Jaringan bermasalah saat jarum jam sudah menunjukkan pukul 20.05 WITA. Saya mulai gelisah karena khawatir tidak akan dapat mengikuti pertemuan ke-13 Pelatihan Belajar Menulis PGRI angkatan 23-24, 14 Februari 2022. Kegelisahan itu berubah menjadi semacam kepanikan karena lambang signal di sisi atas kanan desktop saya itu masih saja berbentuk bola bukan parabola, sebagaimana bentuk signal yang terhubung akses jaringan.
Alhamdulillah kepanikan itu tidak berlangsung lama karena setelah beberapa kali mencoba akhirnya suasana jaringan sangat kondusif. Hal ini memungkinkan kinerja komputer yang membutuhkan akses jaringan dapat berfungsi dengan baik.
Sejak sore saya dan peserta sudah memiliki informasi awal tentang pemateri dan moderator pertemuan, Susanto, S.Pd dan Muliadi.
Malam ini Pak Muliadi, sebagai moderator, mulai percakapan pembuka dengan memperkenalkan diri. Beliau guru kelahiran Tolitoli dan bekerja pada sebuah sekolah kejururan, SMK Negeri 1 Tolitoli. Saat mulai berbicara, saya membayangkan suara moderator terdengar datar. Seluruh isi ruangan diam, bibir mengatup, mata-mata menatap tajam, dan pasangan-pasangan telinga bagai tangan dibalut sarung tangan baseball yang siap menangkap bola.
Untuk mengenal informasi awal tentang materi pokok pertemuan ke-13, Moderator mengutip pernyataan si Jenius Einstein,
"Jika kamu tidak dapat menjelaskan sesuatu dengan sederhana, kamu tidak cukup memahaminya"
Moderator mencoba membangun pemahaman peserta melalui hubungan ungkapan fisikawan di atas dengan kegiatan menulis. Tulisan harus memiliki struktur kalimat sederhana yang memungkinkan penikmatnya dapat memahami pesannya secara efektif. Hal sederhana lainnya juga mencakup human error seperti salah ketik, sehingga huruf tertukar atau tertinggal, salah titik, koma, atau tanda baca lainnya. Ini tampak sederhana tetapi berdampak besar kepada pembaca apalagi tulisan tersebut akan dipublikasi kepada khalayak. Dalam konteks ini, untuk menjawab persoalan sederhana itu tema yang dipilih pada pertemuan ke-13 adalah 'Proofreading sebelum menerbitkan Tulisan'.
Setelah merasa cukup dengan kata-kata pembuka, Pak Muliadi kemudian memperkenalkan Narasumber. Susanto, S.Pd. Menurut moderator, narasumber dikenal dengan sapaan Pak D Susanto. Dalam dunia tulis menulis, beliau lebih di kenal dengan nama pak D. Nama yang singkat. Pak D tidak hanya menulis beliau juga dikenal sebagai editor dan kreator konten. Beliau sehari-hari mengabdikan diri sebagai guru sekolah dasar di Kabupaten Musi Rawas Provinsi Sumatra Selatan. Ternyata moderator dan narsum juga alumni BM PGRI. Berarti keduanya pernah menjalani tugas membuat resume pelatihan seperti peserta malam ini. Hanya keduanya berbeda angkatan. Agar lebih jelas Moderator membagikan lembar CV narsum kepada peserta.
Tetiba saja suara moderator terdengar seolah menggelegar ketika mengucapkan, "Mari kita sambut dengan meriah ...narasumber hebat kita malam ini .....Bapak D Susanto" 👏👏👏
Gelegar suara moderator dan tepuk tangannya dijawab gempita oleh peserta pelatihan dengan tepuk tangan dan sorak sorai yang mengalahkan semangat pentas dangdutan.
Narsumpun mulai menjalankan perannya. Sebagai pemantik, narsum mengutip sebuah kalimat yang terdapat dalam salah satu resume milik peserta dan mendiskusikan letak kekeliruan dalam penulisannya. Berebut peserta mengajukan perbaikan. Untuk menghemat waktu narsum memilih beberapa saja.
