koordinator tim penilai kenakan pangkat guru/ks Jatim. Narsum juga seorang guru dan dosen. Beliau juga memiliki pondok pesantren. Sejumlah jabatan pada berbagai organisasi juga berada di pundaknya. 

Saya tidak dapat membayangkan bagaimana beliau mengatur waktu menjalankan tugas sebanyak itu. Butuh kemampuan di atas rata-rata mengelola waktu untuk menjalani kehidupan seperti itu. Rupanya beliau satu dari banyak orang di negeri ini yang memiliki talenta seperti itu. Dengan sejumlah tugas dan tanggung jawab yang diembannya, narsum juga seorang penulis dengan sederet karya yang teah dihasilkannya.

Materi malam ini lebih mengarah kepada angka kredit untuk karya tulis bagi guru ASN. Namun demikian, bukan berarti guru non-PNS dapat mengabaikan materi ini. Hal ini tentu saja banyak informasi penting laing yang dapat diperoleh peserta tentang dunia tulis menulis.

Sebagaimana dipahami di kalangan guru PNS bahwa salah satu persyaratan kenaikan pangkat pada golongan tertentu adalah harus mengikuti kegiatan pengembangan diri (PD), membuat publikasi ilmiah (PI), dan menyusun karya inovatif (KI).

PD atau pengembangan diri diperoleh dari kegiatan kolektif guru (KKG, MGMP) dan diklat fungsional guru. Tidak semua diklat fungsional berpeluang mendapatkan penilaian. Hal ini sangat tergantung pada lembaga penyelggara diklat. Penyelenggara diklat tersebut biasanya dilaksanakan oleh perguruan tinggi, lembega resmi diklat, dan organisasi profesi guru. Pengajuan nilai angka kredit pada pengembangan diri, harus disertai dengan laporan kegiatan pengembangan diri yangg dilampiri surat tugas dari atasan dan sertifikat.

Penilaian angka kredit selain PD adalah PI atau Publikasi Ilmiah dan KI atau karya Ilmiah. PI terdiri dari 10 jenis, yang terdiri dari 1) presentasi di forum ilmiah, 2) Laporan hasil penelitian (PTK), 3)  tinjauan ilmiah 4) tulisan ilmiah populer, 5) artikel ilmiah, 6) buku pelajaran, 7) modul/diktat, 8) buku dalam bidang pendidikan, 9) karya terjemahan, dan 10) buku pedoman guru. Untuk KI (Karya Inovatif) ada 4 jenis yaitu, 1) eknologi tepat guna, 2) alat pelajaran/peraga/praktekum, 3) pengembangan penyusunan standar, pedoman, soal, dan sejenisnaya pada tingkat nasional, dan 4) karya seni.

Ada asumsi yang bekembang bahwwa syarat kenaikan pangkat guru golongan III dan IV dengan melakukan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Satu hal yang perlu diketahui bahwa hal ini mulai berlaku untuk ASN yang mengalami mutasi dari golongan III ke golongan IV dengan catatan tidak harus dengan mengajukan laporan PTK tetapi bisa dengan PD atai PI di atas.

Terkait dengan buku, jenis yang dapat dinilai adalah 1) Buku hasil penelitian, 2) Buku pelajaran, 3) Buku bidang pendidikan, 4) Buku terjemahan, 5) Buku kumpulan puisi, buku kumpulan cerpen, dan buku novel. Buku lainnya bisa dalam bentuk modul dan terjemahan.

Pada buku antologi puisi yg bisa dinilai apabila berjumlah minimal 20 puisi setiap penulis dg nilai AK 2 dan apabila lebih dr 40 puisi dg nilai AK 4 dan memiliki ISBN. Sdangkan antologi cerpen, minimal 5 cerpen dengan nilai AK 2 dan lebih dr 10 cerpen dengan AK 4.

"Pada prinsipnya, naik pangkat itu mudah dengan syarat memiliki kemampuan menulis dan meneliti," pungkas narsum mungkin sambil tersenyum.

