Selasa, 15 Februari 2022

Proofreading sebelum menerbitkan Tulisan; Pertemuan ke-13 BM gelombang 23-24


Jaringan bermasalah saat jarum jam sudah menunjukkan pukul 20.05 WITA. Saya mulai gelisah karena khawatir tidak akan dapat mengikuti pertemuan ke-13 Pelatihan Belajar Menulis PGRI angkatan 23-24, 14 Februari 2022. Kegelisahan itu berubah menjadi semacam kepanikan karena lambang signal di sisi atas kanan desktop saya itu masih saja berbentuk bola bukan parabola, sebagaimana bentuk signal yang terhubung akses jaringan.

Alhamdulillah kepanikan itu tidak berlangsung lama karena setelah beberapa kali mencoba akhirnya  suasana jaringan sangat kondusif. Hal ini memungkinkan kinerja komputer yang membutuhkan akses jaringan dapat berfungsi dengan baik.

Sejak sore saya dan peserta sudah memiliki informasi awal tentang pemateri dan moderator pertemuan, Susanto, S.Pd dan Muliadi.

Malam ini Pak Muliadi, sebagai moderator, mulai percakapan pembuka dengan memperkenalkan diri. Beliau guru kelahiran Tolitoli  dan bekerja pada sebuah sekolah kejururan, SMK Negeri 1 Tolitoli. Saat mulai berbicara, saya membayangkan suara moderator terdengar datar. Seluruh isi ruangan diam, bibir mengatup, mata-mata menatap tajam, dan pasangan-pasangan telinga bagai tangan dibalut sarung tangan baseball yang siap menangkap bola.

Untuk mengenal informasi awal tentang materi pokok pertemuan ke-13, Moderator mengutip pernyataan si Jenius Einstein, 

"Jika kamu tidak dapat menjelaskan sesuatu dengan sederhana, kamu tidak cukup memahaminya"

Moderator mencoba membangun pemahaman peserta melalui hubungan ungkapan fisikawan di atas dengan kegiatan menulis. Tulisan harus memiliki struktur kalimat sederhana yang memungkinkan penikmatnya dapat memahami pesannya secara efektif. Hal sederhana lainnya juga mencakup human error seperti salah ketik, sehingga huruf tertukar atau tertinggal, salah titik, koma, atau tanda baca lainnya. Ini tampak sederhana tetapi berdampak besar kepada pembaca apalagi tulisan tersebut akan dipublikasi kepada khalayak. Dalam konteks ini, untuk menjawab persoalan sederhana itu tema yang dipilih pada pertemuan ke-13 adalah 'Proofreading sebelum menerbitkan Tulisan'.

Setelah merasa cukup dengan kata-kata pembuka, Pak Muliadi kemudian memperkenalkan Narasumber. Susanto, S.Pd. Menurut moderator, narasumber dikenal dengan sapaan Pak D Susanto. Dalam dunia tulis menulis, beliau lebih di kenal dengan nama pak D. Nama yang singkat. Pak D tidak hanya menulis beliau juga dikenal sebagai editor dan kreator konten. Beliau sehari-hari mengabdikan diri sebagai guru sekolah dasar di Kabupaten Musi Rawas Provinsi Sumatra Selatan. Ternyata moderator dan narsum juga alumni BM PGRI. Berarti keduanya pernah menjalani tugas membuat resume pelatihan seperti peserta malam ini. Hanya keduanya berbeda angkatan. Agar lebih jelas Moderator membagikan lembar CV narsum kepada peserta.


Tetiba saja suara moderator terdengar seolah menggelegar ketika mengucapkan, "Mari kita sambut dengan meriah ...narasumber hebat kita malam ini .....Bapak D Susanto" 👏👏👏

Gelegar suara moderator dan tepuk tangannya dijawab gempita oleh peserta pelatihan dengan tepuk tangan dan sorak sorai yang mengalahkan semangat pentas dangdutan.

Narsumpun mulai menjalankan perannya. Sebagai pemantik, narsum mengutip sebuah kalimat yang terdapat dalam salah satu resume milik peserta dan mendiskusikan letak kekeliruan dalam penulisannya. Berebut peserta mengajukan perbaikan. Untuk menghemat waktu narsum memilih beberapa saja.

Dari sinilah narsum kemudian mengajak peserta masuk ke materi pelatihan utama. Upaya perbaikan tanda baca itu merupakan salah satu bentuk proofreading atau uji-baca. Istilah ini menyaran kepada pengertian sebagai upaya membaca ulang sebuah tulisan yang bertujuan untuk menganalisis kesalahan dalam teks tersebut. Narsum menegaskan,

"...dengan melakukan proofreading, kesalahan yang dimaksud di sini termasuk kesalahan penggunaan tanda baca, ejaan, konsistensi dalam penggunaan nama atau istilah, hingga pemenggalan kata dapat diminimalkan.


Jika ada yang menghubungkannya dengan pengertian editing, keduanya merupakan dua hal yang berbeda. Editing lebih fokus pada aspek kebahasaan, sedangkan proofreading selain aspek kebahasaan, juga harus memperhatikan isi atau substansi dari sebuah tulisan. 

Tugas seorang proofreader bukan hanya membetulkan ejaan atau tanda baca. Seorang proofreader juga harus bisa memastikan bahwa tulisan yang sedang ia uji-baca bisa diterima logika dan dipahami. Secara sederhana tugas seorang proofreader adalah mengubah sebuah teks atau tulisan agar dapat dengan mudah dipahami oleh pembaca atau orang banyak. Satu hal yang patut dicatat adalah seorang proofreader harus mampu mempertahankan substansi tulisan secara utuh.

Proofreading sebagai kegiatan uji-baca merupakan tahapan menulis yang tidak dapat diabaikan. Apalagi tulisan tersebut akan diproduksi dan dipublikasikan. Proofreading sebaiknya dilakukan ketika tulisan sudah selesai. Hal yang sering terjadi adalah banyak para penulis pemula seringkali melakukan uji-baca ketika tulisan baru setengah jadi. Hal ini menyebabkan tulisan tidak kunjung selesai. Pak D menganalogikan proofreading seperti ini bagai proses finishing pada sebuah bangunan yang dindingnya belum selesai atau jendelanya belum dipasang lalu melakukan pengecatan. Artinya proofreading itu semacam finishing sebuah rumah sebagai upaya mempercantik bangunan tersebut.

Hal lain yang tidak kalah sering pada penulis blog, banyak penulis yang tergesa-gesa karena ingin menjadi the number one. Ketika selesai menulis langsung menekan menu "publish" tanpa melakukan uji-baca tehadap tulisannya. Akibatnya, banyak kesalahan pada tanda baca dan ejaan yang diabaikan. Muaranya tullisan menjadi tidak enak untuk dinikmasti. Oleh karena itu, proofreading penting untuk dilakukan dalam rangka meminimalisasi kesalahan sebelum dipublikasikan.

Seorang proofreader biasanya dilakukan oleh penulis sehingga lebih cenderung obyektif. Oleh karena itu penulis, secara niscaya, harus menjadi pembaca pada saat yang sama. Pertanyaannya, kapan proofreading dilakukan agar obyektif? Tulisan diendapkan dulu beberapa waktu (hari). Setelah itu penulis mengubah wajah dan posisinya sebagai pembaca.

Langkah yang dapat dilakukan dalam proses uji-baca mencakup merevisi draf awal teks, merevisi aspek kebahasaan, mempercantik kalimat untuk memastikan tata bahasa yang benar, sintaks yang jelas, dan konsistensi gaya atau menata kalimta-kalimat yang ambigu. 

Sebagai langkah akhir dari semua proses itu adalah memeriksa ejaan (merujuk ke KBBI) walau ada beberapa kata yang mencerminkan gaya penerbit, pemenggalan kata-kata yang merujuk ke KBBI, konsistensi nama dan ketentuannya, serta judul bab dan penomorannya.

Sampai pada titik ini, narsum mengakhir penjelasannya dan mempersilakan moderator untuk memasuki sesi selanjutnya. Sesi itu adalah tanya jawab. Pada sesi ini pertantyaan peserta cukup banyak yang terkait dengan proofreader. Secara garis besar pertanyaan itu mencakup, ejaan dan tanda baca, dan cara melakukan proofreading.