Dari sinilah narsum kemudian mengajak peserta masuk ke materi pelatihan utama. Upaya perbaikan tanda baca itu merupakan salah satu bentuk proofreading atau uji-baca. Istilah ini menyaran kepada pengertian sebagai upaya membaca ulang sebuah tulisan yang bertujuan untuk menganalisis kesalahan dalam teks tersebut. Narsum menegaskan,
"...dengan melakukan proofreading, kesalahan yang dimaksud di sini termasuk kesalahan penggunaan tanda baca, ejaan, konsistensi dalam penggunaan nama atau istilah, hingga pemenggalan kata dapat diminimalkan.
Jika ada yang menghubungkannya dengan pengertian editing, keduanya merupakan dua hal yang berbeda. Editing lebih fokus pada aspek kebahasaan, sedangkan proofreading selain aspek kebahasaan, juga harus memperhatikan isi atau substansi dari sebuah tulisan.
Tugas seorang proofreader bukan hanya membetulkan ejaan atau tanda baca. Seorang proofreader juga harus bisa memastikan bahwa tulisan yang sedang ia uji-baca bisa diterima logika dan dipahami. Secara sederhana tugas seorang proofreader adalah mengubah sebuah teks atau tulisan agar dapat dengan mudah dipahami oleh pembaca atau orang banyak. Satu hal yang patut dicatat adalah seorang proofreader harus mampu mempertahankan substansi tulisan secara utuh.
Proofreading sebagai kegiatan uji-baca merupakan tahapan menulis yang tidak dapat diabaikan. Apalagi tulisan tersebut akan diproduksi dan dipublikasikan. Proofreading sebaiknya dilakukan ketika tulisan sudah selesai. Hal yang sering terjadi adalah banyak para penulis pemula seringkali melakukan uji-baca ketika tulisan baru setengah jadi. Hal ini menyebabkan tulisan tidak kunjung selesai. Pak D menganalogikan proofreading seperti ini bagai proses finishing pada sebuah bangunan yang dindingnya belum selesai atau jendelanya belum dipasang lalu melakukan pengecatan. Artinya proofreading itu semacam finishing sebuah rumah sebagai upaya mempercantik bangunan tersebut.
Hal lain yang tidak kalah sering pada penulis blog, banyak penulis yang tergesa-gesa karena ingin menjadi the number one. Ketika selesai menulis langsung menekan menu "publish" tanpa melakukan uji-baca tehadap tulisannya. Akibatnya, banyak kesalahan pada tanda baca dan ejaan yang diabaikan. Muaranya tullisan menjadi tidak enak untuk dinikmasti. Oleh karena itu, proofreading penting untuk dilakukan dalam rangka meminimalisasi kesalahan sebelum dipublikasikan.
Seorang proofreader biasanya dilakukan oleh penulis sehingga lebih cenderung obyektif. Oleh karena itu penulis, secara niscaya, harus menjadi pembaca pada saat yang sama. Pertanyaannya, kapan proofreading dilakukan agar obyektif? Tulisan diendapkan dulu beberapa waktu (hari). Setelah itu penulis mengubah wajah dan posisinya sebagai pembaca.
Langkah yang dapat dilakukan dalam proses uji-baca mencakup merevisi draf awal teks, merevisi aspek kebahasaan, mempercantik kalimat untuk memastikan tata bahasa yang benar, sintaks yang jelas, dan konsistensi gaya atau menata kalimta-kalimat yang ambigu.
Sebagai langkah akhir dari semua proses itu adalah memeriksa ejaan (merujuk ke KBBI) walau ada beberapa kata yang mencerminkan gaya penerbit, pemenggalan kata-kata yang merujuk ke KBBI, konsistensi nama dan ketentuannya, serta judul bab dan penomorannya.
Sampai pada titik ini, narsum mengakhir penjelasannya dan mempersilakan moderator untuk memasuki sesi selanjutnya. Sesi itu adalah tanya jawab. Pada sesi ini pertantyaan peserta cukup banyak yang terkait dengan proofreader. Secara garis besar pertanyaan itu mencakup, ejaan dan tanda baca, dan cara melakukan proofreading.
Senin, 14 Februari 2022