Lombok Timur 11 Maret 2022



Kamis, 10 Maret 2022

Menulis Autobiografi (Pertemuan ke-23)

 Hidup adalah rangkaian kisah


Suparno,  S.Pd.,M.Pd. lahir di Magetan,  25 Juli 1966, lulusan D3 86  IKIP Surabaya,  S1 Wima Madiun , S2 Unipa Surabaya. Ini adalah sebagian biodata narsum pada pertemuan ke-23 belajar menulis PGRI. Pertemuan di bawah otoritas moderator Kak Ros ini bertajuk "Menulis Autobisografi"
Yang saya hormati Bapak Ibu narasumber di WA grup penulis yang saya hormati Bapak Ibu beserta penulis yang luar biasa yang saya hormati yang pertama Mari kita memanjatkan rasa syukur kita kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta'ala atas rahmat Hidayah kesehatan keselamatan yang dilimpahkan kepada kita semua sehingga pada hari ini kita bisa menyelenggarakan pembelajaran menulis yang kedua semoga shalawat dan salam tetap terlimpahkan kepada Uswah Hasanah kita Rasulullah Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam keluarga sahabatnya pengikutnya hingga kita semua 

Paragraf di atas adalah rangkaian kalimat pembuka narsum yang terekam dengan fitur voice typing. Fitur ini berfungsi menuliskan secara otomatis pesan suara melalui google document yang tersedia dalam google workspace for education yang dapat diakses melalui akun belajar.id yang diberikan secara gratis kepada satuan pendidikan di bawah naungan Kemendikbud Ristek. Kalimat pembuka tersebut tersimpan dalam file https://bit.ly/3hQYzST.

Peserta pelatihan sudah berada pada sepertiga bagian terakhir kegiatan belajar menulis. Saya melihat semangat peserta makin menyala. "Ambisi" peserta menerbitkan buku solo terus memuncak. Saya membayang kebanggaan yang menjulang menyentuh langit jika nanti peserta berhasil menggoda penerbit untuk mencetak serakan resume yang telah berubah bentuk menjadi buku.

Saya sendiri mengalami semacam kemunduran semangat sejak pertemuan ke-20. Saya selalu terlambat mengumpulkan resume pada tiga pertemuan terakhir. Kondisi ini sebenarnya disebabkan oleh beberapa pekerjaan di sekolah yang sifatnnya sangat mendesak. Di samping itu, ada juga urusan keluarga yang membuat saya harus terlibat di dalamnya. 

Sebagai bagian dari kehidupan sosial, saya juga harus memperlihatkan empati atas meninggalnya salah satu warga sekaligus kerabat dekat di kampung. Tradisi tahlilan sampai sembilan malam mengharuskan saya meninggalkan meja komputer setiap kali harus berhadapan dengan jadwal pertemuan belajar menulis. 

Sementara di lokasi tahlilan, kebiasaan yang berlaku sejumlah warga tidak langsung pulang. Mereka terpasung dalam obrolan dari satu topik ke topik lain sebagai bentuk takziyah untuk keluarga yang mengalami musibah. Pada titik ini, saya selalu ikut terpasung di rumah duka mengambil bagian dari obrolan itu. Saya  merasa tidak nyaman untuk pulang lebih dulu. "Takut tidak dibukakan pintu", adalah seloroh pamungkas di kalangan para suami kalau melihat salah seorang di antara kami pulang duluan.

Lalu apa urgensinya menulis autobiografi? Narsum menulis,

"Cerita   orang orang hebat itu  menginspirasi, KH Usairon  mengatakan  cerita orang orang sholih itu meningkatkan iman, oleh karena itu eman  rasanya kesuksesan yang Bapak Ibu raih apabila tidak ditulis dalam  biografi. Agar bisa menginspirasi orang lain. Menginspirasi keluarga  dan keturunan kita."

Saya memaknai penggalan materi yang disampaikan narsum di atas bahwa di balik perjalanan hidup seseorang selalu ada pengalaman yang meninggalkan jejak positif. Kehidupan dengan alur paling datar sampai hidup penuh konflik yang dialami seseorang, selalu ada kemungkinan dinamika yang dapat dijadikan pelajaran.