Senin, 14 Februari 2022

Minggu, 13 Februari 2022

Terima Kasih Om Jay


Belajar menulis saja dapat hadiah

"Halo! Ini adalah kurir Anda dari Ninja Xpress! Saya akan segera mengirimkan paket Anda NVIDPANDI000000186. Siapkan uang tunai sejumlah Rp 0,-. Terima kasih." Demikian pesan masuk via WA ke smartphone saya hari ini. Pesan itu kemudian disusul panggilan masuk yang mengabarkan tentang hal yang sama. Saya sempat bingung dengan kiriman barang yang ditujukan kepada saya karena sebelumnya sayang tidak pernah membeli barang.

Akan tetapi ingatan saya segera pulih saat kesadaran saya dibawa kepada tantangan Pak Wijaya Kusuma atau Om Jay untuk membuat tulisan di blog tentang acara Nguping (Ngobrol Urusan Penting). Nguping merupakan acara diskusi yang membahas tentang isu pendidikan yang tengah berkembang. Saat itu Nguping merupakan pertemuan ke 2 yang diselenggarakan dengan moda daring.

Saya merasa harus menjawab tantangan Om Jay sebatas kemampuan saya. Saya tidak sempat mengikuti acara Nguping tersebut karena perbedaan waktu. NGUPING-nya di daerah WIB dan saya di daerah WITA. Untung kegiatan itu ditautkan dengan chanel Youtube PANDI Indonesia. Dari chanel inilah saya menonton acara NGUPING-2 secara asinkronus.

Saya tidak dapat mencatat materi NGUPING secara utuh. Sambil menonton acaranya saya menuliskan catatan kecil tentang materi acara tersebut. Hasil catatan itu kemudian saya tuangkan dalam tulisan dalam blog saya. Tidak banyak yang bisa saya tuliskan. Hanya 8 (delapan) paragraf dengan susunan beberapa kalimat/paragraf.

Link tulisan itu kemudian saya kirimkan kepada Om Jay. Hal yang luar biasa adalah respon cepat beliau yang meminta alamat saya untuk megirimkan surprize atas tulisan sederhana.

Sikap Om Jay itu membawa saya kepada sebuah perenungan bahwa pejuang literasi itu tidak sekadar menyuruh orang membaca dan menulis. Mereka, para pejuang literasi, sekaligus menjadi teladan literasi. Pejuang literasi adalah pembaca sejati tanpa memilih bacaan. Pejuang literasi adalah orang hebat yang senantiasa memberikan motivasi dengan bersedia meluangkan waktu membaca tulisan orang lain. Pejuang literasi tidak memandang siapa penulis sebuah teks, bahkan tulisan yang dihasilkan penulis remeh seperti saya. Pak Dail Ma'ruf, dalam tatap maya pembukaan Pelatihan Belajar Menulis Gelombang ke-24 pernah bilang bahwa beliau sangat beruntung diberikan tanggung jawab sebagai kurator karena mendapatkan kesempatan membaca tulisan peserta dengan karakter yang bermacam-macam.

Ahad, 13 Februari 2022, surprize yang dikirim Om Jay tiba, Dua buku yang sangat bermanfaat. Buku pertama merupakan kisah inspiratif guru dari berbagai daerah yang terangkum dalam sebuah judul "Persembahan Cinta untuk Guru, Antologi, Pengabdian dan Jasa Guru". Buku ke dua tentang teknologi informasi, sebuah buku yang membahas tentang pengelolaan domain internet.

Satu hal yang hendak saya sampaikan bahwa, menjadi penulis yang masih belajar saja sudah mendapatkan kompensasi. Apalagi menjadi penulis professional. Hanya menulis beberapa paragraph saja sudah diberikan hadiah.

Terima Kasih Om Jay

Lombok Timur, 13 Februari 2021

Majalah Sekolah (pertemuan ke-12)


Dua hari saya dipaksa menguras energi untuk berjuang melawan rasa sakit di kepala. Rasanya bagai dipukuli godam bertubi-tubi tanpa jeda sejenakpun. Sejak malam pertemuan ke-11 BM saya sudah mulai merasakannya. Saya berasumsi saja bahwa hanya efek belum ngopi. 

Ternyata asumsi saya keliru. Pagi Kamis saya masih bisa masuk sekolah dengan sakit kepala ringan, tenggorokan gatal, dan batuk-batuk. Sekitar jam 09.00 tim vaksin dari PKM setempat datang untuk menyisir anak-anak yang belum divaksin. Termasuk vaksin booster, ke-3 untuk guru. Vaksinasi berjalan lancar karena anak-anak yang belum divaksin dan guru bersikap kooperatif.

Beberapa jam kemudian setelah vaksin sakit kepala saya makin kuat. Saya tidak ingin membuat asumsi keliru lagi bahwa ini disebabkan vaksin. Saya buang jauh-jauh pikiran itu karena sebelum divaksin saya sudah sakit. Saya berusaha melawan dan mencoba bertahan dari rasa sakit. Sampai jam pulang sekolah sakit kepala makin menguat. Saya pulang bersama dengan bubarnya sekolah. Dalam perjalanan ke rumah saya sempat mampir di toko obat membeli peredam sakit kepala. Setiba di rumah, saya minum obat, shalat, lalu tidur dengan harapan sakit kepala itu berlalu. Karena ngantuk yang sudah di luar batas toleransi, saya terlelap.

Saya terjaga sekitar pukul 15.00 karena sakit kepala bukannya turun malah makin menjadi. Rasa sakit itu terus menerus berlangsung sampai dua malam. Saat Pertemuan ke 12, Jum'at, 11 Pebruari 2022, Saya masih berjuang melawan sakit kepala yang tidak biasa itu.

Dalam kondisi paling tidak nyaman itu saya masih diberikan kekuatan menengok pelatihan BM ke-12. Pertemuan dengan materi "majalah sekolah" itu dimoderasi oleh Bu Maesaroh dan narasumber Ustazdah Widya Setyaningsih, S.Ag. Saya membaca informasnya sambil memicing-micingkan mata yang tidak kuat terbuka penuh akibat sakit kepala yang terus mendera.

Malam ini "perih" di kepala saya telah berlalu. Usai shalat isya' saya mencoba mengumpulkan kepingan pertemuan ke-12 yang terserak di WAG Belajar Menulis 24. Satu demi satu saya susun menjadi sebuah bangunan utuh walaupun masih perlu perbaikan. 

Inilah kepingan pertama yang dapat saya temukan.


Kepingan itu ternyata hanya judul. Saya menemukan kepingan lain yang memberikan penjelasan secara utuh tentang konsep majalah secara umum dan, secara khusus, majalah sekolah.

Narsum tidak sekadar bicara teori tetapi memberikan gambaran dengan wujud sebenarnya dari majalah sekolah. Bu Widya memiliki pengalaman luar biasa dalam membangun majalah di sekolahnya sendiri sehingga mencapai prestasi yang juga luar biasa. 

Untuk menyulut motivasi peserta narsum menceritakan kronologis Majalah Kharisma, sebuah majalah sekolah yang dipimpinnya. Majalah yang sempat jatuh bangun itu dimulai dengan penampilan sederhana, design ala kadarnya, dan artikel atau materinya belum variatif. Di bawah kepemimpinannya, majalah tersebut kemudian mengalami perombakan besar sehingga mengalami kemajuan besar pula,

Menurut narsum langkah awal pembuatan majalah sekolah adalah menyatukan ide. Hal ini penting untuk menyelaraskan persepsi dengan rekan-rekan yang memiliki spirit literasi. Dibutuhkan personil yang memiliki jiwa literasi sekaligus jiwa kerja sama yang tinggi untuk mengawali pendirian majalah.

Jika kesatuan ide dan spirit telah terbentuk, selanjutnya sekolah (tim perencana) menyusun proposal sebagai pijakan penting dalam memulai pembuatan majalah.

Langkah selanjutnya setelah proposal disetujui adalah menyusun redaksi majalah sekolah. Dalam susunan redaksi, diperlukan personil guru yang ikhlas dan bersedia belajar untuk menjadi crewnya. Tidak berbeda dengan susunan redaksi majalah secara umum. Karena jangkauan sasaran majalah yang terbatas, pengurus redaksi dapat dirampingkan sesuai kebutuhan. 

