Kurang lebih satu bulan sejak tangis pertamanya memecah keheningan fajar, saya belum menemukan nama yang tepat. Selama itu pula saya menelusuri huruf demi huruf di atas lembaran kitab suci al-Qur'an sampai akhirnya saya menemukan kata 'hanif' dan 'rabbani'.
Hanif sering dihubungkan dengan Ibrahim AS yang berarti orang yang berjalan menuju kebenaran dengan tulus. Rabbani mengandaikan seseorang yang memiliki pengetahuan agama luas dan mampu mengaktualisasikannya dalam kehidupan nyata. Di depan dua kata itu saya melengkapinya dengan 'Ahmad' sehingga membentuk nama 'Ahmad Hanif Rabbani.
Bayi Hanif menjalani hidup dengan pertumbuhan agak berbeda. Beberapa bulan di awal kelahirannya, pertumbuhan fisiknya sedikit bermasalah. Sampai dua tiga bulan pertama pantat dan pahanya dibalut kulit kisut. Lengannya mengerut karena hampir tidak berisi otot. Penyebabnya ASI kurang lancar.
Atas saran seorang tetangga bayi Hanif dijejali aik burak alias air tajin; cairan putih yang mendidih saat nasi dimasak. Tentu saja pemberian air tajin itu tidak dalam suhu tengah mendidih. Mulutnya bisa melepuh.
Saat konsultasi ke dokter, air tajin disarankan untuk tidak lagi diberikan. Katanya air tajin itu tidak mewakili ASI karena strukturnya agak keras untuk lambung bayi seusianya. Pada usia ini organ pencernaannya masih terlalu rawan. Namun petuah dokter masuk telinga kanan lalu keluar telinga kiri. Bayi Hanif tetap saja disuguhi tajin sebagai asupan tambahan di samping ASI yang datangnya tersendat.
Menariknya, kira-kira memasuki bulan ke tiga tubuhnya mulai nampak berisi. Kaki tangannya terlihat lebih kekar. Pantat dan pahanya mengalami pemadatan hampir sempurna. Dadanya bidang. Pertumbuhannya membaik. Bayi Hanif yang kisut berubah menjadi bayi sehat seiring asupan ASI yang menderas. Atau mungkin juga dipicu air tajin. Entahlah.
Bayi Hanif tumbuh menjadi Hanif kecil yang aktif. Seperti kebanyakan anak-anak, dia suka coba-coba. Saat berusia sekitar dua tahun dia pernah mencoba memasukkan baterai senter mainan ke dalam lubang telinganya. Baterainya sebesar tolang komak. Untung segera dibawa ke puskesmas dan berhasil dikeluarkan.
Sebagai ayah tentu saya hafal karakternya. Sesekali kalau sedang dirasuki malaikat bidang kebersihan dia suka menyapu, membersihkan tempat tidur, merapikan pakaian, dan cuci piring. Kerasukannya jarang-jarang. Akan tetapi seperti anak pada umumnya, mandi merupakan cobaan terbesarnya.
Satu hal yang cukup menyenangkan sebagai orang tua, di antara anak seusianya Hanif tergolong rajin memenuhi panggilan azan marbot kecuali azan subuh. Bangun paginya berat karena tidak taat pada Rhoma Irama yang melarang begadang. Dia punya kekuatan melek malam apalagi kalau berhadapan dengan game. Dan begitu ngantuk, tidurnya bagai kedebong pisang yang sudah tumbang dibabat.
Masih seperti bocah pada umumnya, soal jajan jangan ditanya. Kalau diberikan selembar 10 ribuan, 10 menit berikutnya sudah pindah ke tangan tukang cilok atau es krim tanpa kembalian.
Saat ini dia menghadapi tantangan berat. Jam 15.00 wita harus mengikuti kegiatan diniyah. Setiap kali akan berangkat wajahnya memperlihatkan kemalasan sempurna dan mulutnya mengerucut persis ujung pensil sudah diraut.
Lombok Timur, 03 September 2019
Tidak ada komentar:
Posting Komentar