Hidup adalah rangkaian cerita, jalinan kisah, atau rentetan pengalaman seseorang atau sekelompok orang dalam interaksinya dengan orang lain, hubungannya dengan alam, bahkan komunikasi dengan dirinya sendiri. Tidak seorangpun lebih memahami dirinya selain dirinya sendiri. Maka penting untuk membuat lukisan tentang perjalanan hidup itu dalam sebuah kanvas  autobiografi atau otobiografi.

Autobiografi adalah catatan riwayat hidup yang ditulis oleh diri tokoh sendiri. Autobiografi tidak hanya dapat ditulis oleh orang-orang tersohor atau tokoh-tokoh besar. Orang biasa pun juga dapat menuliskan autobiografinya sendiri. https://bit.ly/3vPadWG. Artinya setiap orang dapat mengisahkan dirinya sendiri jika mampu menarasikannya dengan baik.

Autobiografi secara uumum memiliki ciri yang sama dengan karya prosa pada umummnya. Ada tokoh, alur cerita, sudut pandang, latar belakang (situasi, tempat, dan waktu), konflik dan berbagai unsur sastra lainnya. Hal yang membedakannya dengan karya sastra fiksi adalah terletak pada kisah nyata perjalanan hidup, memperkenalkan tokoh, bertujuan memotivasi orang lain. Autobiagrafi bisa ditulis oleh tokoh itu sendiri atau orang lain.

Jika anda melamar suatu pekerjaan,  atau dipromosikan ke jenjang pangkat  yang lebih tinggi,  buku  biografi  bisa disertakan dan itu menjadi  nilai plus bagi anda. buku biografi juga sebagai syarat penting di bidang pendidikan

Tahapan dalam penyusunan autobiografi adalah 1) penentuan judul, 2) Latar belakang kelahiran, pendidikan dan pekerjaan, dan 3) Hasil Karya atau Prestasi yang dimilikinya.


Lombok Timur, 10 Maret 2022

Selasa, 08 Maret 2022

Menulis Saat Sakit (Pertemuan ke-22 BM PGRI)

 


Pertemuan ke-22 belajar menulis PGRI seperti menyaksikan kisah dongeng. Alur ceritanya penuh dengan keajaiban. Saya dan semua peserta seolah berada dalam sebuah pentas teater dengan tokoh berjiwa pejuang, pantang menyerah, tidak tunduk belaka terhadap kegetiran yang dihadapinya.

Tema pelatihan sekilas terlihat ringan, seringan sakit kepala karena terlambat minum kopi. Saya membayangkan kata sakit yang disematkan pada tema pelatihan ini hanya sekitar flu, sakit gigi, atau meriang. Ternyata dugaan saya mengalami distorsi, perkiraan saya tidak seperti yang saya pikirkan.

Setelah Pak Dail Maruf, moderator kegiatan pelatihan, memberikan memberikan kesempatan kepada Pak Suharto untuk berbagi pengalamannya dengan membeberkan perjalanan hidupnya yang luar biasa.

Suharto, M.Pd, nama lengkap narsum, jika digambarkan sebagai tokoh utama dalam sebuah prosa fiksi adalah tokoh "antagonis".  Dalam pengertian konvensional, tokoh antagonis dimaknai sebagai tokoh jahat dalam sebuah cerita. Akan tetapi, dalam konteks kajian fiksi, Nurgiyantoro mendeffinisikan tokoh antagonis sebagai tokoh yang memiliki karakter penantang terhadap sebuah situasi yang tidak sesuai dengan keinginan dan harapannya. Tokoh antagonis dengan demikian tidak selalu dapat dimaknai sebagai tokoh jahat tetapi juga dapat diandaikan sebagai tokoh baik. Sang penantang adalah sang pemberontak yang bisa jadi juga seorang pejuang yang berusaha mengubah kondisi kehidupan diri dan orang lain ke arah yang lebih baik.