Langkah berikutnya adalah Membuat rancangan majalah yang mencakup nama majalah, isi berita, dan sumber biaya Apabila memiliki keterbatasan anggaran. sekolah dapat mengupayakan rekanan pendukung dari percetakan, sponsor, masyarakat, atau pihak-pihak terkait.

Ketika peserta tengah asyik mencerna tentang konsep dan struktur organisasi majalah sekolah, Narsum bertanya tentang manfaat majalah sekolah.

Pada tataran teknis, narsum mengingatkan tentang hal-hal penting dalam penerbitan majalah, antara lain, nama yang unik dan menarik, salam redaksi yang khas, berita sekolah, profil guru dan siswa, kegiatan dan karya siswa, prestasi sekolah, kuizz berhadiah, dan hal-hal lain yang berhubungan dengan sekolah.

Materi Majalah Sekolah





Ternyata majalah sekolah juga memiliki kesempatan untuk mendapatkan hak paten melalui pengajuan ISSBN dengan bantuan penerbit.

Setiap majalah memiliki konsumennya sendiri. Majalah sekolah sendiri tentunya memiliki pembaca yang terdiri dari siswa sebagai sasaran utama. Untuk itu, penting untuk menentukan gaya bahasa yang akan digunakan. Dalam hal ini, redaktur majalah harus memahami bahasa yang digunakan konsumen. Untuk pembaca anak-anak usia sekolah biasanya menggunakan gaya yang tidak terlalu formal, mudah dipahami, dan menimbulkan kesan dialogis yang hidup.

Soal lain berupa cover dan tata letak majalah tentu saja harus menarik. Tetapi menarik itu hal yang relatif. Dalam perkembangannya, majalah bisa mengalami perubahan perfomansi

Salam Literasi

Terima kasih


Sabtu, 12 Februari 2022



Kamis, 10 Februari 2022

Karya Fiksi dalam Pertemuan ke-11 BM PGRI 23-24


Malam ini kesadaran utama saya terbelah menjadi tiga bagian penting. Pertama, saya harus menyelesaikan tugas diklat Perencanaan Berbaisis Data dan Pemanfataan Sumber Daya Sekolah yang diselenggarakan oleh P4TK Kemdikbud Ristek secara daring. Ke dua, menyelesaikan laporan hasil rapat perubahan pengurus sebuah yayasan di kampung saya. Ke tiga, mengikuti irama musik yang dimainkan Narasumber dan Moderator Kegiatan Belajar menulis yang hari ini, tangga 09 Februari 2022 telah sampai pada titik ke-11.

Sejak pagi saya dirundung tugas-tugas tidak berat tetapi tugas-tugas itu berjubel membentuk antrean panjang. Saya melihat diri saya sebagai sebuah mesin yang termangu di gerbang area parkir yang menunggu kedatangan pengendara dan secara bergantian menyentuh mesin itu untuk mendapatkan tiket parkir.

Akan tetapi, saya menikmati situasi hari ini. Jika orang-orang memililiki kersempatan bertualang dari satu tempat ke tempat lain, Hari saya berkesempatan melakukan petualangan pikiran. Sejak pagi saya ditantang untuk meretas gagasan-gagasan baru bagaimana membuat analisis data kualitatif dan kuantitatif sebagai basis utama perencanaan program sekolah. Sore hingga malam, saya dihadapkan pada petualangan kesadaran untuk mendeskripiskan laporan kegiatan rapat perubahan pengurus yayasan. Malam ini saya harus menerima tantangan menuangkan ide dan pikiran dalam resume pertemuan ke-11 Belajar Menulis gelombang 23-24. Apa boleh buat. "Saya pantang mundur". Biarlah pembaca budiman menangkap kesan jumawa dengan statement dalam tanda kutip ini.

"Kiat menulis Fiksi" adalah tema pelatihan ke-11 malam ini. Moderatornya Bu Helwiyah. Narasumbernya Sudomo, S.Pt.  Namanya tidak saja membentang pada flyer pelatihan ke-11. Moderator juga memperkenalkan narsum di awal peremuan sebagaimana ritual ketika pelatihan dimulai. Melihat kualifikasi pendidikannya, seharusnya Pak Sudomo menjadi bos ternak atau paling tidak bekerja pada bidang peternakan.

Tidak ada tampilan riwayat hidup dan perjalanan karir narsum pada CV yang dibagikan moderator secara detail. Akan tetapi, jika saya boleh beropini, Pak Sudomo adalah satu dari banyak penulis yang "tersesat di jalan yang benar". Artinya, kalau melihat latar belakang pendidikannya, disiplin ilmunya tidak bersentuhan secara langsung dalam dunia tulis. Fakta tentang Pak Sudomo membenarkan pernyataan salah seorang narsum sebelumnya bahwa banyak penulis dengan latar belakang pendidikan dan lingkungan yang tidak bersinggungan dengan tulis-menulis. Pak Sudomo ternyata "terperosok" ke dalam dunia itu. Rupanya Pak Sudomo lebih tertarik pada pena tinimbang miara ayam atau kambing.


 
Mengapa guru perlu memiliki kemampuan menulis fiksi? Pertanyaan ini tentu saja memantik rasa ingin tahu peserta. Katanya, "Salah satu aspek yang dinilai dalam Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) adalah Literasi Teks Fiksi. Dengan belajar menulis fiksi, tentu seorang guru akan lebih mudah membuat soal latihan AKM bagi murid-muridnya."

Saya sepakat dengan argumen tersebut. Bagaimana guru bisa membangun kemampuan literasi pada diri siswa kalau guru tidak memiliki dasar literasi yang kuat.

Argumen lain yang sampaikan narsum tentang pentingnya menulis adalah bahwa menulis (fiksi khususnya) dapat dijadikan media untuk menutup luka. Kalau dikaitkan dengan teori karya sastra, karya fiksi biasanya bersumber dari keresahan penulis terhadap realitas kehidupan diri maupun kehidupan sosial sehari-hari. Saya sendiri bukan penulis mapan dan belum memiliki karya yang dapat diterbitkan. Akan tetapi, saya seringkali menuliskan postingan di beranda FB salah satunya ketika saya dirundung kegelisahan ketika berhadapan dengan hal-hal yang tidak memuaskan saya. https://bit.ly/3gx5EHJ

Pada saat yang sama, "cerita fiksi merupakan media pembelajaran alternatif yang menyenangkan bagi murid terutama menyangkut pengembangan karakter dan materi pengayaan." Alasan lainya, "menulis fiksi bisa menjadi tambahan poin dan koin, terutama jika dikumpulkan menjadi sebuah buku."

Hampir sama dengan karya tulis non fiksi. Pak Sudomo membeberkan persyaratan menulis karya fiksi. Aspek paling utama adalah komitmen dan niat kuat, diperlukan riset terkait menyangkut latar tempat. Latar tempat dalam pikiran saya mungin juga menyangkut kehidupan sosial dimana tokoh yang akan memainkan peran dalam karya. Pada akhirnya, banyak membaca menjadi pendukung utama ketika seseorang ingin menjadi penulis. Bahan bacaannya tentu saja tentang cerita fiksi karya penulis lain. 

Di samping itu penulis harus memiliki karakter tulisan. Hal ini terkait dengan gaya bahasa. Gaya bahasa itu menjadi penting karena bisa menjadi identitas tersirat seorang penulis. Misalnya saat membaca karya Ahmad Tohari dan Mukhtar Lubis, seseorang akan menemukan gaya bahasa yang berbeda pada dua penulis itu. Logikanya semakin banyak membaca, semakin banyak perbendaharan kata dan semakin baik penataan diksi dalam tulisan. Terakhir penulis harus memahami dasar-dasar karya fiksi.

Dua materi lainnya dalam pertemuan ke-11 menyangkut unsur-unsur pembangun cerita fiksi dan cara-cara menulis cerita fiksi.

Ritual terakhir dari pertemuan ke-10 adalah tanya jawab. Saya tidak kuat membaca dialog peserta dan nara sumber. Energi saya seharian sudah terkuras pada tiga hal sebagaimana saya sampaikan di awal resume. Saya hanya mampu bertahan menatap layar desktop sekitar 45 menit untuk menghasilkan resume ini. Bokong saya terlampau penat membebani kursi hidrolik tempat saya biasa menghabiskan waktu.

