Dua hari saya dipaksa menguras energi untuk berjuang melawan rasa sakit di kepala. Rasanya bagai dipukuli godam bertubi-tubi tanpa jeda sejenakpun. Sejak malam pertemuan ke-11 BM saya sudah mulai merasakannya. Saya berasumsi saja bahwa hanya efek belum ngopi.
Ternyata asumsi saya keliru. Pagi Kamis saya masih bisa masuk sekolah dengan sakit kepala ringan, tenggorokan gatal, dan batuk-batuk. Sekitar jam 09.00 tim vaksin dari PKM setempat datang untuk menyisir anak-anak yang belum divaksin. Termasuk vaksin booster, ke-3 untuk guru. Vaksinasi berjalan lancar karena anak-anak yang belum divaksin dan guru bersikap kooperatif.
Beberapa jam kemudian setelah vaksin sakit kepala saya makin kuat. Saya tidak ingin membuat asumsi keliru lagi bahwa ini disebabkan vaksin. Saya buang jauh-jauh pikiran itu karena sebelum divaksin saya sudah sakit. Saya berusaha melawan dan mencoba bertahan dari rasa sakit. Sampai jam pulang sekolah sakit kepala makin menguat. Saya pulang bersama dengan bubarnya sekolah. Dalam perjalanan ke rumah saya sempat mampir di toko obat membeli peredam sakit kepala. Setiba di rumah, saya minum obat, shalat, lalu tidur dengan harapan sakit kepala itu berlalu. Karena ngantuk yang sudah di luar batas toleransi, saya terlelap.
Saya terjaga sekitar pukul 15.00 karena sakit kepala bukannya turun malah makin menjadi. Rasa sakit itu terus menerus berlangsung sampai dua malam. Saat Pertemuan ke 12, Jum'at, 11 Pebruari 2022, Saya masih berjuang melawan sakit kepala yang tidak biasa itu.
Dalam kondisi paling tidak nyaman itu saya masih diberikan kekuatan menengok pelatihan BM ke-12. Pertemuan dengan materi "majalah sekolah" itu dimoderasi oleh Bu Maesaroh dan narasumber Ustazdah Widya Setyaningsih, S.Ag. Saya membaca informasnya sambil memicing-micingkan mata yang tidak kuat terbuka penuh akibat sakit kepala yang terus mendera.
Malam ini "perih" di kepala saya telah berlalu. Usai shalat isya' saya mencoba mengumpulkan kepingan pertemuan ke-12 yang terserak di WAG Belajar Menulis 24. Satu demi satu saya susun menjadi sebuah bangunan utuh walaupun masih perlu perbaikan.
Inilah kepingan pertama yang dapat saya temukan.
Kepingan itu ternyata hanya judul. Saya menemukan kepingan lain yang memberikan penjelasan secara utuh tentang konsep majalah secara umum dan, secara khusus, majalah sekolah.
Narsum tidak sekadar bicara teori tetapi memberikan gambaran dengan wujud sebenarnya dari majalah sekolah. Bu Widya memiliki pengalaman luar biasa dalam membangun majalah di sekolahnya sendiri sehingga mencapai prestasi yang juga luar biasa.
Untuk menyulut motivasi peserta narsum menceritakan kronologis Majalah Kharisma, sebuah majalah sekolah yang dipimpinnya. Majalah yang sempat jatuh bangun itu dimulai dengan penampilan sederhana, design ala kadarnya, dan artikel atau materinya belum variatif. Di bawah kepemimpinannya, majalah tersebut kemudian mengalami perombakan besar sehingga mengalami kemajuan besar pula,
Menurut narsum langkah awal pembuatan majalah sekolah adalah menyatukan ide. Hal ini penting untuk menyelaraskan persepsi dengan rekan-rekan yang memiliki spirit literasi. Dibutuhkan personil yang memiliki jiwa literasi sekaligus jiwa kerja sama yang tinggi untuk mengawali pendirian majalah.
Jika kesatuan ide dan spirit telah terbentuk, selanjutnya sekolah (tim perencana) menyusun proposal sebagai pijakan penting dalam memulai pembuatan majalah.
Langkah selanjutnya setelah proposal disetujui adalah menyusun redaksi majalah sekolah. Dalam susunan redaksi, diperlukan personil guru yang ikhlas dan bersedia belajar untuk menjadi crewnya. Tidak berbeda dengan susunan redaksi majalah secara umum. Karena jangkauan sasaran majalah yang terbatas, pengurus redaksi dapat dirampingkan sesuai kebutuhan.
Langkah berikutnya adalah Membuat rancangan majalah yang mencakup nama majalah, isi berita, dan sumber biaya Apabila memiliki keterbatasan anggaran. sekolah dapat mengupayakan rekanan pendukung dari percetakan, sponsor, masyarakat, atau pihak-pihak terkait.
Ketika peserta tengah asyik mencerna tentang konsep dan struktur organisasi majalah sekolah, Narsum bertanya tentang manfaat majalah sekolah.
Pada tataran teknis, narsum mengingatkan tentang hal-hal penting dalam penerbitan majalah, antara lain, nama yang unik dan menarik, salam redaksi yang khas, berita sekolah, profil guru dan siswa, kegiatan dan karya siswa, prestasi sekolah, kuizz berhadiah, dan hal-hal lain yang berhubungan dengan sekolah.
Ternyata majalah sekolah juga memiliki kesempatan untuk mendapatkan hak paten melalui pengajuan ISSBN dengan bantuan penerbit.
Setiap majalah memiliki konsumennya sendiri. Majalah sekolah sendiri tentunya memiliki pembaca yang terdiri dari siswa sebagai sasaran utama. Untuk itu, penting untuk menentukan gaya bahasa yang akan digunakan. Dalam hal ini, redaktur majalah harus memahami bahasa yang digunakan konsumen. Untuk pembaca anak-anak usia sekolah biasanya menggunakan gaya yang tidak terlalu formal, mudah dipahami, dan menimbulkan kesan dialogis yang hidup.
Soal lain berupa cover dan tata letak majalah tentu saja harus menarik. Tetapi menarik itu hal yang relatif. Dalam perkembangannya, majalah bisa mengalami perubahan perfomansi
Salam Literasi
Terima kasih
Semoga lekas sembuh pak Yamin.. Tetap semngat menulis
BalasHapusBtw, sebetulnya untuk setiap terbitan berseri/berkala, seperti: majalah,tabloid,buletin, maupun jurnal, atau koran itu 'hak paten' atau nomor unik nya disebut ISSN (International Standard of Serial Number). Jadi bukan ISSBN.
Mumtazzz.... Ayoo semamgat melaju hingga garis finish terlampaui... 🥰🥰🥰 semangat sehat
BalasHapusSiap bu Widya
HapusTampilannya bagus sekali pak 👍👍👍
BalasHapusTerima kasih
Hapus