Saya melihat sisi antagonis dari kisah hidup Cang Ato. Dalam kondisi fisik dalam ketidakberdayaan, Cang Ato tetap memiliki kekuatan menantang kegetiran hidup yang menderanya. Ini sesuatu yang luar biasa. Cang Ato mampu menantang dan mengalahkan rasa sakit dengan cara yang sangat elegan. Menulis. Suatu kisah langka ditemukan dalam realitas sehari-hari. Butuh kekuatan dan semangat hidup membaja untuk melewati jalan hidup seperti yang dilalui Cang Ato. Sebagai seorang ayah, dalam ketidakberdayaan sekalipun, beliau menyadari tanggung jawabnya sebagai pemimpin keluarga. Beliau tetap berfikir memiliki tanggung jawab menafkahi keluarganya.

Kisah Cang Ato kalau boleh dapat dihubungkan dengan sebuah judul novel klasik mahakarya Sutan Sati "Sengsara Membawa Nikmat". Kesengsaraan dalam rundungan rasa perih, kelumpuhan, dan kepedihan fisik maupun mental tidak membuatnya putus asa. Dengan mengandalkan gerakan lemah jemarinya beliau terus menuangkan pengalaman hidupnya, menyusun kisahnya sendiri, tanpa peduli kisahnya dibaca orang atau tidak. Semua itu dilakukannya sebagai media atau alat pengubur setiap inchi rasa sakit yang dideritanya. Menulis, bagi Cang Ato, merupakan peredam rasa sakit, pengalih kesadaran dari harapan sia-sia untuk sembuh, dan penutup luka dalam yang terus menganga dalam waktu yang lama.

Apa yang dilakukan Cang Ato di luar dugaannya. Perjalanan hidupnya mampu "menawan" perasaan peserta dan bisa jadi semua orang yang mendengarnya, Kisah hidupnya mendapat simpati dan empati dari banyak orang. Beliau mendapati dirinya dalam kerumunan orang-orang yang memberikan semangat hidup. Kisah hidupnya kemudian berhasil diterbutkan menjadi buku.

Cang Ato telah mengisnpirasi banyak orang bahwa hal paling penting dari hidup ini adalah kesabaran, semangat juang, dan kesadaran bahwa hidup ini dinamis. Pernyataan paling klasik adalah "roda terus berputar".

Selasa, 08 Maret 2022


Minggu, 06 Maret 2022

Belajar Menulis PGRI

 



Menulis merupakan salah satu keterampilan berbahasa. Dalam ilmu linguistik, menulis secara sederhana diartikan sebagai kegiatan menuangkan ide secara tertulis yang bertujuan memberikan informasi kepada seseorang atau sekelompok orang.

Menulis, pada banyak orang, acapkali dipersepsikan sebagai kegiatan yang sulit dan dipercaya merupakan keterampilan bawaan. Persepsi ini bisa jadi setara dengan persepsi banyak orang tentang sulitnya pelajaran matematika, kimia, atau fisika. Banyak orang bisa berbicara tanpa jeda tetapi kehilangan kata-kata saat diminta menulis. Pikiran dan jemarinya kaku ketika kegiatan berbicara diganti dengan menulis.

Sebagai keterampilan bawaan, menulis dipercaya sebagai keterampilan yang melekat begitu saja tanpa proses belajar. Anggapan ini mengandaikan bahwa keterampilan menulis tidak dapat dipelajari atau dilatih. Menulis bagai sebuah kesaktian yang diwarisi seorang tokoh pendekar dalam cerita dongeng secara turun temurun tanpa latihan khusus.

Pada dasarnya, keterampilan menulis sama dengan keterampilan lainnya. Diperlukan proses belajar agar keterampilan menulis itu berkembang. Dibutuhkan latihan serius dan konsisten agar kemampuan itu dapat dicapai. Seseorang harus terus berlatih menata kata dan menyusun kalimat agar kemampuan menulisnya terasah. 