Selasa, 08 Februari 2022

Menulis itu mudahkah? (Pertemuan ke-10 BM PGRI)

 


Ketika flyer pertemuan ke-10 tadi sore dishare dalam WAG BM 24, Upin dan Ipin tengah minta dibelikan mobil remote oleh opah, Film animasi itu hampir pasti menjadi tontonan wajib anak saya yang baru duduk di kelas 5 sekolah dasar. Mau tidak mau, saya sesekali menikmati pula alur film negeri Paman Razak itu dengan argumen, tidak saja mengikuti dunia anak-anak tetapi banyak nilai sehari-hari yang dtunjukkan tokoh-tokohnya.

Terlepas dari tingkah polah tokoh-tokoh dalam film Upin dan Ipin, malam ini malam yang basah, Miliyaran rintik kecil sejak sore harus tunduk dalam kekuatan gravitasi. Rintik itu menukik lemah terbawa angin semilir sebelum menghempaskan diri ke permukaan rerumputan, tersangkut ranting, atau terserak pada  genangan menghampar. Sampai azan Maghrib berkumandang rintik itu masih bertahan dalam irama yang konstan.

Saat azan Maghrib berlalu kristal cair dari lengkung langit maghrib itu mulai membesar. Gemuruh suaranya menelan suara lain ketika menerpa multiroop penutup rangka atap masjid. Hujan maghrib  sekaligus menghalangi langkah ke masjid para pecinta shalat berjamaah. Akibatnya, hanya tiga kening yang sempat bersujud di atas hamparan karpet masjid pada maghrib malam ini. Cuaca tidak bersahabat itupun membuat semua anak-anak "ngaji" Qur'an tidak hadir.

Usai shalat maghrib saya tinggal di masjid. Dua orang lainnya pulang. Hujan terus menderas sampai Isya' menjelang. Saya mengambil microphone dan suara fals saya mulai melantunkan azan. Saya shalat sunah. Karena tidak ada orang yang datang saya lanjutkan shalat sendiri.

Pulang dari masjid saya langsung membuka komputer untuk mengikuti pertemuan ke-10 Belajar Menulis gelombang 24 PGRI,  Senin, 07 Februari 2022. "Menulis itu Mudah" adalah kalimat yang terbaca, setelah membaca nama sosok Narasumber dan Moderator Pelatihan. WAG sudah dikunci Bu Raliyanti saat sang Moderator mulai menyampaikan membuka pelatihan. Dengan mengutip tema tulisan "Menulis itu Mudah" moderator berusaha "menghasut" peserta untuk menanamkan keyakinan bahwa menulis itu bukan hal yang sulit.

Setelah merasa cukup dengan aksi "agitasi"-nya, Moderator lalu memperkenalkan narasumber dalam pertemuan ini. Ketika moderator seakan dengan lantang menyebutkan nama "Prof. Dr. Ngainun Naim", saya seakan mendengar riuh tepuk tangan peserta memberikan aplous untuk narasumber. Tepuk tangan makin gegap gempita ketika moderator memampang curiculum vitae narsum.

Selanjutnya, untuk menjawab ketidaksabaran peserta moderator mengajak peserta untuk memasuki sesi utama, mendengarkan presentasi narasumber.

Narsum membuka materi dengan menyampaikan kebanggaannya terhadap profesi guru. Prof. Ngainun merasakan aliran energi yang luar biasa ketika bersama dalam komunitas guru. Sebagaimana moderator, narsum juga mengawali materinya dengan menggugah kesadaran peserta bahwa MENULIS ITU MUDAH.


Setelah merasa yakin peserta sudah memiliki perubahan cara berfikir bahwa menulis itu bukan hal yang sulit, narsum mengajak peserta mengisi waktu luang untuk berlatih menulis secara konsisten. Banyak orang memiliki latar belakang yang tidak bersentuhan dengan tulis menulis ternyata berhasil menjadi penulis profesional karena memiliki komitmen dan berusaha mendisiplinkan diri dalam menulis.

Untuk menjadi penulis profesional, narsum meyakinkan bahwa capaian itu tidak bisa peroleh secara instan. Seseorang harus melalui proses yang panjang dan membutuhkan keseriusan. Pada saat yang sama, menulis juga memerlukan referensi. Oleh karena itu, seorang penulis juga harus banyak membaca. Lebih dari itu membaca bukan sekadar membaca tetapi harus ada pemahaman terhadap bacaan.

Faktor lain yang perlu diperhatikan penulis adalah kemampuan mengelola waktu. Kesibukan hanyalah alasan klasik untuk menghibur diri ketika seseroang tidak dapat melakukan aktivitas menulis. Pesan narsum, "jangan MENUNGGU WAKTU LUANG tapi mari LUANGKAN WAKTU"

Ketika sudah berhasil mengelola waktu, narsum menyarankan agar peserta "rajin mengamati, mencatat, dan mengolah apa yang sudah dicatat menjadi tulisan." Seorang penulis selalu berupaya mengamati setiap peristiwa, pengalaman, dan hal-hal menarik sehari-hari. Hasil pengamatan tersebut kemudian dijadikan catatan lalu dituangkan menjadi sebuah tulisan utuh.

Prof. Ngainun Naim memberikan  contoh tulisan berupa pengalaman perjalanan yang dituangkan dalam link spirit literasi dan .spirit-literasi1. Prof juga memberikan kesempatan kepada peserta untuk berkunjung ke blog pribadinya pada link ngainun-naim.

Saat membaca tulisan penulis profesional pada link di atas, saya melihat susunan kata demi kata tertata dengan apik, kalimat mengalir tenang dan runtut, dan kontinuitas antar paragraf sangat konsisten. Untuk mencapai kampuan seperti itu tentu butuh perjuangan yang panjang dan kesungguhan.

Prof. Ngainun Naim mengakhiri "ceramahnya" dan memberikan kesempatan kepada peserta untuk bertanya tentang tulis-menulis. Pertanyaannya beragam antara lain, ketidakpercayaan diri untuk menulis dan enggan menyebarkannya kepada orang lain, cara mewujudkan konsep menulis sebagai hal yang mudah, cara mengatur waktu untuk menulis di sela-sela kesibukan, dan sebagainya. Pertanyaan lainnya tentang cara mempengaruhi orang lain atau teman sejawat untuk menulis. Ada pula yang masih gagap dalam mengatasi kebuntuan pena saat sedang menulis.

Belasan pertenyaan itu pada dasarnya sudah terjawab pada pertemuan-pertemuan sebelumnya oleh. Hampir pasti pertanyaan itu muncul dalam setiap pertemuan. Saya memilih diam dan menuntaskan resume.

Terima kasih.

Senin, 07 Februari 2022

Minggu, 06 Februari 2022

Denda Seruni Bersemayam di Bukit Kayangan

Bukit Kayangan Desa Labuhan Lombok

Pagi yang basah, 05/02/2022, saya harus menempuh perjalanan cukup jauh untuk ukuran berkendara di pulau Lombok. Perjalanan itu dalam rangka menghadiri rapat Forum Kepala Sekolah Penggerak SD Kab. Lombok Timur, di SDN 1 Labuhan Lombok. Lokasi rapat dari rumah saya sekitar 45-50 km. Sebuah jarak tempuh yang cukup jauh untuk ukuran pulau sekecil Lombok. Jika terus berkendara ke pelabuhan Labuhan Lombok yang menghubungkan pulau Lombok dan Sumbawa, dua pula di Provinsi Nusa Tenggara Barat, hanya dibutuhkan waktu 5-10 menit.

Sebelumnya salah seorang rekan saya , H. Muhamad, yang tergabung dalam Forum Sekolah penggerak menghubungi saya dan menawarkan tumpangan mobil yang jauh lebih nyaman. Dalam mobil itu juga ikut menumpang Ketua Forum Sekolah Penggerak, H. Zulkarnaen. Tanpa meminta pertimbangan siapapun saya memilih ikut tawaran itu dengan catatan kami bertemu di rumah H. Zulkarnaen. Tidak saja jarak tempuh yang cukup jauh tetapi juga cuaca pagi kurang bersahabat untuk sebuah perjalanan.

Sekitar pukul 06.30 saya sudah nangkring di atas kuda besi tua, Honda Astrea Grand, keluaran 1993. Setengah jam berkendara saya tiba di rumah H. Zulkarnaen. Setengah jam itu sudah termasuk mengisi bahan bakar pada sebuah SPBU mini, makan nasi goreng pada sebuah kedai, dan beli rokok plus air mineral di sebuah mini market.

Sekitar pukul 07.00 kami berangkat. Perjalanan membutuhkan waktu sekitar 40-45 menit. Saya meilhat jarum jam di tangan saya sudah menunjukkan pukul 07.45. Artinya, kalau mengikuti undangan lima belas menit lagi harus sudah dimulai. Rupanya kami merupakan "gerombolan" terdepan yang tiba di lokasi. Beberapa menit berlalu, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Lombok Timur juga datang. Beliau memasuki ruang rapat dan ngobrol bersama kami sejenak sambil menunggu kehadiran undangan lain.

Rapat agak tertunda karena sebagian besar undangan belum hadir sampai pukul 08.15. Acara baru dimulai sekitar 30 menit lebih lambat dari waktu yang telah ditentukan. Rapat kali ini membahas beberapa agenda sekolah penggerak dan review sejumlah kegiatan tahun 2021. Pembahasan yang diwarnai diskusi yang cukup alot membuat durasi rapat cukup panjang dan melelahkan. Rapat baru berakhir sekitar pukul 04.00

Usai rapat semua peserta langsung pulang. Pak H. Muhamad mengajak saya dan H. Zulkarnaen bersama dua rekan lain dalam mobil yang berbeda melihat-lihat lokasi wisata di sekitar Labuhan Lombok. Seorang rekan ibu guru yang tinggal di Labuhan Lombok bersedia menjadi pemandu. Lokasi pertama kami di bawa ke "Denda Seruni", sebuah lokasi wisata berupa danau, yang terletak di Desa Seruni Mumbul, Kecamatan Pringgabaya, Lombok Timur. Di lokasi kami hanya berniat foto-foto belaka. Namun, rekan pemandu mengajak masuk sekedar melihat-lihat saja.

Saat memasuki gerbang, saya melihat ada danau dengan genangan sempit selebar kira-kira 75-100 m. Berdiri di pintu masuk saya melihat trotoar selebar kurang lebih 2.5 m terhubung dengan pinggir danau. Trotoar itu kemudian terhubung dengan jembatan yang dibangun di atas danau.


Saya dan rekan-rekan penasaran dan terus masuk ke dalam area. Jembatan di atas danau itu tidak seperti yang saya pikirkan. Ternyata fasilitas penghubung itu membentang di atas danau. Bentuknya meliuk-liuk bagai jalan yang melintas di daerah perbukitan.

Danau Seruni


Danau Seruni

Kami terus berjalan lebih dalam. Beberapa bangunan mulai tampak. Di atas danau dilengkapi dengan sejumlah sarana tempat duduk santai. Di sisi lain permukaan danau terlihat ada sebuah bangunan semacam balai pertemuan. Bangunan lainnya terlihat seperti sebuah kedai tempat pengunjung dapat memesan kopi atau minuman ringan. 

Danau Seruni

Saat jauh melangkah ke dalam lagi, terlihat sebuah menancap ke bumi dan menjulang menjulang tinggi ke udara. Bangunan itu rupanya miniatur menara Eifel.

Hal yang unik dari keseluruhan bangunan itu adalah bahannya yang tersusun dari bambu dan kayu dengan atap ilalang. Kecuali dua bangunan utama dan beratap multiroof. Setiap bangunan dihubungkan dengan jembatan kecuali menara. Untuk menginjakkkan kaki di area menara itu pengelola menyediakan perahu. Untuk masuk ke area ini, Tuan dan Nyonya hanya perlu merogoh kocek sebesar Rp 3.000



Sekitar 30 menit kami berkeliling di area itu lalu kami melanjutkan jalan-jalan ke destinasi lain. Pemandu membawa kami ke sebuah obyek wisata perbukitan. Namanya Bukit Kayangan. Bukit itu berada di pinggir pantai yang tidak jauh dari pelabuhan laut Labuhan Haji yang menghubungkan Lombok - Sumbawa.


Menurut pemandu, daerah wisata itu baru dibuka sehingga jalan ke lokasi belum begitu bersahabat. Pengunjung harus melintasi jalan tanah.


Area wisata ini berada di sebuah punggung bukit sebelah timur. Pemandangannya cukup membuat takjum. Sayang kamera saya tidak terlalu berkualitas untuk menghasilkan gambar terbaik. Atau mungkin juru kamera belum memiliki kemampuan mengambil sudut pandang yang tepat dalam jeprat jepret

Berdiri di punggung bukit itu, saya membayangkan pandangan pagi dibubuhi sunrise keemasan menghias kaki langit ufuk timur. Beberapa bangunan terlihat di tempat ini. 

Beberapa sarana pendukung membuat betah pengunjung yang datang di tempat ini. saat masuk ke area ada semacam koridor yang dibangun dengan pembatas kayu di kiri kanannya. Atapnya juga kayu yang dirancang mirip penutup rumah gadang.

Beberapa sarana tempat duduk dibangun agar pengunjung dapat rileks menikmati keindahan hamparan laut. Di pintu masuk tertulis bahwa pengujung tidak boleh bawa makanan ke dalam area. Mungkin tujuannya baik untuk menghindari sampah sisa makanan di dalam lokasi wisata.

Menurut Ibu Guru pemandu, dua obyek wisata itu dibangun oleh pemerintah desa. Ini sebuah langkah bagus untuk meningkatkan pendapatan desa melalui wisata alam. Kedua obyek wisata itu sekarang dikelola oleh pemerintah desa. Rupanya pengelolaannya belum mampu dilaksanakan secara maksimal sehingga penataannya juga perlu mendapatkan perhatian serius. O, ya. Jika Tuan dan Nyonya masuk ke dalamnya, pastikan hanya membawa uang parkir. Jadi jika tidak bawa kendaraan, uang Tuan dan Nyonya simpan saja.

Labuhan Lombok, 05 Februari 2022.

Jumat, 04 Februari 2022

Komitmen Menulis di Blog (Pertemuan ke-9 BM Gelombang 23 & 24 PGRI)

 


Lagi-lagi saya terlambat mengikuti Pelatihan kali ini. Kalau pelatihan BM dilakukan di ruang nyata, seisi ruangan akan menoleh melihat ketidakdisplinan kehadiran saya, selalu datang terlambat. Untung di ruang maya.

Ketika saya membuka WAG saya mendapati jejak moderator saat membuka pertemuan ke-9 ini. Andai jejak itu bekas pijakan kaki, saya sudah jauh tertinggal. Jika peserta pertemuan sebuah rombongan dalam satu perjalanan, saya adalah peserta yang ketinggalan kereta. Untungnya jejak roda kereta itu meninggalkan sesuatu yang dapat dibaca oleh peserta yang terlambat.

Pertemuan malam ini dimentori oleh Drs. Dedi Dwitagama, M.Si. Moderator, Rosminiyati, mengabarkan kepada peserta tentang CV narsum melalui https://trainerkita.wordpress.com/about/. Makin hari semangat belajar menulis peserta makin tersulut. Hal ini salah satunya dipicu oleh kompetensi narsum yang rata-rata luar biasa. Kali ini peserta belajar kepada sosok yang lengkap "Pendidik, Trainer, Nara Sumber dan Motivator bidang Pendidikan, Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba, HIV/AIDS, Kepemimpinan, Berbicara dimuka Umum, Teknologi Informasi, Menulis Kreatif/Creative Writing, Pendidikan Karakter dan Komunikasi/TIK."

Beliau tidak saja wara wiri di dalam negeri tetapi sudah menembus batas negara dalam melaksanakan tugasnya di bidang pendidikan. Saya beruntung dapat bergabung dalam kegiatan ini. Tidak saja memberikan kesempatan kepada saya untuk belajar menulis tetapi juga menjadi ruang dimana saya mendapati ide, gagasan, dan pengalaman dari narsum dan sesama peserta.

Pertemuan kali ini juga memberi nuansa yang berbeda. Narsum tidak menjejali peserta dengan teori atau materi. Narsum terlebih dahulu memberikan kesempatan peserta mengajukan pertanyaan. Artinya, narsum merasa harus memahami keinginan peserta tentang materi. Ini hal bagus karena materi akan sesuai dengan kebutuhan peserta.