Menulis memang tidak saja membutuhkan kemampuan berfikir tetapi juga kemampuan berimaginasi. Seorang penulis harus mampu menggunakan kekuatan imaginasinya dalam membuat narasi tentang pikiran dan pengalamannya.

Nurgiyantoro, dalam buku Teori Pengkajian Fiksi, menjelaskan bahwa keterlibatan daya imaginasi penulis tidak saja dalam proses penulisan karya fiksi tetapi juga dalam tulisan yang mempergunakan data dan peristiwa faktual seperti surat kabar dan majalah. Imaginasi dalam pandangan Nurgiyantoro bukan semata-mata sesuatu yang bersifat khayali atau rekaan belaka. Imaginasi juga sekaligus “kemampuan mencipta”. Pada titik ini, kemampuan mencipta sesungguhnya melibatkan proses kreatif yang tentu saja membutuhkan kemampuan berfikir.


Uraian di atas merupakan sebagian kecil materi yang saya peroleh dari pelatihan belajar menulis daring asuhan Wijaya Kusuma atau Om Jay. Sebuah kelas menulis gratis melalui aplikasi Whatsapp. Mungkin banyak orang memiliki keraguan bahwa pelatihan dengan menggunakan aplikasi WA tidak efektif atau capaian tujuan tidak optimal.

20 hari pertama saya belajar banyak hal dari pelatihan tersebut. Salah satunya, keberhasilan pelatihan bukan tergantung pada kemewahan dan kecanggihan media yang digunakan. Pelatihan belajar menulis PGRI membuktikannya. Kegiatan ini telah berhasil melahirkan penulis-penulis muda. Bahkan  di antara penulis itu mulai karier menulis saat usianya 55 tahun.

Apa kuncinya? Ternyata menulis itu sangat tergantung pada motivasi internal seseorang. Kemauan yang kuat, komitmen dan konsistensi, dan motivasi diri adalah kunci keberhasilan.

Dalam proses belajar itu saya bertemu dengan banyak orang dari berbagai penjuru tanah air dengan latar belakang sosial, budaya, dan agama yang beragam. Berada dalam kelas menulis itu, saya seakan berjumpa dengan orang-orang berambut keriting sampai berambut lurus atau berada dalam sebuah ruang bersama rekan-rekan tanah air dengan logat khas daerah masing-masing.

Namanya saja belajar menulis. Untuk melatih kemampuan menulis peserta harus praktek membuat tulisan. Tugas menulis yang diberikan tergolong sangat sederhana. Tugas menulis hanya terkait dengan materi pelatihan yang disampaikan setiap narasumber. Peserta pelatihan tidak dituntut untuk membuat tugas berat dengan mencari ide populer atau tema-tema yang tengah digandrungi publik.  Konsep pelatihan seperti ini membuat peserta mengikuti pelathan seolah tanpa beban. Saya sendiri (mungkin juga peserta lain) merasa membuat tugas menulis seperti menulis notulensi hasil rapat. Ini sesuatu yang bagus untuk meletakkan pondasi kemampuan menulis.

Peserta menikmati pelatihan karena diberikan kebebasan untuk membuat tugas resume dengan gaya penulisan masing-masing peserta. Peserta juga diberikan kebebasan mengembangkan materi resume dengan sumber tulisan selain materi dari narasumber, baik yang bersumber dari informasi tercetak maupun sumber informasi digital dengan cara googling. Ketika dunia pemdidikan dijejali pikiran dengan konsep merdeka belajar, proses belajar menulis PGRI telah melakukannya dengan sangat baik.

Peserta juga tidak dituntut membuat tulisan dengan menggunakan prosedur penulisan baku. Peserta tidak harus mulai dengan menentukan topik atau tema tertentu, lalu membuat kerangka tulisan, dan mengembangkan kerangka itu menjadi tulisan utuh. Tidak. Peserta hanya membuat resume materi pelatihan pada setiap pertemuan. Sesederhana itu.