Mengapa menulis di blog dan apa manfaatnya? Inilah pertanyaan pertama dari peserta. Pak Dedi menjelaskan bahwa blog itu semacam catatan harian ketika di masa lalu kerapkali dituliskan seseorang dalam buku harian. Hanya saja catatan dalam buku harian itu tidak dapat dinikmati orang lain. Berbeda ketika seseorang menuliskan ide, gagasan, dan pengalaman sehari-harinya dalam blog, banyak orang akan memiliki kesempatan membacanya. Setiap orang dapat mengaksesnya tanpa batas ruang dan waktu. Blog, menurut narsum, telah membawanya menembus batas negara.

Blog yang berkualitas, menurut Pak Dedi, harus "diupdate scara rutin, isinya bermanfaat buat org banyak, banyak pengunjungnya." Artinya, konten yang ada dalam blog harus mengikuti perkembangan infromasi dari waktu ke waktu. Penjelasan ini terkait dengan pertanyaan peserta tentang konten blog.

Pertanyaan lainnya menyangkut menu atau tool dan teknik mengelola penampilan blog. Pak Dedi menjawabnya dengan suara. Beliau menyarankan peserta melakukan googling dan mengeksplore sendiri teknik pengelolaan dengan teknik try and error.

Untuk sampai pada posisi puncak saat ini sebagai narsum ke berbagai penjuru tanah air, Pak Dedi mengaku bahwa tidak pernah terlintas dalam pikirannya untuk sampai pada pencapaian saat ini. Semua bermula dari aktivitasnya dalam sebuah LSM pada tahun 90-an yang bergerak di bidang konseling untuk masyarakat yang gerakannya mirip dengan sebuah organisasi di Inggris. Perbedaannya, organisasi di Inggris itu bertujuan membantu pencegahan bunuh diri yang sedang marak sedangkan di Indonesia berorientasi ke arah pencegahan penggunaan narkoba di Asia Pasifik. 

Saat itu, Pak Dedi, berkesempatan mengikuti training pencegahan narkoba selama satu setengah bulan di Jepang. Kembali dari negeri Sakura, Pak Dedi kemudian banyak diundang banyak aktivis menjadi pembicara ke berbagai daerah di Indonesia dalam rangka pencegahan narkoba.

Butuh waktu lama untuk mencerna proses perjalanan Pak Dedi yang disampaikan dengan pesan suara. Saya merekamnya dengan tool "voice typing" dalam google docs. Hasilnya seperti screenshot berikut ini.

Pertanyaan lainnya menyangkut bagaimana menjaga komitmen menulis di blog. Pak Dedi, menganalogikan komitmen itu dengan aktivitas sederhana sehari-hari. Seseorang yang ingin menjaga kebersihan rumah atau mobil harus selalu berusaha membersihkannya. Persoalannya mau mencuci sendiri atau membawa ke pusat pencucian kendaraan. Pengelolaan tulisan dalam blog juga sama dengan memandikan mobil tadi--menulis sendiri atau meminta orang lain untuk menulis. Seorang guru bisa saja memanfaat tulisan siswa untuk mengisi blog.

Sesuai dengan pertanyaan peserta agar blog memiliki banyak pengunjung, Pak Dedi mengingatkan bahwa pada dasarnya dunia blogger harus mampu menyajikan informasi yang dicari banyak orang. Di samping itu, blogger harus ramah dan rajin berkunjung ke lapak blogger lain. Secara tersirat, Pak Dedi menyampaikan bahwa, dunia blogger pada dasarnya sama dengan kehidupan sosial sehari-hari. Diperlukan kemampuan etika bersosialisasi jika ingin disukai banyak orang. Dalam dunia blogger juga demikian, jika sering meninggalkan jejak pada banyak blog, maka blognya juga akan banyak pengunjung.

Pertanyaan-pertanyaan lain muncul. Secara keseluruhan pertanyaan itu mencakup cara mengelola blog, cara memelihara komitmen dan konsistensi dalam menulis, dan hal-hal lain yang sifatnya teknis.

Jum'at, 04 februari 2022

Gegara Nguping Om Jay

Kemarin sore saya ikut acara Ngupingnya Om Jay dengan judul Filsafat Ki Hajar Dewantara. Narsumnya seorang ahli Filsafat, Dr. Fahruddin Faiz, S.Ag. M. Ag. Tidak saja acaranya terlambat saya ikuti tetapi juga sudah di ambang maghrib untuk Waktu Indonesia Tengah. Jadi, saya tidak dapat mengikuti acara nguping itu secara langsung. Saya tetap berbesar hati karena ada tayangan yang terhubung dengan chanel youtube.

Saya suka materinya karena menyangkut filsafat. Saya pernah suka membaca buku filsafat. Walaupun demikian, pemahaman filsafat saya hanya seujung kuku. Tidak pernah bertambah. Mungkin karena saya terbawa anggapan kebanyakan orang yang mempersepsikan filsafat itu sebagai cara berfikir rumit.

Siang ini saya membuka link youtube yang disebarkan Om Jay ketika memberikan tantangan menulis tentang acara tersebut. Melalui tayangan ini saya dapat melihat wajah langsung Mr. Bam atau Bambang Purwanto yang sering wara wiri membagikan link tulisannya di WAG.

Ternyata saya tidak saja mendapat pencerahan pikiran dari Pak Dr. Faiz. Lebih dari itu saya memperoleh informasi tentang my.id. Rasa penasaran saya menjulang ketika mendapatkan penjelasan Pak Dedi, pemimpin satuguru.id.


Salah satu kelemahan saya tetapi juga kekuatan saya adalah rendahnya ketidaksabaran. Hampir secara spontan saya mencari infromasi tentang domain my.id. https://inwepo.co/cara-mendapatkan-hosting-domain-my-id/. Dalam penjelasannya pemohon diminta menyiapkan KTP dan nomor HP aktif.

Ketidaksabaran itu membuat saya nekat dan mengetik www.my.id. Loading yang cukup lama membawa saya ke halaman berikut. Saya ketik nama domain. Awalnya hanya "yamin" tetapi tidak tersedia lalu saya tambahkan menjadi "yamin1971". Sistem menginformasikan bahwa nama itu tersedia. Saya klik start free


Demikian seterusnya. Rupanya sistem telah diatur sedemikian rupa yang dilengkapi dengan petunjuk sebagaimana penggunaan aplikasi pada umumnya agar pemohon berhasil membuat akun dan mendapatkan domainnya.

Sampai pada titik ini, saya masih dirundung cara mengelola domain tersebut. Saya perlu lebih banyak belajar. Dalam hal ini saya harus nekat. 
 

Kamis, 03 Februari 2022

Mewaspdai Writer's Block (Pertemuan ke-8 BM Gelombang 23 dan 24 PGRI)

 


Saya tidak tahu harus mengawali tulisan resume dari sudut yang mana pada pertemuan ke-8 Pelatihan Belajar Menulis PGRI Gelombang 23 dan 24, Rabu 02 Februari 2022. Saya terlambat hampir satu jam dari jadwal yang telah ditentukan pelaksana kegiatan. Setelah Maghrib saya tidak dapat meninggalkan masjid karena harus mendampingi anak-anak belajar ngaji di Masjid seberang jalan.

Saya baru membuka WAG BM 24 ketika senja telah menua dan mendapatkan informasi tentang jadwal pertemuan ke-8 Pelatihan Belajar Menulis. Saya melihat ada duo Widya yang akan membersamai peserta untuk berbagi dan mengeksplorasi pengetahuan dan keterampilan menulis peserta. Ditta Widya Utami, S.Pd., Gr., dengan peran sebagai narasumber dan Widya Setiyaningsih yang bertugas memoderasi tahapan kegiatan. Tema pelatihan pada kesempatan ini "Mengatasi Writer's Block". Saya belum sempat melakukan searching untuk menemukan makna frase ini.

Selepas mengimami shalat Isya bersama bocah-bocah ngaji, seperti biasa saya memandu anak-anak memanjatkan do'a, melanjutkan simpuh kepada Allah swt agar dilimpahkan anugerah-Nya di dunia dan akhirat. Sebuah harapan paling mendasar setiap Muslim pada umumnya.

Saya menggontai langkah menuju rumah agar segera dapat bergabung dengan peserta lain dalam pelatihan BM. Saya menunda makan malam karena jadwal pelatihan sudah berlalu hampir satu jam. Saya langsung ke ruang kerja. Sebuah ruang yang cukup berantakan dimana saya secara nsicaya memiliki kekuatan penuh menerima gangguan bocah bungsu saya yang baru memasuki empat kala revolusi bumi. Bocah empat tahunan itu acapkali membuat konsentrasi saya terpecah ketika dia sudah mulai memanjati kursi hidrolik lalu meminta dicarikan video youtube "Hedi dan Diana", "Sponge Boob", atau film pendek lain yang menarik perhatiannya.

Saat membuka komputer dan mengaktifkan Whatsapp web, saya melihat notifikasi WAG BM 24 sudah mencapai angka lebih dari 150-an. Dengan serta merta saya langsung meng-klik WAG Belajar Menulis 24. Pemberitahuan pertama yang muncul ternyata kalimat pembuka oleh Moderator Widya Setyaningsih.
Sumber gambar :http://bitly.ws/ogxB

Kalimat pembuka Moderator juga digenapkan dengan narasi yang menjelaskan fenomena yang biasa dialami penulis pemula. Fenomena itu berupa kebuntuan pikiran dan kehilangan ide ketika duduk di depan laptop dan mulai menulis. Ternyata fenomena mental itu merupakan wujud dari Writer's Block atau WB.

Setelah menyampaikan susunan acara, Moderator lalu menunjukkan profil Narsum, Ditta Widya Utami, S.Pd., Gr. Berdasarkan CV yang ditunjukkan, Narsum sehari-hari bekerja sebagai seorang guru, tepatnya di SMPN 1 Cipeundeuy, Subang, Jawa Barat. Perempuan muda kelahiran Subang, 23 Mei 1990, itu bukan guru biasa dengan perjalanan karier yang datar. Ditta Widya Utami memiliki prestasi dan karya yang gemilang. Tuan dan Nyonya dapat mengakses informasinya melalui https://dittawidyautami.blogspot.com/p/profil.html

Tahapan yang ditunggu-tunggu peserta akhirnya tiba ketika moderator memberikan kesempatan kepada Narsum untuk mulai memainkan perannya. Mengawali aksinya, Narsum memberikan tantangan kepada peserta untuk menulis sebgagai aksi nyata proses belajar. Peserta diberikan kebebasan menulis berdasarkan tulisan Narsum dengan judul "Saat Kita Berbuat Salah" yang tertuang dalam link https://dittawidyautami.blogspot.com/2022/01/saat-kita-berbuat-salah.html?m=1

Mendapat tantangan Narsum, peserta menjawabnya dengan aksi. Sejumlah jawaban atas tantangan itu terus mengalir dari peserta. Saya adalah salah satu dari peserta yang tidak menjawab tantangan itu. Saya hanya menulis resume sekenanya. 

Setelah memberikan tantangan, Narsum melanjutkan penjelasan dengan memperdalam pemahaman peserta tentang fenomena WB atau Writer's Block. Duduk di depan desktop saya berkelana dalam imaginasi. Saya seolah melihat Narsum tengah menuliskan pesngertian WB di papan tulis dalam sebuah ruang kelas nyata.
Sumber WAG BM 24

Sindrome tersebut ternyata saya alami pada pertemuan ke-8 ini. Pikiran saya kosong melompong. Saya menatap sekujur ruangan. Saya mencari ide pada dinding, pada tirai jendela, dan pada lampu elektrik yang mengantung pada langit ruangan. Mata saya terhenti pada seekor nyamuk yang terbang menjemput ajalnya di ujung gerakan refleks lidah seekor cecak yang baru saja usai melampiaskan birahi dengan pasangannya. Peristiwa itu memberikan pesan bahwa ternyata ide untuk menulis bisa menemui ajalnya saat seseorang terus berada dalam kelengahan.

Rupanya WB tidak saja dialami oleh penulis pemula tetapi bahkan juga menjangkiti penulis berpengalaman, penulis muda maupun penulis senior. WB juga tetiba datang tidak mengenal ruang dan waktu. Bisa muncul kapan saja dan di mana saja. Writer's block juga bukan tentang kompetensi tetapi lebih disebabkan oleh kondisi prikologis seseorang pada saat tertentu, 

Narsum menyebutkan,"Sulit fokus, tidak ada inspirasi menulis, menulis lebih lambat dari biasanya, atau merasa stres dan frustasi untuk menulis merupakan sebagian dari tanda-tanda kita terserang WB."

Penyebab Writer's Block antara lain: 
Sumber WAG BM 24

Selanjutnya Narsum memberikan penjelasan cara mengatasi WB. Istirahat sejenak, melakukan hal-hal yang menyenagkan, atau pendeknya merefresh pikiran merupakan jalan keluar yang dapat dilakukan. Bisa jadi ide muncul ketika suasana psikologis sudah membaik.

Saya tidak mungkin membuat resume tentang penjelasan Narsum secara detail. Selanjutnya, saya memilih membaca dialog Narsum dengan peserta. Dialog itupun tidak bisa saya ringkas secara detail. Secara umum pertanyaan peserta tetap dalam topik Writer's Block. Akan tetapi, jika saya boleh membuat kerucut, pertanyaan peserta mencakup tentang cara mengatasi hal-hal yang berhubungan dengan proses menulis. Permasalahan itu bermasam-macam, mulai dari kebuntuan ide yang datang mendadak, kecenderungan pada kesempurnaan tulisan, sampai kendala yang muncul ketika peserta mengalami hal-hal mendadak saat tengah asyik menulis.

Saya lagi-lagi tidak bertanya. Saya terus mengetik apa yang muncul dalam pikiran saya. Saya mengabaikan semua dialog, menafikan serangan nyamuk nakal, dan menganulir hawa panas ruangan tanpa kipas atau peredam panas lainnya. Saya terus melakukannya sampai paragraf terakhir ini.

Rabu, 02 Februari 2022

Rabu, 02 Februari 2022

Antara Saya, Dan, dan Lengkung Bubungan


Waktu sekolah telah usai. Anak-anak sudah pulang ke rumah masing-masing. Pun para guru dan pegawai. Saya sendiri masih di sekolah, terpasung sebuah rasa dalam kesenyapan siang. Rasa itu adalah betah. Saya terbiasa bersunyi sendiri di ruang seluas 7x3 meter itu. Ya... sendiri dalam kesenyapan. Kadang menuntaskan sesuatu yang belum selesai atau rebahan di atas sofa butut milik sekolah sambil colak-colek screen smartphone yang kebal dari rasa geli.

Kali ini saya bersama penjaga sekolah, Dan, yang baru menjalankan tugasnya dalam 1 (satu) bulan terakhir. 

Sebuah kipas angin kecil di plafond ruangan melakukan kerja rotasi pada titik maksimal. Benda itu akan terus bekerja sampai ada tangan yang bersedia menghentikannya.

Dua hari yang lalu saya meminta Dan memanjat plafond salah satu ruang kelas untuk memeriksa bentangan bubungan yang sudah tampak melengkung. Saya menduga kayu bentangannya mulai rapuh, serapuh jiwa Napoleon di hadapan Desiree Clari, Josephine, Maria Louise, atau Marie Walewska.

"Dan...!" Saya menyapanya Dan. Nama lengkapnya Wildan.

"Iya?" tanggapan laki-laki yang sudah menikah dua kali itu singkat bernada tanya. 

Rupanya dia tahu saya ingin menyampaikan sesuatu.

"Bagaimana kondisi bubungan yang melengkung itu?" saya bertanya.

"Kayunya tidak rapuh hanya ada patahan. Karena tidak kuat menahan beban akhirnya melengkung," katanya sambil menikmati signal WiFi sekolah yang tengah diaksesnya.

"Saya khawatir kalau dibiarkan bisa membahayakan anak-anak yang sedang belajar," saya mengemukakan rasa was-was, "kalau dibiarkan ada kemungkinan ambruk?"

"Ya, jelas. Apalagi ini musim hujan. Bebannya bisa bertambah kalau terus-menerus diguyur air," katanya tanpa melepaskan tatapan dari layar gawai miliknya.

"Terus?"

Diam. Entah tidak mendengarkan pertanyaan saya atau pikirannya telah mengabaikan semua hal yang ada di ruangan karena tumpah pada goyang artis dalam film Bollywood yang ditontonnya via yutup. Sayup terdengar tabuh irama musik India dan suara khas Negeri Tajmahal itu dari headset yang mungkin disetingnya pada titik maksimal

Saya menatap dinding ruangan sambil memasang telinga untuk mendengar jawabannya. Tatapan saya tertumpu pada seekor serangga kecil yang terbang menjemput kematiannya dalam sergapan lidah seekor cecak. Binatang yang kakinya dilengkapi perekat itu baru saja usai melampiaskan birahi bersama pasangannya.