Satu hal yang luar biasa adalah sikap saling memotivasi antar peserta. Sikap ini terlihat dari tanggapan tulisan antar sesama peserta. Tidak saja motivasi antar sesama peserta, narsum juga meluangkan waktu membaca tulisan peserta dan memberikan tanggapan terhadap tulisan tersebut.

Rerata narsum yang dihadirkan merupakan orang-orang yang berpengalaman dalam dunia tulis menulis, penerbitan naskah, sampai pendistribusian hasil karya yang telah diterbitkan. Uniknya lagi sebagian narasumber ternyata alumni belajar menulis tersebut. Kelompok narsum terakhir ini bahkan telah berhasil menerbitkan buku. Luar biasa.

Akhirnya saya hanya bisa menulis tanpa karya yang layak diterbitkan.

Lombok Timur, 06 Maret 2022

Sabtu, 05 Maret 2022

Penulis Buku Mayor (Pertemuan ke-21 BM PGRI)


Belajar menulis makin menuju mumpuni. Bagaimana tidak narasumber yang dihadirkan rerata memiliki kompetensi mumpuni di bidangnya. Pada pertemuan ke-21, o4 Maret 2022, Narsumnya tidak kalah mumpuni. Namanya saja JOKO IRAWAN MUMPUNI. Sang Diirektur penerbitan Andi itu langsung terjun berbagi ilmu kepada peserta. Pejabat tertinggi dalam penerbit skala mayor itu bersedia meluangkan waktunya untuk terlibat membersamai peserta pelatihan yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Dua puluh kali bumi berkeliling mengitari pusat tata surya merupakan rentang pengalaman yang sangat panjang menjalani dunia penerbitan dan penulisan.

"...teknologi informasi berkembang pesat seperti sekarang ini; orang hanya mengenal penerbit Mayor dan penerbit Minor, masing-masing punya pendapat masing-masing apa yang membedakan penerbit mayor dan penerbit minor. Namun semua pendapat itu merujuk pada satu kesimpulan yang pasti yaitu Jumlah terbitan buku pertahun penerbit mayor jauh lebih banyak dibanding penerbit minor. berapa jumlahnya? masing-masing punya pendapat sendiri."

Demikian narasi pembuka materi pelatihan yang disampaikan Pak Mumpuni, sesaat setelah moderator mempersilakannya mulai mengambil-alih jalannya pelatihan. Ribuan penerbit di Indonesia, menurut narsum, hanya sedikit yang dapat menyandang penerbit mayor. Penerbit Andi merupakan salah satu dari sedikit penerbit mayor itu.

Persepsi penulis tentang penerbit mayor jauh lebih bergengsi dan membanggakan tinimbang penerbit minor atau penerbit indie. Persepsi ini muncul karena naskah karyanya akan dikelola lebih profesional. Penerbit mayor secara umum memiliki fasilitas penerbitan yang lebih baik, mempunyai modal yang lebih besar, percetakan, dan sumber daya manusia dengan jangkauan pemasaran yang lebih luas.

Namun demikian, hasil karya seorang penulis tidak bisa dengan mudah dapat diterbitkan pada penerbit mayor. Hasil karya yang dapat diterbitkan harus melalui seleksi yang ketat. Penulis harus bersaing dengan sejumlah besar penulis lain untuk menjadi pemenang sehingga karyanya dapat diterbitkan. Penerbit ANDI, misalnya, harus melakukan seleksi tulisan antara 300 sd 500 naskah. Dari semua tulisan tersebut,  hanya 50 sd 60 judul saja yang bisa masuk mesin cetak. Sisanya dikembalikan kepada  penulis atau ditolak. Hal ini membuat penulis memilih alternatif lain dengan menggunakan jasa penerbit indie.

Kepada peserta, narsum memberikan kesempatan  untuk melakukan refleksi diri tentang kondisi psikologis masing-masing terhadap level kepercayaan diri untuk menawarkan karyanya terhadap penerbit mayor.

Narsum mencoba mempersuasi peserta dengan menulis, "saya yakin semua sudah ada di lavel paling atas... hanya kurang PD atau kurang nekad aja sehingga karyanya nggak muncul muncul."

Penerbitan adalah badan usaha yang berorientasi profit dengan melibatkan banyak pihak yang semuanya penting. Narsum memberikan gambaran melalui skema tentang posisi penerbit sebagai berikut.


Skema di atas, dalam pemahaman saya, menunjukkan bahwa penerbit bagai titik pusat tata surya. Penerbit bagai segumpal bintang mahabesar yang dikelilingi oleh sejumlah besar planet. Planet-planet itu terdri dari pengarang/penulis, agent pustaka, penerjemah, seniman, dan pemodal (bank, investor). Ada juga lembaga pembeli (sekolah, perpustkaan, dll), penyalur atau pedagang, komunitas literasi, distribusi masal, penjual dengan langganan, eksportir. Semua unsur itu mengerucut kepada pemakai buku perorangan.

Seluruh jaringan kepenerbitan di atas jika disederhanakan akan membentuk skema seperti berikut ini.
dalam skema lain penerbitan itu semacam rantai makanan dalam dalam sebuah ekosistem. namun demikian, hubungan dalam skema itu tidak sekejam persitiawa makan memakan. Empat unsur itu (penulis, penerbit, penyalur, dan pembaca) memiliki hubungan timbal balik yang saling menguntungkan atau simbiosis mutualisme.

Dalam dunia penerbitan, sebagaimana dunia bisnis pada umumnya, tentu saja banyak hambatan. Faktor penyebabnya lebih sering disebabkan oleh sikap individual yang membentuk karakter kolektif. Sikap itu menyangkut minat baca dan menulis serta apresiasi hak cipta. Semua faktor tersebut menyebabkan rendahnya sikap dan budaya literasi di Indonesia jika dibandingkan dengan negara tetangga.

Terkait dengan kriteria penerbit yang dapat dipercaya, narsum menyebutkan beberapa indikator. Penerbit memiliki visi dan misi yang jelas, bisnis core lini tertentu, pengalaman, jaringan distribusi yang luas, fasilitas percetakan yang mandiri, keberanian mencetak jumlah eksemplar, dan kejujuran dalam pembeyaran royatlti.

Bagi penulis, penerbitan memberikan nilai positif berupa kepuasan, reputasi, karier, dan keuntungan royalti atau uang. Jika karya penulis diterbitkan penerbit mayor akan ada kepuasan, ada gengsi, dan status sosial. Di samping itu penulis juga akan memiliki Reputasi, sebuah citra yang mengambarkan kelas, kemampuan, dan kualitas dirinya sebagai penulis. Reputasi itu pada akhirnya akan sangat mendukung karier kepenulisannya sekaligus kompensasi materi yang diperolehnya melalui karyanya.

Selanjutnya narsum membawa peserta kepada materi sekitar kriteria naskah yang diterima atau ditolak, Paling tidak kriteria naskah berdasarkan kemungkinan untuk diterbitkan terbagi dalam kuadran. Pertama, tema populer dan penulis pepuler. Ke dua, tema tak populer dengan penulis populer. Ke tiga, tema populer dengan penulis tak populer, Ke empat, tema tak populer dengan penulis tak populer. Menurut narsum naskah yang tidak diterbitkan hanya kuadran ke empat.
Materi lain yang disampaikan narsum adalah teknik mencari tema dan penulis populer dengan mennggunakan fasilitas yang disediakan google. Narsum menyarankan peserta membuat akun google scholar agar lebih mudah dalam menelusiri tema-tema populer yang dapat dijadikan acuan dalam membuat tulisan.

Di akhir pertemuan narsum memberikan pilihan kepada peserta; menjadi penulis idealis, penulis industrialis, atau kombinasi dari keduanya (idealis-indstrialis)


Penilaian Pembelajaran; Perdebatan yang Tak Pernah Usai

Dokpri Kamis, 16 November 2022, saya menghadiri rapat Kelompok Kerja Kepala Sekolah (K3S) Kecamatan Terara, Lombok Timur. Salah satu agenda ...