"Terus?" nada pertanyaan saya sedikit meninggi karena tidak ada jawaban.

"Terus bagaimana?" kali ini dia merespon tetapi belum memahami pertanyaan saya.

"Terus! Cara mengatasinya bagaimana?"

"Ya...! Diberikan topangan," matanya masih tidak berpaling dari irama lagu Bollywood pada smartphonnya.

"Topangannya pakai apa?"

"Bambu."

"Kuat?"

"Kuat sementara."

"Kok sementara?"

"Sementara direhab total."

"Sementara itu lama Dan."

Dan hanya diam. Saya diam. Kipas angin ukuran kecil yang terpancang di plafond terus berputar kencang, sekencang harapan saya memperbaiki lengkung bubungan atap ruang kelas itu. Namun hembus angin yang dihasilkan benda elektrik itu tidak membuat perubahan gerak angin di tempat kami sedang duduk. 

Kipas angin itu adalah kami. Kelompok kelas pekerja yang tidak memiliki energi dan kekuatan untuk mengubah sesuatu yang ada di luar jangkauan kami.

Selasa, 01 Februari 2022

Pertemuan ke-7 (Menulis Buku Mayor dalam Dua Minggu)


Pertemuan ke-7 Belajar Menulis Gelombang Longitudinal (eh.. mangsut saya Gelombang 23-24), saya bertemu lagi dengan Bu Aam Nurhasanah, mentor pertemuan ke-5 Belajar Menulis gelombang 23-24 PGRI yang jadwal pelaksanaannya Rabu, 22 Januari 2022 yang lalu. Narasumber pada kesempatan ini melibatkan sosok yang sudah malang melintang dalam dunia tulis menulis. Beliau adalah Prof. Dr. Ir. Richardus Eko Indrajit, M.Sc., MBA., MA.,M.Phil.,M.Si.

Umur Eko Indrajit ternyata lebih dewasa dua tahun dari saya. Beliau seorang tokoh pendidikan dan pakar teknologi informatika asal Indonesia yang kini menjabat Rektor Universitas Pradita. Lebih dari itu Eko Indrajit merupakan sosok penggerak riset informatika dan teknologi digital, dan narasumber yang aktif di berbagai seminar, lokakarya, dan penulis buku serta jurnal yang telah dipublikasikan di dalam maupun luar negeri. https://id.m.wikipedia.org/wiki/Richardus_Eko_Indrajit

Dalam imaginasi saya sosok Eko Indrajit memiliki darah India. Imaginasi berkembang karena saya sering mendengar tokoh dengan nama itu muncul dalam film-film Bollywood yang pernah saya tonton. 

Nama Indrajit atau biasa dikenal dengan nama Megananda juga merupakan seorang tokoh pewayangan kategori antagonis dalam cerita Ramayana. Ia adalah seorang putra sulung dari Rahwana dan Ibu Mandodari yang mendapatkan gelar sebagai putra mahkota Kerajaan Alengka. Indrajit memiliki kekuatan yang sakti mandraguna sebagai seorang ksatria. Ketika ia bertarung melawan pasukan Wanara, ia melepaskan senjata Nagapasa. https://jagad.id/wayang-indrajit/

Jika dikaitkan dengan sosok Indrajit yang mendampingi pertemuan ke-7 Belajar Menulis 23-24 ternyata saya dan peserta lain bertemu dengan Indrajit masa kini yang memiliki tingkat "kesaktian" yang sama. Indrajit dalam kisah Rahwana boleh memiliki kemampuan menggunakan pedang untuk menaklukkan lawan tetapi Indrajit, Narsum kali ini, memiliki kemampuan memainkan "pena" untuk menaklukkan kebodohan, rendah diri, dan kemalasan.

Beliau berkisah di awal pertemuan bahwa beliau mulai aktivitas menulis sejak 1999, pasca lengsernya pemerintahan Orba. Kala itu harga buku impor mahal dan banyak mahasiswa tidak mampu membelinya. Saat itu teknologi digital masih dalam rahim sang waktu. Teknologi informasi belum mencapai perkembangan seperti saat ini. Pilihan paling tepat bagi beliau  perpustakaan. Sesuai dengan dispilin ilmunya, beliau membuat ringkasan tentang IT dari buku-buku berbahasa Inggris. Dalam perkembangannya, beliau tanpa terasa menghasilkan 50 artikel. Semua artikel itu terhimpun dalam satu buku. Ternyata buku yang dihasilkan menjadi incaran banyak orang. Permintaan meloncat di luar dugaan sehingga dalam satu tahun diproduksi sampai 3 kali.

Apa yang dilakukan beliau ternyata membawa berkah lain. Ada banyak tawaran dan undangan untuk menjadi pembicara pada berbagai seminar di sejumlah kota. Keliling Indonesia yang menjadi cita-citanya sejak kecil tercapai. Perjalanan keliling gratis.

Atas dasar pengalaman itu, sejak tahun 2000-an, Indrajit muda mulai berkonsentrasi untuk menulis. Setiap tahun beliau dapat menghasilkan 2-3 tulisan dalam bentuk buku. Elexmedia Komputindo merupakan peserbit pertama yang mencetak bukunya. Popularitas beliau membuat penerbit lain tertarik. Penerbit Andi Yogyakarta salah satunya. Andi adalah penerbit yang didirikan pada tahun 1980 olehh Johanes Herman Gondowijoyo. Awalnya seluruh aktifitas masih terbatas dalam bidang percetakan. Perusahaan mengalami perkembangan yang pesat dan pada akhir 1980-an. Karena perkembangan perusahaan, pada tahun 1996, CV. ANDI Offset membagi bisnis unit menjadi dua, yaitu Penerbit ANDI dan Penerbit Yayasan ANDI. https://www.gudeg.net/direktori/32/penerbit-cv.-andi-offset.html

Lalu bagaimana Indrajit sampai kepada gagasan untuk menulis bersama guru-guru? Ini bermula dari keresahan Ardiansyah, seorang kenalan dan sahabat Pak Indrajit, atas dominasi Microsoft atas produk software yang tak terjangkau. Padahal Ardiansyah dan beberapa temannya memiliki keahlian software open source. Mulai dari titik ini semua anak-anak muda itu masing-masing menulis tentang software sesuai dengan keahliannya. Pak Indrajit mengumpulkan tulisan itu dan melakukan editing. Beliau kemudian meminta sebuah perusahaan untuk menerbitkan dan mempublikasikan tulisan tersebut menjadi sebuah buku.

Pak Indrajit terus meningkatkan pemahamannya dalam penerbitan sebuah buku dengan belajar dari berbagai penerbit. Pada saat yang sama, sang Ayah juga memiliki minat yang besar dalam dunia kepenulisan. Hal ini menjadi penyulut semangat Pak Indrajit dalam menulis, menerbitkan, dan mempublikasikan barang-barang literasi itu.

Pada akhirnya pertemuan BM 23-24 tiba pada sesi tanya jawab. Sejumlah pertanyaan dari peserta muncul. Ada dua pertanyaan menarik bagi saya malam ini, Pertama, cara menumbuhkan keinginan dan meningkatkan kemampuan menulis pada siswa. Ke dua, cara meyakinkan guru yang terlibat dalam menulis sampai menghasilkan sebuah buku.

Pak Indrajit menjawab ke dua pertanyaan itu dengan sederhana. Pertanyaan pertama dengan mengajak siswa menulis tentang apa yang mereka sukai bukan apa yang kita sukai. Sedangkan pertanyaan ke dua, beliau tidak berusaha meyakinkan guru-guru tersebut. mereka hanya diberi tantangan menulis. Pak Indrajit mengembalikan semua keputusan itu kepada guru.

Senin, Hari terakhir bulan Januari 2022

Penilaian Pembelajaran; Perdebatan yang Tak Pernah Usai

Dokpri Kamis, 16 November 2022, saya menghadiri rapat Kelompok Kerja Kepala Sekolah (K3S) Kecamatan Terara, Lombok Timur. Salah satu agenda ...